Soeharto Pahlawan? (rindu masa lalu atau putus asa masa kini?)
Mengkontroversikan secara berlarut-larut gelar Pahlawan bagi (alm) Soeharto memang hanya akan menjadi hal yang buang-buang waktu dan sia-sia. Pandangan ini saya pikir benar, karena dengan ukuran atau skala prioritas, masih banyak isu atau agenda bangsa yang perlu digarap lebih serius. Apalagi akhir-akhir ini, banyak sekali masalah sosial, hukum, keamanan yang seperti terbengkalai akibat totalnya negeri ini mengurusi bidang politik. Selain itu toh, meski dapat gelar pahlawan, saya yakin sejarah tetap mencatat lebih besar sisi kelam dan kediktatoran (alm) soeharto.
Namun akan sangat salah juga jika pandangan di atas dijadikan pembenar kalau tidak kita ulas sama sekali usulan itu. Memang tidak ada keuntungan secara materi bagi keluarga Soeharto ketika gelar pahlawan itu disematkan. Namun tentu akan menjadi sebuah catatan bahwa begitu mudahnya gelar pahlawan didapat. Jika benar gelar pahlawan itu disematkan ke (alm) Soeharto tentu ini menjadi semacam ‘preseden’. Memang kementrian terkait punya syarat-syarat tersendiri untuk memberikan gelar itu kepada seseorang, tetapi pertanyaannya, apa yang khusus dan istimewa dari (alm) Soeharto sehingga bisa dinyatakan layak disebut pahlawan?
(PELUPA)
Banyak sekali yang menyebut bahwa seluruh pembangunan yang kita nikmati saat ini adalah hasil kerja keras beliau. Pembangunan yang kita rasakan ini adalah upaya beliau memimpin negeri selama 32 tahun. Stabilitas politik dan keamanan ada di rezim beliau.
Wow! alasan-alasan itulah yang mencengangkan saya. Bagaimana bisa kita menepiskan fakta-fakta lain di luar alasan-alasan itu? Bagaimana bisa kita melupakan fakta bahwa di balik niat membangun itu ada unsur Korupsi? Bagaimana kita bisa pura-pura tidak ingat bahwa membangun gedung ini-itu sebagai topeng untuk melakukan Nepotisme. Bagaimana kita tega melupakan fakta bahwa dalam menciptakan stabilitas keamanan itu banyak sekali pelanggaran HAM dilakukan? Lalu apa kita juga ga mau ambil pusing mengingat bahwa saat itu politik bisa adem ayem karena memang dibungkam, DPR cuma paduan suara, partai cuma pengekor dan dikucilkan, dan pastinya tidak ada ruang dimana Demokrasi bisa tumbuh; jika tidak mau disebut mati.
(CUKUP PRESIDEN)
Selain kita lupa dengan ‘fakta-fakta lain’ tersebut, kita juga lupa dengan pemikiran yang sederhana. Bahwa ada pembangunan, ada ketentraman, ada kesejahteraan, ada keamanan, ada kenyamanan di suatu negara, itu memang hal yang wajib dihadirkan oleh pemerintah yang dipimpin langsung oleh seorang Presiden. Nah, jika (alm) Soeharto pada era kepemimpinannya dinilai bisa menghadirkan itu (katakanlah demikian), maka itu adalah wajar, karena memang itulah tugas Presiden! tidak lebih!
Karena itu, saya termasuk orang yang setuju untuk tidak menghujat-hujat lagi nama almarhum karena bagaimanapun beliau adalah mantan Presiden, dan sudah pernah mengalami sakitnya ‘jatuh’. TETAPI, akan sangat berlebihan pula jika kita masih mau mengusulkannya sebagai Pahlawan. Tidak! Soeharto cukup dikenang dan dicatat sejarah sebagai seorang Presiden! bukan Pahlawan!
(RINDU REZIM atau PUTUS ASA MASA KINI?)
Hampir sebagian besar masyarakat yang saya temui dan tanyai pendapat soal usulan gelar pahlawan bagi Soeharto ini menyatakan setuju dengan alasan yang hampir sama. Rata-rata mereka menyebut bahwa di jaman Soeharto barang-barang murah, aman, tertib, tidak ada bom, tidak ada demo yang bikin macet, dll yg sangat positif. Jika disandingkan dengan masalah alasan LUPA diatas, sikap positif masyarakat menyambut usulan gelar pahlawan ini menarik dicermati. Apakah masyarakat ini rindu Rezim Soeharto atau Putus asa dengan rezim sekarang? Masyarakat rindu cara memimpin Soeharto atau rindu akan kondisi-kondisi positif yang saya sebut diatas?.
Kita harus pahami bahwa dua hal itu sangat berbeda. Rindu dengan rezim Soeharto berarti rindu dengan segalanya tentang dirinya, baik itu soal keberhasilan pembangunan yang diiringi Korupsi dan Nepotisme, Keamanan yang diiringi pelanggaran HAM, DPR yang adem ayem tapi disertai Pembungkaman Kritik dan matinya demokrasi, serta Senyum yang diiringi dengan prinsip Diktator.
Namun jika kita merindukan hal-hal positifnya saja itu wajar, dan itulah tugas yang harus diselesaikan oleh pemerintahan saat ini. Wajar jika kita saat ini merindukan hal itu, mengingat keamanan yang semakin mahal didapat akhir-akhir ini, kegaduhan politik yang over karena politisi sibuk saling sikut untuk tujuan pribadi dengan mengatasnamakan demokrasi, sembako yang semakin mahal tapi murah menurut pemerintah, dan demonstrasi yang kerap kali hanya merupakan sebuah pekerjaan karena memang ada yang membayar.
Ya, kita capek dengan kondisi itu semua. Karena itulah kita jadi dengan gampang merasa rindu dengan masa lalu, tanpa bisa membedakannya antara rindu Soeharto atau rindu kesejahteraan. Jadi janganlah kita jadikan alasan bahwa kurang memuaskannya kinerja pemerintahan saat ini sebagai alasan ‘maaf’ kepada (alm) Soeharto dengan memberikannya gelar Pahlawan. Mari kita Kritik keras dan berkelanjutan Pemerintahan saat ini agar berkinerja lebih baik buat kita semua rakyat Indonesia, dengan hanya tetap mengenang (alm) Soeharto HANYA sebagai seorang Presiden.
Sumber:
http://manifest3.wordpress.com/2010/11/06/soeharto-pahlawan-rindu-masa-lalu-atau-putus-asa-masa-kini/
EmoticonEmoticon