Pemilu di Era Orde Baru

June 15, 2014

Pemilu di Era Orde Baru

 08 Apr 2014   0 Comment

DALAM sejarah perpolitikan Indonesia, telah digelar 11 kali Pemilihan Umum (Pemilu). Dua kali di era Orde Lama (Orla) yakni tahun 1955 dan 1958), enam kali di era Orde Baru (Orba) dan tiga kali di era Reformasi. Berikut catatan kecil seputar hasil Pemilu di era Orde Baru dan awal era Reformasi, Pemilu 1999.

Pemilu 1971
Setelah menggelar Pemilu 1955 dan 1958, untuk pertama kalinya di era Orde Baru, Indonesia menggelar Pemilu 1971. Soeharo yang mendapat mandat melalui Sidang Istimewa MPRS 4 tahun sebelumnya akhirnya berhasil menggelar Pemilu 1971. Pemilu tersebut diikuti 10 organisasi peserta pemilu dengan 58.558.776 pemilih. Saat itu, anggota DPR ditetapkan 460 orang, sebanyak 360 dipilih dan 100 orang diangkat.

Adapun perolehan suaranya: Golkar menang mayoritas yakni 34.348.673 suara (236 kursi), NU mendapat 10.213.650 suara (58 kursi), Parmusi 2.930.746 suara (24 kursi), PNI 3.793.266 (20 kursi), PSII 1.308.237 suara (7 kursi), Parkindo 733.359 suara (7 kursi), Partai Katolik 603.740 suara (3 kursi) dan Perti 381.309 (2 kursi). Sedangkan IPKI dan Murba tidak memperoleh kursi.

Pemilu 1977
Pemilu kedua di era Orba digelar 2 Mei 1977 hanya diikuti oleh tiga partai yakni Golkar, PPP dan PDI, hasil peleburan yang dilakukan oleh Pemerintahan Seoharto. Pemilu 1977 melibatkan 70.378.750 pemilih. Hasilnya, Golkar memperoleh 39.750.096 suara (232 kursi) PPP 18.743.491 suara (99 kursi) dan PDI 5.504.757 suara (29 kursi).

Pemilu 1982
Lima tahun berikutnya digelar Pemilu ketiga, tepatnya 1 Oktober 1982. Kali ini diikuti oleh tiga partai seperti tahun 1977. Hasilnyapun Golkar tetap mendominasi dengan raihan 48.334.724 suara (242 kursi), PPP meraih  20.871.880 suara (94 kursi) dan PDI 5.919.702 suara (24 kursi).

Pemilu 1987
Pemilu berikutnya digelar 23 April 1987 dengan 93.737.633 pemilih. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, tetap mengacu pada Pemilu 1982. Ada catatan menarik pada Pemilu 1987. Hasil pemilu kali ini kurang berpihak pada PPP. Suara partai ini merosot, sehingga kehilangan 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi.

Penurunan suara PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka’bah ke Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh-tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Di sisi lain, Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, tampaknya mulai dekat dengan kekuasaan, diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.

PDI berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 meningkat menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987. Pada pemilu ini Golkar mendapat 62.783.680 suara (299 kursi), PPP 13.701.428 suara (61 kursi) dan PDI 9.384.708 suara (40 kursi)

Pemilu 1992
Lima tahun kemudian digelar Pemilu 1992. Pemilu kali ini digelar 9 Juni 1992. Hasilnya cukup mengagetkan, karena suara Golkar mulai terkikis dan PDI perlahan melaju dan mencuri perhatian pemilih. Golkar yang pada Pemilu sebelumnya meraih 299 kursi hanya mampu mendapat 282 kursi dari 66.599.331 suara. Sementara PPP mendapat tambahan satu kuris dari 16.624.647 suara (62 kursi).

DPI mampu meraup 14.565.556 suara, sehingga perolehan kursinya mencapai 56 kursi, atau naik 16 kuris dari Pemilu sebelumnya. Kenaikan yang signifikan ini erat kaitannya dengan mulai masuknya keluarga Sokarno di kancah politik. Nama Megawati Soekarno Putri makin akrab di telinga masyarakat, yang tampaknya rindu pada sosok Bung Karno.

Pemilu 1997
Pemilu 1997 digelar tanggal 29 Mei 1997. Belajar dari Pemilu sebelumnya, kemunculan Megawati mulai diendus sebagai ancaman. Pada saat itu segala macam cara dilaksanakan untuk menjegal anak Bung Karno tersebut agar dia tidak memimpin PDI. Suryadi, yang saat itu dinilai sebagai ‘boneka’ lantas maju memimpin PDI.

Dalam Pemilu 1997, jelas terlihat Suryadi tak mampu mendulang sukses. PDI malah babak belur dan hanya mampu meraih 11 kursi dari perolehan 3.463.225 suara. Sesuai skenario, Golkar berpesta pora dengan meraih 84.187.907 suara (325 kursi). Sementara PPP cukup puas dengan 25.340.028 suara atau 89 kurs.

Pemilu 1999
Hasil Pemilu 1997 membuat publik makin tak puas dengan Pemerintahan Soeharto yang dinilai KKN dan penuh rekayasa. Rakyat lalu bergerak mendengungkan gerakan reformasi. Hanya perlu satu tahun untuk menumbangkan Pemerintahan Soeharto dan mengganti Kabinetnya.

Setelah Presiden Soeharto lengser tanggal 21 Mei 1998, jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden BJ. Habibie. Atas desakan publik, pemilu dipercepat, dan hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Pemilu dipercepat dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan BJ. Habibie.

Terjadi euforia politik di mana-mana. Jumlah peserta pemilu membludak. Muncul partai-partai baru yang jumlahnya lebih dari 100 partai. Berbeda dengan Pemilu 1971 hingga Pemilu 1997, Pemilu 1999 diikuti 48 partai. Angka tersebut sangat jauh dari jumlah partai yang terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.

Hasil Pemilu 1999, menempatkan PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati sebagai parpol yang peraih suara terbanyak yakni 35.689.073 suara. Disusul Golkar 23.741.749 suara, PKB 13.336.982 suara, PPP 11.329.905 suara dan PAN 7.528.956 suara. Partai lainnya rata-rata memperoleh suara di bawah 2 juta. Bahkan, 11 partai tak bisa meraih kursi di DPR-RI. gre/dbs


Sumber:
http://posbali.com/pemilu-di-era-orde-baru/

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »