Selasa, 07 Januari 1997 | 15:54 WIB
"Ada Bukti Keterlibatan Pihak Tertentu....."
TEMPO Interaktif, Jakarta:MAYOR Jenderal Tayo Tarmadi adalah petinggi militer yang bicara "lain" menanggapi kerusuhan di Tasikmalaya. Sementara sebagian besar pejabat dan tokoh masyarakat sibuk menghimbau rakyat agar tetap tenang dan mawas diri, Mayjen Tarmadi menunjuk pemerintah sebagai pihak yang seharusnya menjadikan kerusuhan itu sebagai sarana instropeksi diri.Di depan para ulama dan tokoh masyarakat se-Jawa Barat di Tasikmalaya, 30 Desember 1996 lalu, Panglima Kodam Siliwangi ini mendasarkan himbauannya pada kenyataan bahwa keberhasilan pembangunan seyogyanya tidak menimbulkan kesenjangan terlalu jauh di masyarakat. Putra Karawang, Jawa Barat, yang 7 Maret 1997 nanti genap 54 tahun, menyampaikan bahwa kebijakan publik, baik yang berdampak langsung atau tidak langsung bagi masyarakat, jangan sampai membuat ada kelompok masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil. Karena, itulah tunas timbulnya kerusuhan bila pemerintah tidak melakukan pembenahan kebijakan.
Lulusan AMN tahun 1966 -- seangkatan dengan Kassospol Letjen Syarwan Hamid -- ini begitu mendengar Tasikmalaya rusuh pada 26 Desember lalu langsung meluncur dari Makodam Siliwangi di Bandung ke Tasikmalaya. Mayjen Tarmadi yang berasal dari infantri ini segera mengerahkan Batalyon 330 dari Bandung, Batalyon 323 dari Majalengka, dan Batalyon 301 dari Sumedang, serta beberapa pasukan Kostrad, untuk mengamankan Tasikmalaya.
Mayjen Tayo Tarmadi -- ketika dilantik pada Maret 1995 termasuk satu dari tiga orang generasi pertama AMN 1966 yang menjabat panglima Kodam -- langsung bergerak cepat. Malam harinya, dia sudah ada di Ponpes Condong untuk menjumpai pimpinan pondok yakni KH Makmun dan putranya Ustadz Mahmud. Pangdam mengajak kedua tokoh yang berkaitan langsung dengan Peristiwa 26 Desember 1996 itu untuk menenangkan massa lewat siaran radio.
Maka, Mayjen Tayo cepat menganalisa keadaan. "Terdapat bukti-bukti keterlibatan pihak ketiga dalam Peristiwa Tasikmalaya," kata Pangdam Siliwangi yang memegang tampuk pimpinan militer Jawa Barat sejak sembilan bulan sebelum pecah Peristiwa Tasikmalaya. Berikut wawancara singkat TEMPO Interaktif dengan Pangdam Siliwangi itu di Tasikmalaya seusai Pangdam menghadiri pertemuan dengan para ulama dan tokoh masyarakat Tasikmalaya, 30 Desember 1996, di Kantor Bupati Tasikmalaya.
Apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi kerusuhan di Tasikmalaya?
Kami memberikan penyuluhan-penyuluhan ke pesantren, ulama, dan masyarakat setempat.
Polisi yang menyiksa ustadz dari Condong kabarnya sempat memaki dengan kata-kata yang melecehkan agama Islam. Sejauh mana ini benar?
Semuanya masih dalam penyelidikan. Untuk mengatasi isu yang berkembang, kami mengusahakan dialog dalam sebuah forum agar semua pihak mengemukakan pendapatnya.
Bisa dijelaskan lebih rinci?
Ya, seperti pertemuan sekarang ini yang dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan aparat pemerintah.
Kerusuhan Tasikmalaya apakah merupakan spontanitas masyarakat?
Bila dilihat dari sasaran kerusuhan jelas itu bukan spontanitas. Masa' spontanitas sasarannya dipilih-pilih. Masyarakat Tasikmalaya itu sangat agamis, dari penyelidikan tidak ada keterlibatan santri dalam kerusuhan itu.
Anda menyebut keterlibatan pihak ketiga, siapa mereka?
Bukan pihak ketiga, tapi pihak tertentu yang ingin memecah belah persatuan dengan menggunakan isu Islam. Mereka berharap yang timbul nanti adalah arogansi muslim yang mayoritas. Dan tentu pihak tertentu itu sudah paham, baik secara psikologis maupun politis dari kerusuhan itu akan ada perlawanan balik dari minoritas (keturunan Cina dan non Islam, Red). Tapi, kenyataannya kita tidak melihat hal itu dari warga minoritas.
Siapa pihak-pihak tertentu yang dimaksud?
Saya baru melihatnya dalam rekaman video. Dokumen-dokumen pihak tertentu itu belum dikaji oleh staf.
Konkritnya seperti apa dokumen yang didapat?
Kami punya rekaman video saat kerusuhan dan selebaran-selebaran yang berkaitan dengan kerusuhan tersebut.
Apakah kerusuhan Tasikmalaya menandakan kekecewaan masyarakat terhadap aparat?
Ini masih dalam penyelidikan kami. Secara kumulatif dan eksplisit, akibat kerusuhan itu belum dapat kami simpulkan.
Selama ini, apakah terjadi kesenjangan antara umat Islam dengan non Islam?
Kesenjangan beragama tidak pernah terjadi di Tasikmalaya.
Tetapi mengapa sasaran kerusuhan di antaranya adalah gereja dan toko-toko milik warga keturunan Cina?
Saya tidak mengistilahkan demikian. Kerusuhan itu masih dalam penyelidikan staf Kodam dan kepolisian.
Siapa saja pelaku kerusuhan tersebut?
Setahu saya, yang ditahan di kepolisian sebanyak 89 orang.
Apa latarbelakang mereka?
Tanyakan saja pada mereka. Namun dari tersangka yang ditahan terdapat beberapa orang residivis.
Apakah santri-santri pesantren terlibat dalam kerusuhan?
Masyarakat Tasikmalaya sangat agamis. Dari hasil monitoring dan penyelidikan tidak terdapat keterlibatan santri dalam kerusuhan itu. Pelaku kerusuhan bertindak sangat tidak Islami dan itu bukan cermin tindakan santri.
Apakah ada keterlibatan orang-orang luar Tasikmalaya?
Setahu saya ada orang dari Garut yang ditahan dari 89 orang tersangka.
Yang dari Jawa Timur?
Tidak ada.
Orang luar Tasikmalaya itu berlatar belakang santri?
Pelaku kerusuhan bertindak sangat tidak Islami, bagaimana bisa disebut santri.
Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/1997/01/07/0587527/Ada-Bukti-Keterlibatan-Pihak-Tertentu
EmoticonEmoticon