Wawancara Hamzah Haz: "Foto Kiai itu Bukan Pembakar Semangat Jihad untuk Berperang"

June 16, 2014
Edisi 52/01 - 22/Feb/1997
Nasional

Wawancara Hamzah Haz:
"Foto Kiai itu Bukan Pembakar Semangat Jihad untuk Berperang"


FOTO kiai, salah-salah, bisa bikin perkara. Apalagi jika sampai tersebar luas di kawasan penuh gejolak --yang hingga kini baranya masih terasa-- berujung perang dan kerusuhan antar etnis Dayak dan etnis Madura, di Sanggau Ledo, Pontianak, Kalimantan Barat. KSAD Jenderal R.Hartono, dan Aspam KSAD Mayjen Zaky Anwar, dalam acara halal bi halal di markas TNI AD, kawasan Veteran, Jakarta Pusat, Senin, 17 Februari, pekan lalu, kepada pers menyebut peran sejumlah kiai Madura sebagai biang penyulut kerusuhan baru di sana, dengan cara menyebar-nyebarkan foto mereka. Menurut Jenderal yang dikenal dekat dengan Ketua Golkar Mbak Tutut ini, sebab meluasnya kerusuhan di bumi katulistiwa itu karena adanya hasutan dari orang luar yang datang ke sana sambil menjual foto-fotonya. Sedangkan foto yang dimaksud adalah foto dua ulama Madura yang juga tokoh" mesin" pencetak suara PPP, KH Amin Imron dan KH Abdulah Schal. Tapi tudingan itu dibantah Ketua Umum PPP Ismail Hasan "Buya" Metareum. Ia bilang, foto itu sudah dicetak sebanyak 25 ribu lembar, setahun lalu, untuk mencari dana kampanye.
Selain membentuk tim pencari fakta (yang mengusut gelagat ulama Madura itu), Partai Bintang juga mengirim surat resmi untuk penjelesan kepada Pangab Jenderal Feisal Tanjung. Kiai Adulah Schal sendiri memang sempat berada di Pontianak --bersama KH Nurrudin A. Rachman, KH Syafei Rofi'i dan KH Imam Buchori-- yang tergabung dalam Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra). Kabarnya, kedatangan keempat kiai asal Madura ini atas permintaan warga Madura di Sanggau Ledo. Gubernur Jawa Timur pun disebut-sebut ikut meminta agar kiai Madura datang ke Pontianak untuk menenangkan warga Madura di sana.
Untung ada jawaban dari Pangab yang melegakan PPP: tidak ada kiai Madura yang diperiksa. Tapi bagaimana kisah sampai foto itu menyebar di lokasi kerusuhan? Bagaimana hasil tim pencari fakta PPP? Menurut Hamzah Haz, 57 tahun, Ketua Fraksi PPP yang ditemui Edy Budiyarso dari TEMPO Interaktif, Selasa, 18 Februari 1997, di DPR Senayan, Jakarta, , "Seharusnya Bassra-nya yang perlu diteliti, bukannya PPP." Berikut petikan wawancara tersebut.

