Kesenjangan Penyebab Kasus Situbondo

June 16, 2014

X-within-URL: http://www.pikiran-rakyat.com/01071104.htm
   
   Kamis, 07 Nopember 1996
   ______________________________________________________________________
                                      
   
Kesenjangan Penyebab Kasus Situbondo
   

   JAKARTA, (PR).-
   Salah satu penyebab utama terjadinya kerusuhan Situbondo 10 Oktober
   1996 lalu, adalah adanya kesenjangan antara orang-orang beragama
   non-Islam yang mempunyai kehidupan lebih baik dengan orang-orang
   Islam.
   
   Demikian dikatakan Ketua Tim Pencari Fakta Komisi Nasional Hak Asasi
   Manusia (Komnas HAM) untuk kasus kerusuhan Situbondo, Clementino dos
   Reis Amaral, usai pembacaan pernyataan final kasus tersebut, Selasa
   malam di Jakarta.
   
   Namun, diakuinya, dalam kerusuhan Situbondo tersebut tidak ditemukan
   adanya unsur fanatisme. Hal itu terungkap dari pernyataan uskup dan
   para kiai.
   
   "Penyebab lainnya adalah telah terjadi pembakaran terhadap sembilan
   buah gereja pada tanggal 9 Juli 1996 di Surabaya. Namun pelakunya
   tidak dibawa ke pengadilan dan cukup dengan bermusyawarah antara
   masyarakat di sekitarnya. Sehingga hal itu merupakan salah satu sebab
   mengapa terjadi lagi di Situbondo," ujarnya.
   
   Selanjutnya ia mengungkapkan, ada suara yang mengatakan bahwa pelaku
   pelecehan terhadap agama Islam sebagai biang dari kerusuhan tersebut
   yaitu Saleh, dibawa ke gereja. "Namun ternyata hingga sekarang masih
   belum diketahui sumber suara itu dari mulut siapa, dan memang tidak
   terbukti bahwa Saleh dibawa ke gereja melainkan di bawa ke gedung
   belakang pengadilan," katanya.
   
   Sesalkan dan mengecam
   
   Pada kesempatan itu, Sekretaris Jenderal Komnas HAM, Baharuddin Lopa,
   melalui pernyataan finalnya mengatakan bahwa Komnas HAM menyesalkan
   dan mengecam kerusuhan yang terjadi di Situbondo. Menurutnya, temuan
   Komnas HAM memperlihatkan adanya sekelompok masyarakat dengan
   menggunakan cara kekerasan telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian
   material bagi negara dan kelompok atau anggota masyarakat lainnya,
   sehingga dapat menjurus ke pertentangan antarumat beragama.
   
   "Kerusuhan yang bermula dari kasus penghinaan terhadap agama Islam
   yang dilakukan oleh tertuduh, Saleh (26) dan sedang diperiksa di
   Pengadilan Negeri Situbondo dengan tuntutan jaksa seberat 5 tahun
   penjara, ternyata telah menimbulkan ketidakpuasan dari kalangan umat.
   Ketidakpuasan tersebut meletus menjadi tindak kekerasan berupa
   perusakan dan pembakaran gedung PN Situbondo. Kemudian tanpa alasan
   yang jelas perusakan tersebut berlanjut pada kendaraan, tempat ibadah,
   toko-toko, dan bangunan lainnya," paparnya.
   
   Dari keterangan yang diperoleh, lanjutnya, kerusuhan itu merupakan
   luapan kemarahan massa dengan gerak serempak di beberapa tempat yang
   menggunakan truk, sepeda motor, dan sebagainya. Sehingga menelan
   korban jiwa sebanyak lima orang. Mereka masing-masing, Pendeta Ishak
   Christian, Ribkalena Christian (istri), Elizabeth (putri), Rita
   (keponakan), Nova (pembantu) meninggal terbakar di rumah dalam
   kompleks Gereja GPPS yang dibakar masyarakat.
   
   Sedangkan kerugian material berupa terbakarnya sebuah gedung PN, 24
   buah gereja, 6 buah gedung sekolah TK, SD, SMP Katholik, sebuah panti
   asuhan, 5 buah rumah pendeta, sebuah kelenteng, 9 buah mobil, 3 buah
   sepeda motor, dan 6 buah toko, rumah makan atau tempat hiburan.
   
   "Sementara itu, dari 145 orang yang ditangkap aparat keamanan saat
   peristiwa terjadi, hingga 16 Oktober kemarin, tinggal bersisa 54 orang
   yang akan diajukan ke pengadilan," ungkap Sekjen Komnas HAM.***
   


Sumber:
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/11/07/0008.html

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »