Soeharto Bukan Pahlawan Bangsa !
Dengan tidak tahu malu Hutomo Mandala Putra (Tommy) berusaha menyakinkan bahwa pemberian gelar pahlawan kepada ayahnya, diktator Soeharto, tinggal menunggu waktu. Dikatakannya, bahwa pemberian gelar itu sesuai dengan jasa-jasa Soeharto untuk negara yang luar biasa. “Semua rakyat tahu itu,” katanya dengan penuh keyakinan.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan pemerintah sudah menyaring 10 nama calon pahlawan nasional, diantaranya, mantan gubernur DKI Ali Sadikin dan mantan Presiden Ri Abdulrahman Wahid atau Gusdur.
Jika melongok pada persoalan kriteria, sebagaimana yang diatur dalam UU No.33/1964 mengenai penetapan gelar pahlawan nasional, maka pemberian gelar pahlawan di Indonesia harus memenuhi tiga hal; Warga negara Indonesia (WNI), berjasa dalam membela bangsa dan negara, dan tidak pernah memiliki catatan buruk (cacat sejarah) semasa hidupnya.
Dengan kriteria di atas, maka Soeharto “sangat tidak pantas” untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional, baik dari segi kontribusinya dalam perjuangan bangsa maupun dalam hal rekam jejaknya ketika berkuasa.
Soeharto, yang dulunya berasal dari sekolah KNIL Belanda, telah menjadi “core terselubung” untuk menjalankan kudeta merangkak terhadap pemerintahan Bung Karno. Akibat dari kudeta Soeharto dan sayap kanan saat itu, adalah berubahnya haluan politik, ekonomi, dan budaya Indonesia yang sebelumnya anti-imperialis dan anti-kolonial menjadi pro-imperialisme. Juga, kudeta itu mengakhiri fase perjuangan nasional yang disebut “nation and charater building; dan karenanya, Soeharto pantas disebut ‘nation and character destruction”.
Semasa dia berkuasa selama 32 tahun, kehidupan demokrasi telah dipasung dengan berbagai larangan dan represi, sementara kekuatan kritis telah ditindas dengan sangat kejam dan brutal. Lahirnya kekuasaan Soeharto sendiri harus dibayar mahal dengan pembantaian jutaan orang kiri dan sukarnois di Indonesia, sesuatu yang dicatat sebagai kejahatan nomer dua setelah Hitler di Jerman. Seperti juga rejim terror di mana-mana, kekuasaan Soeharto mengontrol kehidupan rakyat hingga balik pintu dan tak seorang bisa selamat jika diketahui mengeritik Soeharto.
Selain itu, merasa puas dengan persekongkolan kejinya dengan modal barat, Soeharto telah membangun kerajaan keluarga dan kroninya dengan korupsi besar-besaran, dan mewariskan mental korup itu hingga ke pejabat politik sekarang ini.
Pada tanggal 17 september 2005, Global Stolen Asset Recovery Initiative menyebut Soeharto menduduki nomor satu pimpinan terkorup di dunia dengan harta senilai 15-35 miliar dollar AS. Kalau sudah begitu, apakah pantas seorang yang dihargai oleh dunia internasional sebagai penjahat demokrasi dan koruptor besar, malah dihargai sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia sendiri?
Berhubung keputusan soal penganugerahan gelar ini di tangan SBY, jikalau Soeharto tetap diberi gelar pahlawan nasional, maka SBY telah menyakiti hati rakyat Indonesia, terutama sekali korban kekerasan dan kekejian orde baru. Selain itu, pemberian gelar pahlawan ini akan menendang mundur usaha pengungkapan sejarah kelam bangsa ini.
Ada banyak pahlawan-pahlawan besar dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia, seperti Amir Syarifuddin, Tan Malaka, dan masih banyak lagi yang lainnya, belum mendapat gelar pahlawan karena latar-belakang politik mereka yang kiri dan revolusioner.
Sehingga, supaya rakyat Indonesia bisa mengetahui pahlawan-pahlawan mereka yang sebenar-benarnya, maka sudah saatnya sejarah perjuangan bangsa Indonesia diluruskan dan dikembalikan pada rel sejarah yang benar. Merdeka!
Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/editorial/20101018/soeharto-bukan-pahlawan-bangsa.html#ixzz2iWJIPd3Y
Follow us: @berdikarionline on Twitter | berdikarionlinedotcom on Facebook
Dengan tidak tahu malu Hutomo Mandala Putra (Tommy) berusaha menyakinkan bahwa pemberian gelar pahlawan kepada ayahnya, diktator Soeharto, tinggal menunggu waktu. Dikatakannya, bahwa pemberian gelar itu sesuai dengan jasa-jasa Soeharto untuk negara yang luar biasa. “Semua rakyat tahu itu,” katanya dengan penuh keyakinan.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan pemerintah sudah menyaring 10 nama calon pahlawan nasional, diantaranya, mantan gubernur DKI Ali Sadikin dan mantan Presiden Ri Abdulrahman Wahid atau Gusdur.
Jika melongok pada persoalan kriteria, sebagaimana yang diatur dalam UU No.33/1964 mengenai penetapan gelar pahlawan nasional, maka pemberian gelar pahlawan di Indonesia harus memenuhi tiga hal; Warga negara Indonesia (WNI), berjasa dalam membela bangsa dan negara, dan tidak pernah memiliki catatan buruk (cacat sejarah) semasa hidupnya.
Dengan kriteria di atas, maka Soeharto “sangat tidak pantas” untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional, baik dari segi kontribusinya dalam perjuangan bangsa maupun dalam hal rekam jejaknya ketika berkuasa.
Soeharto, yang dulunya berasal dari sekolah KNIL Belanda, telah menjadi “core terselubung” untuk menjalankan kudeta merangkak terhadap pemerintahan Bung Karno. Akibat dari kudeta Soeharto dan sayap kanan saat itu, adalah berubahnya haluan politik, ekonomi, dan budaya Indonesia yang sebelumnya anti-imperialis dan anti-kolonial menjadi pro-imperialisme. Juga, kudeta itu mengakhiri fase perjuangan nasional yang disebut “nation and charater building; dan karenanya, Soeharto pantas disebut ‘nation and character destruction”.
Semasa dia berkuasa selama 32 tahun, kehidupan demokrasi telah dipasung dengan berbagai larangan dan represi, sementara kekuatan kritis telah ditindas dengan sangat kejam dan brutal. Lahirnya kekuasaan Soeharto sendiri harus dibayar mahal dengan pembantaian jutaan orang kiri dan sukarnois di Indonesia, sesuatu yang dicatat sebagai kejahatan nomer dua setelah Hitler di Jerman. Seperti juga rejim terror di mana-mana, kekuasaan Soeharto mengontrol kehidupan rakyat hingga balik pintu dan tak seorang bisa selamat jika diketahui mengeritik Soeharto.
Selain itu, merasa puas dengan persekongkolan kejinya dengan modal barat, Soeharto telah membangun kerajaan keluarga dan kroninya dengan korupsi besar-besaran, dan mewariskan mental korup itu hingga ke pejabat politik sekarang ini.
Pada tanggal 17 september 2005, Global Stolen Asset Recovery Initiative menyebut Soeharto menduduki nomor satu pimpinan terkorup di dunia dengan harta senilai 15-35 miliar dollar AS. Kalau sudah begitu, apakah pantas seorang yang dihargai oleh dunia internasional sebagai penjahat demokrasi dan koruptor besar, malah dihargai sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia sendiri?
Berhubung keputusan soal penganugerahan gelar ini di tangan SBY, jikalau Soeharto tetap diberi gelar pahlawan nasional, maka SBY telah menyakiti hati rakyat Indonesia, terutama sekali korban kekerasan dan kekejian orde baru. Selain itu, pemberian gelar pahlawan ini akan menendang mundur usaha pengungkapan sejarah kelam bangsa ini.
Ada banyak pahlawan-pahlawan besar dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia, seperti Amir Syarifuddin, Tan Malaka, dan masih banyak lagi yang lainnya, belum mendapat gelar pahlawan karena latar-belakang politik mereka yang kiri dan revolusioner.
Sehingga, supaya rakyat Indonesia bisa mengetahui pahlawan-pahlawan mereka yang sebenar-benarnya, maka sudah saatnya sejarah perjuangan bangsa Indonesia diluruskan dan dikembalikan pada rel sejarah yang benar. Merdeka!
Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/editorial/20101018/soeharto-bukan-pahlawan-bangsa.html#ixzz2iWJIPd3Y
Follow us: @berdikarionline on Twitter | berdikarionlinedotcom on Facebook
Dengan tidak tahu malu Hutomo Mandala Putra (Tommy) berusaha menyakinkan bahwa pemberian gelar pahlawan kepada ayahnya, diktator Soeharto, tinggal menunggu waktu. Dikatakannya, bahwa...
Berdikari Online
Sumber:
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=674554462556472&id=606463062698946
EmoticonEmoticon