BUKTI PEMERKOSAAN BIADAB ADA DI ASIAWEEKS
Masih pagi hari pada 14 Mei, sekelompok lelaki yang tampak terlalu tua dan terlalu besar untuk mengenakan seragam SMU, mulai memancing keributan dengan berkelahi di jalan raya utama Sunter. Mereka kemudian juga mulai membakar ban-ban. Setidaknya, tiga pengendara sepeda motor terlihat berputar-putar di sekelilingnya. Seolah tampak kebingungan.
Saat itu, Suyitno, penghubung militer-warga, menunjukkan satu arah kepada pengendara sepeda motor tadi. Namun, para pengendara itu malah memacu sepeda motornya menjauh. Sejak kerusuhan meletup, sudah dua hari Suyitno melakukan kontak dengan pos komando militer setempat.
Saat kontak itu, kata Suyitno, seseorang di markas memberi tahu dia, "Bila kamu dilempari batu oleh para perusuh, balaslah dengan senyum". Saya perintahkan kamu hanya tersenyum, cukup itu saja.
Para perwira di wilayah Sunter mengaku juga menerima perintah yang sama dengan Suyitno. Beberapa mengaku sama sekali tidak menerima perintah. Ketika beberapa perwira berinisiatif melapor kepada atasan tentang aksi yang kian meluas, mereka hanya dibalas dengan perintah agar tetap siaga. Menjawab fenomena aneh ini, seorang perwira berkata kepada Suyitno, Saya rasa sama-sama ada ketidakjelasan perintah di Jatinegara dan Klender.
Sementara itu, kata seorang sumber yang dekat dengan (saat itu) Kapolda Mayjen Hamami Nata, beberapa satuan polisi diminta berkumpul di markas, tapi diperintahkan tetap di tempat. Menurut sumber itu, hampir semua polisi di sana tidak ada yang berani meninggalkan tempat karena mereka tidak yakin benar perintah siapa yang akan diikuti. Satuan pemadam kebakaran juga diperintahkan agar tidak bekerja.
Glodok Plaza, kawasan komersial yang berdiri megah di tengah Jakarta itu, akhirnya juga tidak luput dari serangan api dan serbuan batu. Muladi, seorang satpam, menyaksikan sendiri bagaimana aksi perusakan dan penjarahan itu terjadi. Saat itu sekitar pukul 16.00 WIB, Muladi melihat lebih dari 2.000 orang dengan tas-tas penuh batu dan alat pencongkel pintu secara paksa bergerak menuju Glodok.*
Beberapa orang lain membawa bom molotov. Polisi memberikan tembakan ke udara sebagai peringatan, tapi massa tidak menggubris. Polisi kemudian tampak pasrah dan minggir. Glodok Plaza diserbu, dijarah, dan dilumatkan. Orang-orang tampak bersemangat mengusung komputer, kulkas, televisi, dan barang lain dari pusat perbelanjaan elektronik itu. Pesta itu terus berlangsung sebelum api mulai tampak melahap sekitar pukul 19.00 WIB. Tidak tampak seorang pun berusaha memadamkan kobaran api.
Lebih mengerikan dibandingkan dengan perang karena kami tak bisa meminta bala bantuan, kenang Muladi.
Sebelum Glodok Plaza dirajam api, petangnya, si jago merah juga melahap rumah seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang ada di wilayah tetangganya. Massa meruak masuk, mengambil barang-barang dari rumah itu. Saat itu, sejumlah personel militer hanya bisa menatap. Sedangkan si pengusaha yang cemas terpaksa tertahan di jalanan. Dia menggigil ketakutan ketika massa berteriak untuk menghancurkan rumahnya.*
Akhirnya, dia pun terpaksa menyusuri tapak jalan dengan berjalan kaki. Baru menjelang tengah malam, dia sampai di kediamannya yang sudah menjadi arang. Dia hanya bisa menatap sisa-sisa miliknya disantap api. Baru pada pagi hari, konglomerat ini bisa memasuki areal rumahnya dengan ditemani dua orang perwira polisi militer. Lantai satu dan dua rumah itu sudah rata dengan tanah.
Dengan perasaan pedih, dia naik ke tangga tiga yang selama itu dijadikan apartemen keluarga. Ternyata, di sana tidak kalah mengenaskan. Perabot mahal yang ada di ruang tamu amblas. Di kamar tidur, di atas ranjang, lelaki pengusaha itu mendapati istrinya sudah tewas terpanggang. Di kolong ranjang, anak gadisnya yang berusia 17 tahun juga sudah menjadi mayat. Sementara itu, kakak wanita gadis itu yang berusia 18 tahun pun sudah tidak bernyawa. Jasadnya ada di lemari pakaian dengan tangan menggengam telepon selular dan Injil.
Menurut Rosita Noer, dokter yang juga aktivis hak asasi manusia, sepanjang hari pada 14 Mei itu, setidaknya, sudah 468 wanita diserang sekelompok lelaki di 15 tempat. Di 10 wilayah, sekelompok wanita juga dikerjai. Umumnya, korban diserang ketika berada di toko, rumah, dan di dalam mobil mereka.*
Saat itu, Suyitno, penghubung militer-warga, menunjukkan satu arah kepada pengendara sepeda motor tadi. Namun, para pengendara itu malah memacu sepeda motornya menjauh. Sejak kerusuhan meletup, sudah dua hari Suyitno melakukan kontak dengan pos komando militer setempat.
Saat kontak itu, kata Suyitno, seseorang di markas memberi tahu dia, "Bila kamu dilempari batu oleh para perusuh, balaslah dengan senyum". Saya perintahkan kamu hanya tersenyum, cukup itu saja.
Para perwira di wilayah Sunter mengaku juga menerima perintah yang sama dengan Suyitno. Beberapa mengaku sama sekali tidak menerima perintah. Ketika beberapa perwira berinisiatif melapor kepada atasan tentang aksi yang kian meluas, mereka hanya dibalas dengan perintah agar tetap siaga. Menjawab fenomena aneh ini, seorang perwira berkata kepada Suyitno, Saya rasa sama-sama ada ketidakjelasan perintah di Jatinegara dan Klender.
Sementara itu, kata seorang sumber yang dekat dengan (saat itu) Kapolda Mayjen Hamami Nata, beberapa satuan polisi diminta berkumpul di markas, tapi diperintahkan tetap di tempat. Menurut sumber itu, hampir semua polisi di sana tidak ada yang berani meninggalkan tempat karena mereka tidak yakin benar perintah siapa yang akan diikuti. Satuan pemadam kebakaran juga diperintahkan agar tidak bekerja.
Glodok Plaza, kawasan komersial yang berdiri megah di tengah Jakarta itu, akhirnya juga tidak luput dari serangan api dan serbuan batu. Muladi, seorang satpam, menyaksikan sendiri bagaimana aksi perusakan dan penjarahan itu terjadi. Saat itu sekitar pukul 16.00 WIB, Muladi melihat lebih dari 2.000 orang dengan tas-tas penuh batu dan alat pencongkel pintu secara paksa bergerak menuju Glodok.*
Beberapa orang lain membawa bom molotov. Polisi memberikan tembakan ke udara sebagai peringatan, tapi massa tidak menggubris. Polisi kemudian tampak pasrah dan minggir. Glodok Plaza diserbu, dijarah, dan dilumatkan. Orang-orang tampak bersemangat mengusung komputer, kulkas, televisi, dan barang lain dari pusat perbelanjaan elektronik itu. Pesta itu terus berlangsung sebelum api mulai tampak melahap sekitar pukul 19.00 WIB. Tidak tampak seorang pun berusaha memadamkan kobaran api.
Lebih mengerikan dibandingkan dengan perang karena kami tak bisa meminta bala bantuan, kenang Muladi.
Sebelum Glodok Plaza dirajam api, petangnya, si jago merah juga melahap rumah seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang ada di wilayah tetangganya. Massa meruak masuk, mengambil barang-barang dari rumah itu. Saat itu, sejumlah personel militer hanya bisa menatap. Sedangkan si pengusaha yang cemas terpaksa tertahan di jalanan. Dia menggigil ketakutan ketika massa berteriak untuk menghancurkan rumahnya.*
Akhirnya, dia pun terpaksa menyusuri tapak jalan dengan berjalan kaki. Baru menjelang tengah malam, dia sampai di kediamannya yang sudah menjadi arang. Dia hanya bisa menatap sisa-sisa miliknya disantap api. Baru pada pagi hari, konglomerat ini bisa memasuki areal rumahnya dengan ditemani dua orang perwira polisi militer. Lantai satu dan dua rumah itu sudah rata dengan tanah.
Dengan perasaan pedih, dia naik ke tangga tiga yang selama itu dijadikan apartemen keluarga. Ternyata, di sana tidak kalah mengenaskan. Perabot mahal yang ada di ruang tamu amblas. Di kamar tidur, di atas ranjang, lelaki pengusaha itu mendapati istrinya sudah tewas terpanggang. Di kolong ranjang, anak gadisnya yang berusia 17 tahun juga sudah menjadi mayat. Sementara itu, kakak wanita gadis itu yang berusia 18 tahun pun sudah tidak bernyawa. Jasadnya ada di lemari pakaian dengan tangan menggengam telepon selular dan Injil.
Menurut Rosita Noer, dokter yang juga aktivis hak asasi manusia, sepanjang hari pada 14 Mei itu, setidaknya, sudah 468 wanita diserang sekelompok lelaki di 15 tempat. Di 10 wilayah, sekelompok wanita juga dikerjai. Umumnya, korban diserang ketika berada di toko, rumah, dan di dalam mobil mereka.*
Spoiler for http://intersections.anu.edu.au/issue4/tay.html:
Yang memilukan, justru pelaku kerap memperlakukan korban secara tidak manusiawi. Mereka menelanjangi, lalu melihat tubuh wanita-wanita korbannya. Beberapa lagi malah memperkosanya. Para pelaku itu memang asing di mata korban, yang umumnya keturunan Tionghoa. Korban lain diperkirakan akibat salah sasaran karena mirip Tionghoa atau bekerja pada keluarga keturunan Tionghoa. Sedikitnya, 20 wanita tewas atau dibunuh setelah diperkosa itu, beberapa lagi nekat bunuh diri.
Menurut penuturan Ita Nadia, Kepala Pusat Studi Wanita Kalyanamitra, telah terjadi 10 lelaki memaksa beberapa wanita masuk ke sebuah rumah. Di sana, mereka mengobrak-abrik isi rumah itu, lalu menelentangkan korbannya. Mereka memperkosa ibu dan anak perempuan di depan ayah dan anak lelakinya. Seorang nenek mengaku melihat kemaluan cucu wanitanya ditusuk dengan botol.
Spoiler for Ita Fatia Nadia:
Di tempat lain, seorang ibu mencoba bunuh diri karena tidak tahan melihat anak gadisnya yang berusia belasan tahun diperkosa di hadapannya. Seorang ayah malah memberi anaknya Baygon untuk memudahkan jalan anak gadisnya itu bunuh diri setelah dia diperkosa. Juga, seorang ibu yang mengidap serangan jantung langsung tewas begitu mendengar anak gadisnya telah diperkosa.*
Di sebuah apartemen berlantai 15 di kawasan Pluit, Jakarta Utara, beberapa kelompok lelaki bergerak secara sistematis menyerang wanita-wanita Cina yang ada di setiap lantai. Aksi ini dimulai pukul 09.00 WIB sampai petang hari. Para lelaki itu bisa bergerak leluasa karena mereka benar-benar sudah menguasai apartemen itu. Diperkirakan, mereka sudah memperkosa lebih dari 40 gadis dan wanita.*
Spoiler for Peta Jalan:
Tiga gadis bersaudara sedang menunggu toko milik keluarga ketika tujuh lelaki berkulit legam dan tegap yang tidak mereka kenal menyerang sekitar pukul 16.00 WIB. Gadis-gadis itu kemudian berhamburan menuju apartemen mereka di lantai tiga. Lelaki-lelaki tersebut memburu dan berhasil menangkap mereka. Dua gadis termuda diperkosa, sedangkan si sulung hanya diberi tahu bahwa dia terlalu tua untuk dimangsa.
