KRONOLOGIS KASUS PEMBANTAIAN TERHADAP WARSIDI - TALANG SARI

June 12, 2014


KRONOLOGIS KASUS PEMBANTAIAN TERHADAP WARSIDI - TALANG SARI

Cihideung merupakan dukuh talangsari III desa Rajabasa Lama kecamatan Way 

Jepara kabupaten Lampung yang berjarak 90 km dari Bandar lampung. Dukuh 
seluas 1,5 ha itu dikelilingi oleh kali beringin mirip sebuah pulau. Sebelah 
utara berbatasan dengan Pakuan Aji, sebelah selatan berbatasan dengan 
kelahang dan sebelah barat berbatasan dengan pusat desa Rajabasa lama. 

Keberadaan Anwar Warsidi di Cihedeung bermula pada tahun 1987. Warsidi 

memperoleh hibah tanah seluas 1,5 ha dari Jayus yang kemudian diatas tanah 
tersebut didirikan Mushalla dengan luas 6x9 M yang dinamakan Mujahiddin. 
Disekitar Mushalla didirikan beberapa rumah gubuk dan disitu 
pengajian-pengajian mulai dirintis. Dalam menjalankan aktivitas pengajiannya 
Anwar warsidi dibantu oleh Muhammad Utsman (Sarjana teknik Kimia UGM). Dalam perkembangannya kelompok pengajian tersebut berkembang dengan pesat yang diikuti oleh masyarakat yang ada diluar lokasi. Dalam pengajian tersebut 
dibahas materi-materi Keislaman seperti Al-quran, al-hadis , fiqih, tauhid 
dan kajian Islam lainya sebagaimana layaknya kajian-kajian Islam di pesantren. 

Memasuki awal tahun 1988 perkembangan pondok tersebut semakin disempurnakan 

baik fisik (saran dan prasarana) maupun materi pendidikannya , diantaranya 
pembenahan pondok semipermanen dengan luas masing-masing 8x16 M dengan 
jumlah 4 buah dan jumlah jemaah kurang lebih 400 orang. Dan proses 
selanjutnya keberadaan kelompok pengajian semakin terus menunjukan arah 
perkembangan yang ditandai dengan semakin banyaknya jemaah yang mengikuti 
kegiatan tersebut. Sampai awal tahun 1989 jumlah jemaah diperkirakan 
mencapai 550 orang yang tediri dari anak-anak dan orang dewasa. 

Tetapi diawal tahun 1989 ini pula muncul ketegangan anatara pihak pondok 

pimpinan Anwar warsidi dengan aparatur negara. Menurut keterangan beberapa 
penduduk , diawali dengan penolakan undangan pihak Anwar Warsidi dari Amir 
puspa mega (kepala desa rajabasa lama) alasan penolakan tersebut dikarenakan 
pihak Anwar berpegangan pada hadist yang berbunyi : sebaik-baiknya umaro 
adalah yang dekat dengan umaro. Penolakan ini dilihat dari sebagai bentuk 
upaya untuk melawan pemerintah RI dan Amir puspa Mega (kepala desa Rajabasa 
lama) melaporkan hal tersebut ke Zulkipli (camat Way jepara), koramil Way 
jepara dan Kodim Lampung tengah.


Ketegangan tersebut terus menerus berlangsung terlebih dengan tidak 

diberikannya izin kepada kelompok pengajian tersebut saat akan melakukan 
kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau kegiatan peringatan hari besar Islam 
lainya oleh kepala desa. Sampai menjelang akhir tahun 1989 suasana 
ketegangan yang ada belum menunjukan tanda-tanda reda, terlebih ditambah 
sikap aparatur negara yang tidak simpatik terhadap kelompok tersebut. 
Tuduhan kelompok tersebut menyimpang dari ajaran agama terus dihembuskan 
aparat ke masyarakat dan diperkuat oleh tokoh-tokoh agama yang ada saat itu. 

Seminggu sebelum kejadian pembantaian merupakan puncak dari ketegangan yang 

ada. Zulkipli (Camat Way jepara ) berdasarkan informasi yang diterimanya 
mengirimkan surat pada hari Jumat 27 januari 1989 kepada Kapt. Soetiman 
(danramil Way jepara yang isinya memberitahukan bahwa didesa Cihedeung ada 
yang melakukan kegiatan yang mencurigakan dengan berkedok pengajian. 

Atas pengaduan tersebut keesokan harinya sabtu 28 Januari 1989 Kapt. 

Soetiman memangil Anwar Warsidi (Tokoh pimpinan kelompok pengajian) agar 
menghadap selambat-lambatnya tanggal 1 Februari 1989.Dan pemanggilan 
tersebut ditolak dan ia meminta pihak koramil yang datang ketempatnya. 

Pada hari Sabtu 4 Pebruari 1989 Zulkipli (camat Way jepara) memanggil 

kembali Anwar Warsidi untuk menghadap tapi panggilan tersebut kembali 
ditolak. Penolakan tersebut dikarenakan Anwar tetap berpegangan pada hadis 
yang berbunyi : Sebaik-baiknya Umaro yang dekat dengan ulama dan 
sejelek-jeleknya ulama adalah yang dekat dengan umaro. 

Keesokan harinya Minggu 5 Pebruari 1989 terjadi penyergapan yang dilakukan 

oleh aparat dari Kodim Lampung Tengah terhadap 6 orang pemuda dari kelompok 
pengajian tersebut yang sedang bertugas ronda. Mereka dtangkap dan mendapat 
perlakuan peyiksaan di Makodim Lampung Tengah. Pada saat penyergapan disita 
61 pucuk anak panah dan ketapel kayu. Menurut informasi yang didapat 2dari 6 
orang tersebut ditembak aparat. 

Keesokan harinya, Senin 6 Februari 1989 Mayor E.O Sinaga (Kasdim Lampung 

Tengah) bersama-sama dengan letkol Hariman S (Kakansospol Lampung Tengah ) , 
Zulkipli (Camat Way jepara ) Kapt. Soetiaman (Danramil way jepara) dan anak 
buahnya berangkat menuju Ketempat Anwar Warsidi untuk memenuhi undangan yang disampaikan olehnya. Megutip liputan khusus majalah Umaat no.8 thn. IV 31 
agustus 1998 halaman 26, saat kunjuangan tersebut dari pihak rombongan 
aparat memuntahkan peluru kearah santri Anwar Warsidi secara brutal. Atas 
perlakuan tersebut Anwar Warsidi memerintahkan santrinya untuk membalas 
menyerang. Akhirnya terjadi bentrokan fisik antara kedua belah pihak dan 
dalam bentrokan tersebut Kapt. Soetiman meninggal dunia. 

Peristiwa tersebut membuat pihak aparat beraksi keesokan harinya , selasa 7 

pebruari 1989. Langsung dibawah Komando Kol. Hendro Priyono (saat itu 
Danrem 043/gatam) dengan kekuatan 6 peleton tentara ,50 orang anggota satuan 
brimob dan 2 buah helikopter ,aparat melakukan peyerbuan yang didahului 
dengan pengepungan lokasi Cihedeung dari tiga jurusan pusat Desa rajabasa 
lama. Kurang lebih pkl. 04.00 Wib peyerbuan dilakukan. 

Pondok semi permanen yang berjumlah 4 buah yang merupakan tempat penginapan 

jemaah dan saat itu diperkirakan 1 pondok berisikan 100 orang (terdiri dari 
anak-anak dan orang dewasa laki-laki dan perempuan) terbakar. Menurut Saksi 
korban yang selamat dari pembantaian tersebut dan saat kejadian sedang dalam 
keadaan hamil 6 bulan, munculnya api yang membakar pondok hampir secara 
berbarengan. 

Sementara ditengah kepanikan orang-orang tesebut aparat terus mengeluarkan 

brondongan tembakan kearah orang-orang tersebut. Hampir dapat dipastikan 
ratusan orang meningggal akibat pembantaian tersebut, sedikit sekali yang 
dapat keluar hidup-hidup dengan selamat dan itupun langsung ditangkapi oleh petugas. Dan dalam waktu sekejap seluruh pondok habis terbakar termasuk beberapa rumah penduduk yang kebetulan posisinya berdekatan dengan pondokan. Terjadi pembumi hangusan terhadap Cihedeung. 

Peyerbuan diperkirakan berlangsung hingga pukul 15.00 WIB dan selanjutnya 

diikuti dengan penangkapan terhadap orang-orang yang diperkirakan terlibat. 
Seorang anak yang usianya kurang lebih tujuh tahun dibawa oleh anggota 
aparat kepelabuhan bakauheni, disana ia dipaksa untuk mengenali dan 
menunjukan orang-orang yang akan naik atau turun dari kapal yang menurutnya 
pernah bergaul atau masuk dalam pengajian tersebut.Siapapun orang yang 
ditunjuknya langsung ditangkap oleh aparat. 

Terhadap orang-orang yang ditangkap tersebut mereka mendapatkan perlakuan 

berupa penyiksaan,penganiayaan, dan pelecehan seksual. Selanjutnya mereka 
ditahan di LP Rajabasa. Tidak semua yang ditangkap tersebut diproses secara 
hukum tapi tetap dipenjara.Tercatat sebanyak 19 orang dipenjara dalam kurun 
waktu antara 1 bulan sampai dengan 7 tahun tanpa proses hukum. Sedangkan 
yang diproses secara hukum tercatat berjumlah 16 orang yang kemudian 
dipenjarakan Di LP Rajabasa, LP Cipinang, LP Cirebon, Nusa Kambangan. 

Sedangkan terhadap korban yang meninggal dunia akibat pembantaian, pada hari 

rabu tanggal 8 Februari 1989 jenazahnya dikuburkan secara massal dibeberapa 
tempat yang disaksikan oleh penduduk. Tapi 3 bulan kemudian ada kuburan 
masal yang secara diam-diam digali kembali dan jenazah dalam kuburan tersebut 
dipindahkan tanpa diketahui dimana dikuburnya kembali. Penduduk menduga yang 
melakukan penggalian tersebut adalah aparat. Namun ada beberapa tempat yang 
berhasil diidentifikasikan sebagai kuburan masal atau tempat penimbunan 
mayat saat pembantaian berlangsung. 

Pasca pembantaian dan penguburan , aparat terus melakukan pengejaran dan 

penangkapan terhadap orang-orang yang menurutnya bagian dari kelompok 
pengajian Anwar Warsidi. Upaya tersebut tidak hanya terbatas di Propinsi 
Lampung tapi sampai keluar Propinsi Lampung seperti DKI Jakarta , Sumatera 
barat dan Propinsi lainya. 

Untuk selanjutnya kelompok pengajian Anwar Warsidi diberikan stigmatisasi 

sebagai GPK Warsidi hingga sekarang . 

Catatan investigasi : 
1. Saat terjadi pembantaian tersebut menurut rencananya kelompok pengajian 

tersebut akan melakukan pengajian akbar yang tidak hanya diikuti oleh 
santrinya tapi juga diikuti oleh orang-orang dari pondok pengajian tersebut. 
2. Diantara para jemaah pengajian Anwar Warsidi , Didentifikasikan salah 
satu santrinya yang bernama Suyatin merupakan anggota aparat (intel) dengan 
pangkat kemungkinan kopral yang sengaja melakukan penyusupan dengan menyamar 
sebagai pengemudi ojek motor. Perannya cukup besar dalam mempengaruhi 
kelompok pengajian tersebut untuk mempersiapkan senjata seperti anak panah 
dan bom molotov. Saat peristiwa pembantaian ia keluar dari lokasi tersebut. 
3. Data Korban pembantaian yang bisa diidentifikasikan berjumlah 246 orang 
dengan perincian 94 orang berusia dibawah atau sama dengan 17 tahun 
(anak-anak) dan 152 orang diatas 17 tahun (dewasa) serta 119 orang berjenis 
kelamin laki-laki dan 127 berjenis kelamin perempuan. 

Sumber data : 
1. Kesaksian para korban yang selamat (nama dirahasiakan) 

2. Kesaksian penduduk disekitar lokasi 
3. Majalah umat Edisi No.5 Thn.IV , 10 Agustus 1998 dan Edisi NO. 8 Thn IV, 
31 Agustus 1998. 

Laporan pertama KomiteSmalam,saat ini sedang dalam proses pendalaman materi 

untuk lebih mendekati kesempurnaan dalam mengidentifikasi peristiwa yang 
sebenarnya terjadi. 

KOMITE SMALAM 

(KASUS PEMBANTAIAN WARSIDI TALANG SARI) 

BADAN PEKERJA 
FIKRI YASIN 

KOORDINATOR 


- See more at: http://www.katailmu.com/2010/11/kronologis-kasus-pembantaian-terhadap.html#sthash.09UGIfIU.dpuf

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »