X-within-URL: http://www.pikiran-rakyat.com/01071104.htm
Kamis, 07 Nopember 1996
______________________________________________________________________
Kesenjangan Penyebab Kasus Situbondo
JAKARTA, (PR).-
Salah satu penyebab utama terjadinya kerusuhan Situbondo 10 Oktober
1996 lalu, adalah adanya kesenjangan antara orang-orang beragama
non-Islam yang mempunyai kehidupan lebih baik dengan orang-orang
Islam.
Demikian dikatakan Ketua Tim Pencari Fakta Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) untuk kasus kerusuhan Situbondo, Clementino dos
Reis Amaral, usai pembacaan pernyataan final kasus tersebut, Selasa
malam di Jakarta.
Namun, diakuinya, dalam kerusuhan Situbondo tersebut tidak ditemukan
adanya unsur fanatisme. Hal itu terungkap dari pernyataan uskup dan
para kiai.
"Penyebab lainnya adalah telah terjadi pembakaran terhadap sembilan
buah gereja pada tanggal 9 Juli 1996 di Surabaya. Namun pelakunya
tidak dibawa ke pengadilan dan cukup dengan bermusyawarah antara
masyarakat di sekitarnya. Sehingga hal itu merupakan salah satu sebab
mengapa terjadi lagi di Situbondo," ujarnya.
Selanjutnya ia mengungkapkan, ada suara yang mengatakan bahwa pelaku
pelecehan terhadap agama Islam sebagai biang dari kerusuhan tersebut
yaitu Saleh, dibawa ke gereja. "Namun ternyata hingga sekarang masih
belum diketahui sumber suara itu dari mulut siapa, dan memang tidak
terbukti bahwa Saleh dibawa ke gereja melainkan di bawa ke gedung
belakang pengadilan," katanya.
Sesalkan dan mengecam
Pada kesempatan itu, Sekretaris Jenderal Komnas HAM, Baharuddin Lopa,
melalui pernyataan finalnya mengatakan bahwa Komnas HAM menyesalkan
dan mengecam kerusuhan yang terjadi di Situbondo. Menurutnya, temuan
Komnas HAM memperlihatkan adanya sekelompok masyarakat dengan
menggunakan cara kekerasan telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian
material bagi negara dan kelompok atau anggota masyarakat lainnya,
sehingga dapat menjurus ke pertentangan antarumat beragama.
"Kerusuhan yang bermula dari kasus penghinaan terhadap agama Islam
yang dilakukan oleh tertuduh, Saleh (26) dan sedang diperiksa di
Pengadilan Negeri Situbondo dengan tuntutan jaksa seberat 5 tahun
penjara, ternyata telah menimbulkan ketidakpuasan dari kalangan umat.
Ketidakpuasan tersebut meletus menjadi tindak kekerasan berupa
perusakan dan pembakaran gedung PN Situbondo. Kemudian tanpa alasan
yang jelas perusakan tersebut berlanjut pada kendaraan, tempat ibadah,
toko-toko, dan bangunan lainnya," paparnya.
Dari keterangan yang diperoleh, lanjutnya, kerusuhan itu merupakan
luapan kemarahan massa dengan gerak serempak di beberapa tempat yang
menggunakan truk, sepeda motor, dan sebagainya. Sehingga menelan
korban jiwa sebanyak lima orang. Mereka masing-masing, Pendeta Ishak
Christian, Ribkalena Christian (istri), Elizabeth (putri), Rita
(keponakan), Nova (pembantu) meninggal terbakar di rumah dalam
kompleks Gereja GPPS yang dibakar masyarakat.
Sedangkan kerugian material berupa terbakarnya sebuah gedung PN, 24
buah gereja, 6 buah gedung sekolah TK, SD, SMP Katholik, sebuah panti
asuhan, 5 buah rumah pendeta, sebuah kelenteng, 9 buah mobil, 3 buah
sepeda motor, dan 6 buah toko, rumah makan atau tempat hiburan.
"Sementara itu, dari 145 orang yang ditangkap aparat keamanan saat
peristiwa terjadi, hingga 16 Oktober kemarin, tinggal bersisa 54 orang
yang akan diajukan ke pengadilan," ungkap Sekjen Komnas HAM.***
Sumber:
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/11/07/0008.html
EmoticonEmoticon