Lalu, mereka menyulut lantai dasar apartemen itu dengan api. Dua gadis yang mahkotanya sudah direnggut paksa tadi didorong ke dalam kobaran api dan tewas. Namun, si sulung dapat diselamatkan oleh para tetangga. Tidak berhenti di sini, kekerasan dan pemerkosaan terus menjalar ke segenap wilayah itu. Menjelang pukul 19.00 WIB, sejumlah wanita telah diperkosa dan kawasan itu dibumihanguskan.
Di tiga kawasan pecinan di Jakarta Barat, antara pukul 17.00 hingga 20.00 WIB, sejumlah lelaki menyeret ratusan gadis ke jalanan, menelanjangi, dan memaksa mereka menari bersama massa. Menurut Dokter Noer, 20 orang diperkosa dan beberapa lagi dibakar hidup-hidup. Dokter wanita itu juga mengakui dirinya tengah mempelajari kasus perkosaan enam gadis berusia 14-20 tahun di beberapa wilayah Jakarta. Empat di antara enam gadis itu mengaku telah digilir tujuh lelaki yang tidak mereka kenal. Malah, (maaf) wilayah kelamin gadis-gadis itu mulai vagina sampai anus dirobek hingga menganga.*
Secara fisik memang bisa disembuhkan. Tetapi, peristiwa ini akan menghantui mereka selamanya, tutur Noer.
Jakarta masih mencekam. Pukul 19.30 WIB, Jenderal Wiranto muncul di layar televisi dan mengatakan bahwa aparat keamanan sudah berhasil mengendalikan situasi.
Tetapi, tidak adanya aparat keamanan di jalan-jalan mendorong beberapa kedutaan asing menyerukan perintah evakuasi. Dan, ribuan warga asing dan warga negara Indonesia etnis Tionghoa mulai meninggalkan Jakarta yang membara dan berhias kebrutalan.
Ketika aksi perkosaan dan penjarahan masih berlangsung, Prabowo sedang berada di markas Kostrad. Di sana, menantu Soeharto itu sedang menerima utusan kelompok pemuda dan organisasi muslim. Menurut seseorang yang ada di tempat itu, Prabowo meminta mereka membantu menenangkan situasi dengan memberikan dukungan kepada Sjafrie.
Prabowo memang tegang, kata orang dekatnya, namun tampak masih bisa mengendalikan diri. Mereka memesan makanan dan santap malam bersama. Karena situasi masih kacau, pesanan makanan itu pun harus diambil dengan kendaraan bersenjata.
Sekitar pukul 01.00 WIB (15 Mei), Prabowo mengunjungi Ketua Umum PB NU KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di kediamannya. Lalu, Prabowo kembali ke markas Kostrad, yang ternyata kemudian hanya memberinya kesempatan bertahan sebagai panglima Kostrad di sana cuma hingga sepekan berikutnya.
Spoiler for Gus Dur:
15-19 MEI: Selama empat hari berikutnya, aksi kekerasan dan berbagai drama pilu itu masih menghantui jalanan. Pukul 04.40 WIB pada 15 Mei, Soeharto tiba dari Kairo, Mesir, dan mendarat di landasan militer Halim di kawasan Jakarta Timur. Konvoi yang terdiri atas 100 kendaraan bersenjata mengawal Soeharto menuju kediamannya di Cendana. Setelah itu, tank-tank Scorpion pertama dan beberapa batalion pasukan bergerak memasuki pusat kota.
Sumber:
http://sofwan221087.blogspot.com/2012/10/bukti-pemerkosaan-biadab-ada-di.html
EmoticonEmoticon