« Soeharto? Jelas Bukan Pahlawan! »
Hallo semua!!! Judul di atas keliatan provakatif banget ya? He4….Sebenarnya tulisan saya kali ini diadaptasi dari komentar saya di sebuah forum beberapa bulan lalu, yang kebetulan lagi membahas topik tentang “Pemberian Gelar Pahlawan Kepada Almarhum Suharto”. Waktu itu bisa dibilang komentar-komentar saya terlihat sangat tidak berdasar karena kebetulan saya browsingnya pakai telepon genggam, jadi waktu saya mau jelaskan panjang lebar tentang argumen saya, rasanya males banget karena tangan saya sudah capek, apalagi telepon genggam saya pakai layar sentuh, pokoknya ngga enak banget lah ngetik pake stylus.
Nah, di signature saya yang ada di forum itu saya tuliskan alamat email saya yang ada di Yahoo!, berhubung selama ini saya lebih sering pakai emal saya yang ada di gmail, saya jadi lupa dan ngga pernah nge-cek email saya yang di Yahoo! (orang bego, jangan ditiru!). Trus, semalam pas mau ber-YM-ria, saya jadi inget kalau punya email di Yahoo!. Akhirnya pas saya cek, ternyata ada beberapa anggota forum yang meng-email saya seputar komentar saya waktu itu. Berhubung topiknya sudah basi kalau saya postingkan di forum, mending saya tulis di sini aja deh, lumayan buat menuh-menuhin….:-)
Sekedar cerita, ada seorang teman yang waktu meninggalnya Suharto (inisialnya FN), nangis sampe guling-gulingan. Sebagai seseorang yang tahu tentang sejarah keluarganya, saya juga ikut kasian sama FN, apalagi kalau sampai keinginan para petinggi memberi gelar pahlawan pada Suharto terlaksana. Teman saya itu pernah cerita, kalau kakek neneknya itu waktu jaman-jamannya pasca pemberontakan PKI, dituduh sebagai orang PKI dan pada saat Bapaknya FN (inisial SJ) itu berumur 2 tahun, kakek neneknya FN hilang sampai sekarang entah diculik atau dibunuh. Akhirnya SJ dijadikan anak angkat oleh salah satu kerabatnya. Eh, belum selesai penderitaan, beberapa saat setelah keluarnya TAP MPRS/XXV/66 tentang pembubaran PKI, SJ beserta orang tua angkatnya diasingkan di P. Buru. Kemudian sekitar tahun 80an, secara tiba-tiba SJ dibebaskan tapi orang tua angkatnya tetap diasingkan. Yang memprihatinkan, waktu SJ membuat KTP (Kartu Tanda Penduduk), di KTPnya ada tulisan “ET” alias Eks-Tapol. Karuan SJ mau ngapa-ngapain ngga bisa bebas apalagi mau cari kerja untuk menyambung hidup. Yang lebih mengenaskan lagi saudara-saudaranya sama sekali ngga mau mendekati dia dengan alasan takut ‘terlibat’ PKI. Alhasil sudah pasti kehidupan SJ setelah menikah dan memiliki anak (FN temen saya itu), sangat memprihatikankan. Pasti anda semua sudah bisa membayangkan gimana nasib seseorang yang distigma sebagai PKI khan? Karena memang banyak sekali orang yang bernasib seperti itu. Lha wong temen saya FN itu aja masuk Sekolah Dasar di umur 11 tahun (padahal biasanya masuk SD itu kan umurnya sekitar 6-7 tahun kan?) karena susah sekali cari sekolah yang mau menerima orang yang ada ‘hubungan’nya dengan PKI. Jadi bisa dibilang FN nangis waktu Suharto meninggal bukan karena sedih kehilangan orang yang dicintai/dihormati, tapi karena sedih bahwa orang yang harus bertanggung jawab atas nasib buruknya sudah pergi.
Pernah saya sekali menemani FN untuk datang ke suatu pertemuan dimana orang yang datang dalam acara tersebut merupakan mantan para tertuduh dan dicurigai sebagai PKI, serta para eks-tapol, mereka sepertinya senang sekali setiap ada orang luar (yang tidak pernah tersangkut paut dengan PKI, seperti saya) ikut berkumpul. Katanya, mereka merasa ‘diuwongke’. Walaupun banyak dari mereka yang hingga saat ini namanya belum direhabilitasi.
Jujur, waktu saya mendengar tentang usul pemberian gelar pahlawan pada Suharto, muncul rasa empati pada nurani saya untuk menentang usulan tersebut, mungkin diantara anda juga ada yang sehati dengan saya. Sangat lucu sekali, jika selama ini segala kejahatan Suharto belum tersentuh, tapi sudah memberi gelar pahlawan, bukankah ini hanya menyakiti hati para korban kebijakan Suharto seperti teman saya itu. Ditambah lagi dengan perintah SBY untuk mengibarkan bendera setengah tiang pada saat meninggalnya Suharto, bukankah bendera setengah tiang hanya untuk pahlawan?
Mungkin anda masih ingat kasus DOM Aceh, Papua, Lampung, Tanjung Priok, Timor Leste, Kasus Gerakan Mahasiswa 77-78, 27 Juli, Haur Koneng, Gerakan 30 September, Petrus (penembak misterius), Waduk Nipah, dsb yang ditengarai sebagai ulah Suharto. Sekedar informasi, dari yang saya baca di salah satu buku karangan penulis luar negeri, bahwa total korban dalam pembantaian besar-besaran terhadap PKI atau juga dikenal pembunuhan besar-besaran 65/66 mencapai 3 juta jiwa, ini merupakan pembantaian terbesar di dunia di LUAR PERANG.
Pasti anda juga masih sangat ingat dengan peristiwa Semanggi. Seperti yang kita tahu para mahasiswa korban penembakan yang diduga didalangi Suharto tersebut telah diberi gelar pahlawan. Lah kalau sekarang yang dicurigai sebagai aktor intelektualnya juga diberi gelar pahlawan, apa kata dunia? Apalagi menurut StAR (Stolen Asset Recovery) Initiative, Suharto merupakan koruptor wahid di dunia dengan jarahan sekitar 15-30 miliar dollar.
Lalu ada salah satu pernyataan teman saya FN yang mungkin bisa mengajak kita untuk berpikir sejenak. Jadi temen saya itu komentar kalau pasca meninggalnya Suharto, di TV itu isinya cuma mengenang ‘jasa-jasa’ (saya kasih tanda kutip, karena saya masih bingung dengan jasa-jasanya,hue…) Suharto dan yang paling dibanggakan dan digembar-gemborkan sejak dulu adalah tentang Swasembada Pangan. Seperti yang kita duga dan kita percaya, bahwa Suharto adalah pelanggar HAM berat dengan puluhan kasus, koruptor terbesar di dunia, manipulator sejarah (seperti G30S/PKI, Serangan Umum 1 Maret, Supersemar, dsb), kalau Suharto bisa menjadi dalang dari semua MEGA KEJAHATAN tersebut, bukankah hal yang sangat mudah untuk memanipulasi tentang prestasi Swasembada Pangan? (hanya Tuhan yang tahu)
Menurut para sejarawan, seseorang yang akan diangkat menjadi pahlawan nasional harus memiliki sejumlah kriteria yang harus dipenuhi selain masalah prosedural. Sesuai dengan ketentuan, orang yang dianugerahi pahlawan nasional harus berjasa dan tidak memiliki cacat dalam perjuangan. Dari sisi tersebut, Soeharto tidak memiliki kriteria yang tidak cacat. Saat ini dia masih berstatus tersangka kasus dugaan korupsi di tujuh yayasan dan terindikasi melakukan pelanggaran HAM berat. Dan ada juga kasus perampasan tanah-tanah rakyat petani demi kepentingan ekonomi para kroni Soeharto, contohnya di Tapos, Cilacap, Badega, Kedungombo, dan banyak lagi, kemudian kasus Marsinah yang sampai saat ini belum jelas, dan sebagai orang Jogja saya juga masih ingat dengan kasus Udin wartawan Bernas yang dikaitkan dengan Sri Roso Sudarmo dan Notosuwito (saudara Suharto). Jadi apakah anda setuju Suharto jadi pahlawan?
Memang sebelum Suharto akhirnya meninggal, setiap hari seluruh wartawan dari berbagai media, menyampaikan segala perkembangan kesehatan Suharto secara baik, bahkan semenjak tim dokter Suharto sering muncul di TV untuk memberi keterangan tentang kesehatan Suharto, banyak sekali teman-teman saya yang nyesel ngga jadi kuliah di Fakultas Kedokteran karena waktu itu dokter-dokternya Suharto kelihatan keren, hehehehehe ^^
Namun, seolah-olah tayangan tersebut mengajak kita untuk hanyut dalam suasana romantisme tentang Suharto, sehingga tidak sedikit orang-orang yang dulu merasa dirugikan oleh Suharto sekarang menjadi kasihan dan ingin memaafkan, malah kalau bisa menjenguk Suharto. Mengingat tabiat rakyat Indonesia yang sangat mudah dihasut atau terprovokasi, ini bagi saya sangat berbahaya, karena bisa dibilang media yang sebagai pembentuk opini publik dapat mempengaruhi masyarakat sehingga menghambat usaha penegakan kasus-kasus Suharto yang sedang digiatkan saat ini.
Jelaslah dari semua yang kita ketahui tentang Suharto, hasil karyanya yang paling nyata adalah pemiskinan rakyat yang luar biasa, penindasaan dan penghisapan terhadap kaum buruh yang juga luar biasa, barisan pengangguran yang tak kalah dahsyatnya, beserta juga kisah sebuah negeri, berikut kekayaan alamnya, dan harga diri rakyatnya yang telah digadai ke tangan kekuatan imperialisme.
Soeharto, adalah peletak dasar kolaborasi dengan para imperialis ini. Saya jadi penasaran, gimana ya komentar negara lain, tentang sebuah negara yang memberi cap pahlawan pada sosok yang paling merugikan bagi bangsanya sendiri….*sok mikir mode on*
Jadi sekali lagi, Apakah anda setuju jika Suharto menjadi pahlawan di Indonesia kita yang tercinta ini?
Sumber:
http://dhamastya.wordpress.com/2008/05/18/soeharto-jelas-bukan-pahlawan/
EmoticonEmoticon