Apa dampak politik pernyataan KSAD Jenderal TNI R. Hartono yang menyebutkan adanya oknum PPP yang menghasut masyarakat Kalimantan Barat?
Saya kira kami belum dapat melihat dampaknya. Kami juga tidak berburuk sangka dengan menilai bahwa pernyataan Jenderal Hartono itu untuk mendiskreditkan partai. Apalagi anggota partai kami itu sudah lama, bukan satu dua tahun tetapi sudah lama. Kalau disebutkan keterlibatannya karena ada foto KH Amin Imron (caleg nomor pici untuk Jawa Timur, yang fotonya disebar-sebarkan) di sana, ya, kami jelaskan. Sampai hari ini kami belum menyimpulkan adanya anggota kami yang terlibat mengipas-ngipasi kejadian di Sanggau Ledo. Bisa saja informasi yang masuk ke ABRI itu keliru, tidak seperti itu. Tetapi kemudian dikembangkan sendiri. Dan kami akan mencek lagi tentang masalah itu, sehingga kami memperoleh informasi yang mendalam, tidak saja informasi dari pers yang kami tidak tahu arahnya ke mana.
Sejauh mana keterlibatan KH Amin Imron dalam kasus itu?
Pak Amin (maksudnya KH Amin Imron, red) itu tidak ikut. Dan beliau tidak pernah berada di Kalimantan Barat berkait dengan kerusuhan itu. Kami sudah tanyakan kepada yang bersangkutan, dan beliau mengatakan tidak pernah pergi ke Kalimantan Barat dalam waktu dekat yang berkaitan dengan kerusuhan. Memang, beliau pernah ke Kalimantan Barat, tetapi sudah lama sekali, lebih dari setahun yang lalu. Jadi dalam masa sebelum dan sesudah kerusuhan, beliau tidak pernah ke sana.
Siapa saja yang masuk dalam tim pencari fakta PPP untuk kasus kerusuhan Kalimantan Barat?
Tim fraksi PPP berjumlah tiga orang dan diketuai oleh Koen Solehoeddin, serta dua anggota yaitu Bachtiar Chamzah, K.H Drs. Nadhir Muhammad. Tidak ada nama Amin Imron di sana. Ketiga orang dari fraksi PPP ini terjun langsung sampai ke Sanggau Ledo, Kecamatan Samalantan, Pontianak. Mereka berangkat beberapa hari setelah kerusuhan pada 9 Januari 1997.
Apa hasil temuan tim itu?
Data yang kami temukan hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Pangdam Tangjungpura. Seribu lima puluh rumah dirusak dan dibakar, tujuh ratus rumah musnah tanpa sisa, berikut masjid, serta sejumlah korban (tidak mau menyebut angka). Dan dikatakan oleh bupati kerugiannya mencapai Rp 13 milyar. Kerusuhan muncul ada kaitannya dengan sikap mudah emosional, mungkin juga ada hubungannya dengan adanya komplikasi yang terjadi di masyarakat. Bisa soal kesenjangan, bisa soal ketidakadilan, itu yang turut memicu. Masyarakat di sana memang mudah terbakar. Konflik sering terjadi di sana seperti pada tahun 1967, antara Dayak dan keturunan Cina, lalu pada tahun 1979, antara Dayak dengan Madura juga pernah terjadi.
Apa ada rekomendasi PPP setelah mendapatkan temuan di lapangan?
Pertama, melihat kerugian yang besar dari salah satu pihak, kami lewat tim itu meminta agar pemerintah untuk segera menindak lewat prosedur hukum dengan tidak pandang bulu terhadap kedua belah pihak yang bersalah. Kedua, pemerintah harus cepat melakukan penanganan terhadap harta benda, sehingga kerusuhan itu tidak berlarut-larut. Kalau pada waktu itu pemerintah bisa melakukannya dengan cepat proses itu, kami kira tak akan berlarut-larut. Tidak sampai terjadi seperti sekarang ini yang sampai meluas. Kalau sekarang ini yang terjadi adalah tidak hanya cerita tentang Dayak dengan Madura yang ada di Sanggau Ledo itu, tetapi meluas sampai ke daerah Kalimantan Barat.
Bukankah keempat ulama itu kiai PPP?
Ini yang sedang kami dalami. Kami sedang minta konfirmasi dengan DPW PPP di Jawa Timur. Dan sepanjang informasi yang kami peroleh, ke empat ulama itu datang ke sana atas permintaan masyarakat di Jawa Timur, dan bukan dimaksudkan sebagai upaya mendorong terjadinya kerusuhan-kerusuhan itu.
Makanya, harus dibuktikan apakah kiai-kiai yang datang ke sana memberikan semangat untuk bentrok. Saya kira itu yang perlu diteliti. Dan kalau memang ada kiai yang menghasut, yang harus dituntut terlebih dahulu adalah Bassra-nya, lantas yang menampung kiai-kiai itu di Kalimantan Barat. Jangan dampak negatifnya yang ke partai.
Apakah sebelumnya ada kerjasama antara kiai-kiai dari Madura yang datang ke sana dengan PPP?
Kami tidak tahu, mereka tidak pernah datang ke partai, tidak pernah ada komunikasi dengan partai. Kedatangan dia itu sebagai Bassra (Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura, red). Dan orang-orang Madura itu 'kan NU, jadi lebih dekat dengan NU-nya. Ke NU-annya lebih dalam dari partai. Tetapi karena orang Madura adalah NU dan mereka menganggap bahwa NU sama dengan PPP. Jadi yang jelas partai tidak terlibat. Kami DPW PPP Kalbar tidak tahu menahu ada empat kiai Madura yang datang ke sana. Sebab kalau dia mengatasnamakan partai, dia pasti datang ke DPW dong. Tapi mereka datang sebagai Bassra. Orang Madura yang di sana yang seharusnya bertanggung jawab, bukan partai 'kan. Tetapi sejauh yang kami dengar, mereka datang untuk mendamaikan. Dan kami dengar lagi, kedatangan kiai-kiai yang tergabung dalam Bassra ini karena suruhan Gubernur Jatim, Basofi Sudirman, jadi tidak ada kaitannya dengan partai.
Jadi ada kaitannya dengan NU?
Orang Madura itu 'kan umumnya NU. Memang orang Madura di Kalimantan Barat itu adalah NU dan sembilan persen adalah anggota PPP dan saya kira di mana-mana hampir sama itu. Tetapi dalam rangka ini, Bassra tidak ada kaitannya dengan partai. Kemudian mereka datang ke Wakil Gubernur, ke Danrem, dan ke Bupati tidak ditemani oleh orang-orang partai. Berarti ada orang Madura yang menampungnya di sana. Tapi karena disebutkan ada Kiai Amin Imron, seorang anggota DPR maka kami memberikan penjelasan. Dan sudah kami jelaskan bahwa beliau tidak pernah datang rangka kerusuhan itu.
Tapi kenapa KSAD Jenderal Hartono menyebut adanya keterlibatan oknum partai?
Jenderal Hartono juga tidak menyebut soal PPP. Tetapi dalam masalah itu kami taat kepada hukum, kalau memang betul ada anggota kami yang terlibat kami tidak keberatan untuk diproses secara hukum. Tetapi tugas partai tentu membelanya. Jadi tugas kami sekarang ini untuk mengetahui lebih dalam permasalahan itu. Kami akan konsultasi dengan pemerintah dan tentunya dengan KSAD, kami akan bertanya apa maksud pernyataannya. Jadi kami tidak apriori dengan peryataan KSAD tersebut.
Kalau tidak ada anggota PPP yang terlibat mengapa PPP harus membuat klarifikasi?
Kan wartawan bertanya. Karena disebut-sebut adanya foto Pak Amin Imron. Padahal, foto itu sudah dibuat PPP sejak lama, dalam upaya mencari dana di Jawa Timur. Foto dengan tanda gambar bintang itu juga dimaksudkan untuk menarik simpati pesantren-pesantren. Seperti di Madura, kalau kiainya masuk partai, santrinya tawaddu' (menaruh hormat) sekali. Maka di pasanglah tanda gambar dengan dua foto kiai yaitu K.H Amin Imron dengan K.H Abdulah Schal yang dua-duanya dari Madura. Kalau foto ini kemudian di ada Kalimantan Barat, karena memang ada santrinya yang berada di sana. Nah, entah bagaimana foto itu bisa sampai ke tangan aparat, apakah tercecer dari rumah yang dibakar (sambil menunjukan foto, Kiai Amin Imron dan Abdulah Schal, mengapit tanda gambar bintang dan di atasnya ada tulisan huruf Arab).
Ada yang mengatakan bahwa tulisan Arab itu yang membakar semangat jihad untuk berperang. Apa arti tulisan Arab itu?
Kalau diterjemahkan bebas artinya, "Semoga dilimpahkan oleh Allah kepada kami berkat dari kedua orang ini di dunia dan di akhirat". Jadi tidak betul, kalau dikatakan membakar semangat jihad untuk berperang. Dengan menyimpan foto ini diharapkan ada berkahnya.

 Sumber:
http://tempo.co.id/ang/min/01/52/nas1.htm

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »