SiaR---LAPORAN TIM RELAWAN SOAL PERKOSAAN DAN KERUSUHAN (2/3)
LAPORAN TIM RELAWAN SOAL PERKOSAAN DAN KERUSUHAN (2/3)
Lokasi Perkosaan dalam Wilayah Kerusuhan
GAMBAR
Keterangan:
* Keseluruhan Gambar: Luasan wilayah kerrusuhan
* Warna Gelap : Luasan wilayah perkosaan dan pelecehan seksual massal
Apa yang bisa ditarik dari pola lokasi perkosaan massal di atas? Pertama,
perkosaan dan pelecehan-seksual massal itu terjadi di beberapa kawasan
peristiwa kerusuhan yang melibatkan pengrusakan, pembakaran, penganiayaan
dan kematian massal (Lihat: Dokumentasi Awal No. 1 & 2). Kedua, pola lokasi
perkosaan di atas menunjukkan dengan jelas bahwa tindakan perkosaan massal
dan pelecehan seksual itu diarahkan pada warga Tionghoa. Gejala ini bisa
dibuktikan dengan identitas para korban yang sampai hari ini terkumpul pada
'Tim Relawan'.
2. Modus Operandi Perkosaan Massal
Seperti sudah disebut, peristiwa perkosaan massal itu terjadi dalam rentetan
peristiwa kerusuhan, pengrusakan dan pembakaran. Dan perkosaan massal itu
punya pola cara yang sangat mirip dengan pola modus operandi sistematis dan
terorganisir yang dipakai dalam pengrusakan dan pembakaran. Pada hampir
semua kasus, kedekatan yang sangat kuat antara cara pengrusakan dan
perkosaan massal mengisyaratkan bahwa kedua peristiwa itu terjalin sebagai
satuan kejadian:
"Sekelompok orang tak dikenal memasuki ruko korban dan menjarah
barang-barang. Sebagian lainnya menelanjangi R dan memaksanya menyaksikan
kedua adiknya diperkosa. Setelah diperkosa, kedua gadis itu dilempar ke
lantai bawah yang sudah mulai terbakar. Kedua gadis itu mati, sedang R
berhasil selamat karena ada yang menolong." (Cerita keluarga korban R, L, M,
peristiwa 14 Mei 1998).
Sifat massal dari perkosaan itu juga bisa dikenali pada begitu banyak
peristiwa perkosaan dan pelecehan seksual, seperti nampak dalam salah satu
kisah berikut ini.
"Ketika ada di rumah, puluhan pemuda tak dikenal berpakaian lusuh dan
berwajah dingin menyerbu rumah korban dan menjarah. Delapan orang di
antaranya menyeret, melucuti pakaian dan memperkosa korban selama dua jam."
(Cerita sahabat korban L, peristiwa 14 Mei 1998).
Sebagaimana kami tunjukkan dalam 'Dokumentasi Awal No. 2', para pelaku
peristiwa itu datang dari tempat yang tak dikenal, dan bisa dibedakan dari
warga setempat. Pada beberapa kasus, korban bisa lolos dari perkosaan massal
justru karena diselamatkan oleh warga setempat:
"...Di antara 4 pemuda yang naik motor, ada yang berteriak 'pisahkan
cewek-ceweknya dan bawa ke sekolahan'. Korban lolos dari usaha perkosaan
karena ditolong warga setempat." (Cerita L & L, peristiwa 13 Mei 1998)
Berikut ini adalah contoh-contoh dari bagaimana berbagai peristiwa perkosaan
dan pelecehan seksual massal itu dilakukan, apa yang dilakukan, dan indikasi
tentang siapa yang melakukan.
Tabel 3
Contoh Pola Modus Operandi Pelecehan Seksual dan Perkosaan Massal, 13-155
Mei 1998
No./Initial Nama (samaran)/Umur (tahun)/Status/Tanggal Kejadian/Modus Operandi
1./S/Ibu rumahtangga (pengantin baru)/13 Mei/Sekelompok orang tak dikenal
memasuki rumahnya. Di antaranya mengancam korban dengan mengatakan "Lu kalau
nggak ngasih uang, gua perkosa." Sementara barang-barrangnya dijarah, korban
ditelanjangi.
2./L dan L/Ibu rumahtangga dan putrinya/13 Mei/Massa datang dari tiga arah.
Ada 4 pemuda naik motor yang memberi aba-aba "bakar, serbu" dan sekelompok
pemuda tanggung berpakaian lusuh memulai perusakan. Korban turun dari lantai
atas setelah rukonya dirusak dan dijarah. Di antara pemuda berpakaian lusuh
ada yang berteriak "Cina bangsat perusak bangsa kami", sambil mengerayangi
ibu dan gadisnya dan berusaha melucuti pakaiannya. Diantara 4 pemuda yang
naik motor ada yang teriak "Pisahkan cewek-ceweknya dan bawa ke sekolahan."
Korban lolos dari usaha perkosaan karena ditolong warga setempat.
3./W dan S/15 dan 20/13 Mei/Puluhan pemuda yang diturunkan dari 2 truk
menyerbu ruko milik korban. Mereka menjarah barang, menyeret, dan melucuti
pakaian korban serta memperkosanya. Sebagian lainnya membakar ruko dan
membiarkan korban terbakar di ruko.
4./W dan L/50 dan 26 (Ibu dan putrinya)/13 Mei/Sekelompok orang tak dikenal
merusak dan menjarah rumah korban. Sebagian orang itu memaksa anak lelaki
korban memperkosa adiknya dengan ancaman. "Kalau tidak mau dibakar." Mereka
juga memaksa pembantu lelaki korban untuk memperkosa majikannya. Perkosaan
dilanjutkan oleh orang-orang tak dikenal. Rumah korban dibakar, kakak
beradik dilemparkan ke dalam api dan ibu menyusul membakar diri.
5./D/17/13 Mei/ Puluhan pemuda yang diturunkan dari 2 truk menyerbu ruko
milik korban, menjarah, memperkosa dan menggigit puting payudara korban
hingga putus. Setelah itu mereka membakar ruko. Korban berhasil
menyelamatkan diri
6./R/26/14 Mei/Sekelompok orang tak dikenal memasuki kamar R. Sebagian
menjarah barang-barang dan sebagian lainnya menelanjangi korban. Suami
korban yang berusaha melindungi dipukul oleh pelaku perusuh.
7./N/Ibu rumah tangga, hamil 4 bulan/14 Mei/Sekelompok orang tak dikenal
mendobrak rukonya, menjarah barang-barang. Sebagian lainnya menarik dan
melucuti pakaian korban. Suami korban yang berusaha menolong dipukul oleh
pelaku. Dalam keadaan telanjang bulat, korban meloloskan diri dan lari.
Ketika menuruni tangga, korban terjatuh, kaki patah dan keguguran kandungan.
Korban meninggal di rumah sakit akibat pendarahan.
8./M,L,R/kakak beradik/14 Mei/Sekelompok orang tak dikenal memasuki ruko
korban dan menjarah barang-barang. Sebagian lainnya menelanjangi R dan
memaksanya menyaksikan kedua adiknya diperkosa. Setelah diperkosa, kedua
gadis itu dilempar ke lantai bawah yang sudah mulai terbakar. M dan L mati,
R berhasil selamat karena ada yang menolong.
9./M/Ibu rumah tangga/14 Mei/Sekelompok orang tak dikenal memasuki ruko
korban dan menjarah barang. Sebagian lainnya memegangi suami korban dan
memaksanya menonton korban yang sedang ditelanjangi
10./L/23/14 Mei/Pada tanggal 13 Mei korban dan keluarganya mengungsi karena
isu ada aksi mahasiswa dan kerusuhan. Ketika tak terjadi kerusuhan dan
merasa aman, korban dan keluarganya kembali ke rumah. Ketika ada di rumah
(tanggal 14 Mei), puluhan pemuda tak dikenal berpenampilan kumuh dan
berwajah dingin menyerbu rumah korban dan menjarah. Delapan (8) orang
diantaranya menyeret, melucuti pakaian dan memperkosa korban selama 2 jam.
11./L/11/14 Mei/Puluhan orang tak dikenal merusak rumah korban dan
menjarahnya. Mereka melucuti pakaian, memperkosa dan merusak vagina korban
dengan kawat berduri. Korban meninggal di rumah sakit.
12./L/9/14 Mei/Sekelompok orang tak dikenal menyerbu rumah korban, merusak
dan menjarahnya. Sebagian lainnya menyeret korban, memperkosa dan menusuk
vagina korban dengan pecahan botol. Korban meninggal di RS Singapura.
13./N dan L/19 dan 21/14 Mei/Puluhan orang menghancurkan ruko milik keluarga
korban dan mengancam korban dengan mengatakan "Karena Cina kamu diperkosa."
Kakak beradik itu kemudian diperkosa secara bergantian oleh 7-10 orang. Ruko
dibakar dan dua kakak beradik itu dilempar ke api dengan disaksikan orang
tua korban.
14./R, I, dan D/18, 15, dan 40/14 Mei/Ruko korban diserbu puluhan orang tak
dikenal. Sebagian menjarah barang, sebagian lagi memperkosa ibu dan dua
gadisnya. Karena tertekan, R melompat dari jendela dan meninggal. Ruko
kemudian dibakar, ibu dan seorang gadisnya berhasil menyelamatkan diri.
15./M/23/15 Mei/Setelah menjarah dan membakar ruko milik korban, sekelompok
orang tak dikenal meremas-remas payudara korrban.
16./L/Ibu rumah tangga/15 Mei/Sekelompok orang tak dikenal memasuki kompleks
perumahan. Sebagian menjarah barang, sebagian lagi melucuti pakaian korban
dan memaksanya menari-nari diatas tempat tidur. Suami korban yang berusaha
menolong diseret, dipukul dan dibacok punggungnya. Seorang tetangga yang
menolong juga ditusuk dan mati. Anak korban berhasil diselamatkan oleh
tetangga, sementara rumah korban dibakar. dan ibu ini sekarang menjadi gila.
Sumber: Dokumentasi 'Tim Relawan Untuk Kemanusiaan', dari kesaksian para
korban, keluarga korban dan saksi mata tentang peristiwa13 - 15 Mei 1998.
3. Korban Perkosaan Massal
Keluasan peristiwa perkosaan massal terbukti dari begitu banyaknya korban,
kerabat, kenalan dan saksi mata yang dengan sangat rahasia dan penuh
prihatin melaporkan peristiwa yang telah terjadi. Dari cerita dan laporan
sangat confidential itu, terkumpul jumlah korban yang mengalami perkosaan
dan pelecehan seksual, sebagaimana dapat dilihat di Tabel 4. Duapuluh (20)
di antara mereka sudah meninggal, sedangkan kebanyakan lainnya berada dalam
kondisi fisik dan psikologis yang sangat berat. Jumlah total korban
perkosaan dan pelecehan seksual massal yang melapor sampai 3 Juli 1998
adalah 168 (152 dari Jakarta dan sekitarnya, 16 dari Solo, Medan, Palembang
dan Surabaya).
Jumlah sebagaimana terlihat dalam Tabel 4 berikut bukanlah jumlah
keseluruhan korban, melainkan baru jumlah korban sejauh dilaporkan sampai
tanggal 3 Juli 1998.
Tabel 4
Jumlah Korban Perkosaan dan Pelecehan Seksual, Jakarta dan Sekitarnya*)
Tanggal Perkosaan/Perkosaan & Penganiayaan/Perkosaan & Pembakaran/Pelecehan
Seksual/Total/Jumlah Korban
13 Mei/-/2/3 (semua mati)/4 (3 mati)
14 Mei/101/17 (7 mati)/6 (semua mati)/8 (1 mati)/132 (14 mati)
15 Mei/-/ 1 (mati)/-/1/2 (1 mati)
Setelah 15 Mei sampai 3 Juli/2 (1 mati)/6 (1 mati)/-/1/9 (2 mati)
Total/103 (1 mati)/26 (9 mati)/9 (semua mati)/14 (1 mati)/152 (20 mati)
Sumber: Dokumentasi 'Tim Relawan untuk Kemanusiaan', 13 Mei - 3 Juli 1998.
Beberapa Catatan: (1) Data ini diperoleh dari laporan para korban saksi mata
dan keluarga korban; (2) Data diperoleh sejauh para korban/keluarga korban
melapor kepada Tim Relawan; (3) Ketertutupan korban, keluarga korban, dokter
dan rumah sakit (karena tekanan teror) tidak memungkinkan 'Tim Relawan'
berkomunikasi dengan korban-korban lain yang tidak melapor; (4) Peristiwa
perkosaan yang terjadi setelah kerusuhan 13-15 Mei sengaja dimasukkan,
dengan pertimbangan bahwa modus operandi perkosaan menunjuk pada kesamaan
dengan cara-cara perkosaan massal di seputar kerusuhan.
Statistik seperti di atas terlalu miskin untuk mengungkapkan peristiwa
perkosaan massal yang sudah terjadi. Tetapi, dengan rasa hormat yang
mendalam, statistik tersebut kami biarkan tampil agar kita semua mengerti
bahwa apa yang disebut sebagai "kerusakan total hidup bersama" kita (hlm. 2)
bukanlah sebuah gejala rekaan. Angka-angka statistik yang sangat kering di
atas hanyalah abstraksi numerical dari peristiwa yang sesungguhnya berisi
rentetan teriakan bengis, ancaman dan teror, penyiksaan dalam tindak
perkosaan, cara mati yang tak terperikan, darah yang membanjir, kehancuran
tubuh dan harga diri, pembunuhan masa depan dan harapan, serta kepedihan
airmata, kesunyian dan isi memory yang tak tertanggungkan.
Dan ketika banyak relawan/ti mulai mengulurkan simpati, bantuan dan
kesediaan mendengarkan apa yang ditanggung oleh para korban, para relawan/ti
itu segera dikejar oleh teror dan ancaman. Dengan jalan apa keadilan dan
kebenaran harus dicari di negeri ini?
4. Teror terhadap Usaha Pencarian Fakta
Sejak simpati, bantuan dan kesediaan mendengarkan apa yang ditanggung para
korban itu dimulai, mulai juga rentetan teror dan ancaman: terhadap para
korban dan keluarga korban, terhadap banyak warga Tionghoa, terhadap petugas
rumah sakit dan para dokter yang memberikan perawatan, serta terhadap para
relawan/ti. Bentuk-bentuk teror dan ancaman yang sering dilakukan itu dapat
dilihat dalam Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5
Kategori dan Sasaran Teror terhadap Usaha Pencarian-Pelaporan Korban
Perkosaan dan Pelecehan Seksual
Sasaran Teror/Kategori Teror: Ancaman lewat telpon/Ancaman lewat surat
kaleng/Ancaman dari aparat/Ancaman pada anak-keluarga/Penyebaran foto-foto
korban perkosaan/ Penyebaran desas-desus kerusuhan dan perkosaan
Korban : V/V/-/-/-/-/
Keluarga korban : V/V/V/-/-/-/
Rumah sakit : -/-/V/-/-/-/
Dokter : -/-/V/-/-/-/
Warga Tionghoa : V/V/-/-/V/V/
Anggota 'Tim Relawan' : V/V/V/V/V/V/
Sumber: Dokumentasi 'Tim Relawan untuk Kemanusiaan', dari kesaksian para
korban dan keluarganya, para dokter dan petugas rumah sakit, para saksi
mata, warga biasa, dan anggota 'Tim Relawan'-
Bahwa pencarian kebenaran telah menjadi sasaran teror dan ancaman
menunjukkan dengan sangat jeias bagaimana "kerusakan total hidup bersama"
kita sungguh- sungguh telah menjadi gejala yang sedemikian nyata. Menjadi
nampak bahwa pergantian kepemimpinan politik pada 21 Mei 1998 lalu hanyalah
"sandiwara terpaksa" yang berlangsung di permukaan hidup politik negeri ini.
Jauh di bawah pusaran sengketa politik yang terjadi, tetap dan terus
berlangsung cara-cara teror dan ancaman dengan pola lama: brutal,
sistematis, penuh kekerasan, dengan mengerahkan para gali dan preman, aparat
militer dan orang-orang bayaran, dengan uang dan senjata.
"Gerakan untuk mencari koiban jangan diteruskan. Kalau diteruskan, akan tahu
akibatnya. ingat, Saudara punya keluarga kan? Kalau masih sayang diri
sendiri atau keluarga, harus menurut saya. Awas, saya tidak main-main!"
(Cuplikan dari satu di antara surat-surat kaleng kepada para relawan/ti,
Juni 1998).
Atau,
"Apa granat masih kurang? Saya tahu anak-anak kamu sekolah di mana,
seragamnya apa, jam berapa berangkat dan pulang ke sekolah..." (Ancaman dari
penelpon gelap kepada seorang relawan, Juni 1998).
Di hadapan semua teror dan ancaman itu, ada satu gejala balik yang sedang
berlangsung. Semenjak peristiwa kerusuhan dan perkosaan massal itu, semakin
banyak warga merasa bahwa pembongkaran jaringan perencana dan pelaku
kerusuhan dan perkosaan massal itu merupakan sebuah langkah yang harus
segera dilakukan. Mereka datang dari berbagai lapisan masyarakat, berbagai
golongan agama, umur, etnis, status sosial, dari yang paling tinggi sampai
yang paling bersahaja. Mereka satu dalam kehendak: bahwa jaringan perencana
dan pelaku 'kerusuhan' dan 'perkosaan massal' ini harus segera dibongkar.
Jaringan rencana dan operasi kerusuhan serta perkosaan massal itu adalah
'kejahatan publik'. Para perencana dan pelaku kerusuhan serta perkosaan
massal itu adalah 'penjahat publik'. Dan semakin banyak warga tidak hanya
berhenti dengan "merasa", melainkan memberikan apa saja yang bisa mereka
sumbangkan bagi usaha kemanusiaan ini. Kesimpulan kami satu: pembongkaran
jaringan para perencana dan pelaku 'kerusuhan' dan 'perkosaan massal' itu
telah menjadi aspirasi dan tuntutan luas dari sedemikian banyak warga dalam
masyarakat.
Urgensi Bantuan dan Pembongkaran
Sesudah menyaksikan peristiwa perkosaan dan pelecehan seksual massal seperti
tergambar di atas, ke arah mana kita akan menuju? Dan langkah apa yang bisa
segera kita lakukan? Pertanyaan ini tidaklah berstatus sebagai 'pidato
kenegaraan', tetapi bukannya tidak punya urgensi yang tinggi. Ada beberapa
arah yang bisa kita tuju, dan ke arah itu pula solusi masalah bisa mulai
kita ayunkan.
1. Bantuan Optimal kepada Para Korban
Lebih dari segala urusan intrik dan pembentukan partai politlk, kita sedang
berhadapan dengan ratusan korban perkosaan dan pelecehan seksual massal.
Dari data tentang apa yang terjadi pada mereka (seperti yang kita lihat di
atas), hari-hari ini para korban berada dalam kondisi yang sangat
menyedihkan: kerusakan tubuh dan organ-organ reproduksi, luka dan kesakitan
fisik yang berat, sakit jiwa, kecenderungan bunuh diri, hidup dalam
ketakutan dan keputusasaan. Ada satu yang bisa kita lakukan: simpati, empati
dan usaha ikut membangkitkan harapan mereka bagi hidup di hari depan.
Berhadapan dengan fakta itu, satu hal periu kita hormati. bahwa para korban,
keluarga dan saksi mata hanya mau mengungkapkan apa yang telah tedadi kepada
orang-orang atau pihakpihak yang sungguh-sungguh mereka percayai. Fakta ini
mengharuskan kita (baik pihak-pihak pemerintah maupun para warga) untuk
segera mengarahkan bantuan sebesar mungkin kepada orang-orang atau
kelompok-kelompok yang telah dipercaya oleh para korban dan saksi mata.
Supaya proses itu terjadi, langkah bersama yang bisa kita lakukan adalah
langkah nomor 2 berikut ini.
2. Kerjasama untuk Menghentikan Teror dan Ancaman
Seperti sudah disebut di atas, teror dan ancaman semakin sering dilakukan
terhadap para korban, ketuarga korban, saksi mata, para petugas dan dokter
rumah sakit, serta para relawan/ti. Simaklah ketakutan berikut ini:
"Maaf, saya tidak jadi datang ke.... meskipun saya ingin sekali berbicara
pada Anda tentang apa yang telah terjadi. Beberapa menit setelah menghubungi
Anda, kami mendapat ancaman lewat tilpon. Kami takut akan mendapat
kesulitan lebih besar lagi..." (Komunikasi ibu korban pcrkosaan massal pada
seorang relawan, Juni 1998)
ltulah wajah retak dari kondisi kehidupan bersama kita di 'Republik Teror
dan Ketakutan'. Dan Republik ini seperti tidak punya instansi dan aparat
keamanan. Rantai teror dan ketakutan itu ingin kita putus bersama-sama.
Kepada para petinggi yang menganggap dih sebagai para perwira
instansi-instansi keamanan, Anda semua bisa memberi bantuan yang berarti
untuk menghentikan teror dan aneaman ini. Kalau tidak, jangan salahkan jlka
para warga biasa dan komunitas internasional makin punya keyakinan bahwa
instansi-instansi keamanan di negeri ini tak punya nyali, merestui atau
bahkan telah menjadi bagian dari jaringan teror dan ancaman itu sendiri.
Perlu Anda ketahui bahwa sainpai tanggal 3 Juli 1998, perkosaan dengan modus
operandi yang persis sama dengan tindak perkosaan massal di seputar
kerusuhan itu masih berlangsung. Masih berlangsungnya perkosaan dengan
modus operandi yang sama nampak jelas menjadi bagian dari teror dan ancaman
itu sendiri.
Entah mereka yang disebut sebagai para penjaga keamanan itu akan membantu
atau tidak, kita para warga akan meneruskan dan memperluas usaha kita untuk
saling melindungi satu sama lain dalain jerih-payah membantu para korban
perkosaan massal itu. Kepada para pengusaha dan manajer, para professional
kota dan buruh, para dokter dan perawat, para intelektual dan aktivis, usaha
kita ke arah ini adaiah langkah yang pahng nyata dari kerinduan kita bagi
terbentuknya apa yang secara muluk sering kita sebut sebagai 'masyarakat
madani' (civil society).Jantung dari civil society ialah civility
(keberadaban), dan peristiwa perkosaan massal dengan cara-cara yang biadab,
sistematis dan terorganisir itu telah menjadi negasi dan usaha penghancuran
total terhadap 'keberadaban', jantung dari civil society tersebut.
(BERSAMBUNG)
Sumber:
http://www.minihub.org/siarlist/msg00442.html
Share this
EmoticonEmoticon