Tragedi Mei 1998 - BERTARUNG MELAWAN LUPA

June 17, 2014

Tragedi Mei 1998



BERTARUNG MELAWAN LUPA (I)
PENCULIKAN AKTIVIS: 15 Tahun, Penyair Wiji Thukul Tak Kunjung Kembali
Minggu depan, usia reformasi mencapai 15 tahun. Sayangnya, hingga kini sebagian dari mereka yang diculik oleh rezim Orde Baru belum kembali.

Arif Zulkifli, redaktur majalah Tempo, bercerita tentang salah satu kisah aktivis penyair Wiji Thukul yang belum jelas keberadaannya hingga sekarang. Lewat akun @arifz_tempo, Arif mengisahkan gelapnya keberadaan penyair asal Solo, Jawa Tengah itu. Berikut ringkasannya.
Wiji Thukul
“Ia penyair cadel, tak sempurna melafazkan R. Tapi sajak-sajaknya membuat gentar Orba. Satu larik yang terkenal: hanya satu kata, lawan! #wiji,” tulis @arifz_tempo.

Wiji hilang sekitar Mei 1998. Nezar Patria, salah satu korban bercerita, ketika disiksa di Kopassus Maret 1998 ia berkali-kali ditanya tentang Wiji. Kamu kenal Thukul? Di mana dia? Nezar bungkam, lalu ia dihujani bogem.

Nezar diikat di tempat tidur besi. Tangannya diborgol, kakinya dibebat kabel. Berkali-kali ia disetrum. “Dalam hati aku bertanya, apakah mereka sedang mencari Thukul atau sudah menemukannya,” kata Nezar.

Cerita yang sama juga diperoleh Tempo dari korban penculikan yang lain. Mereka didesak untuk mengatakan keberadaan Wiji. Hilangnya Wiji terlambat disadari. Setelah Soeharto jatuh, dia tetap raib. Keluarga Thukul kira dia dilindungi Partai Rakyat Demokrat (PRD). Sedangkan PRD menyangka dia disembunyikan keluarga. Adalah Jaap Erkelens yangg pertama kali menyadari hilangnya Wiji. Jaap, peneliti Belanda dan kawan akrab Wiji, menulis surat pembaca di Kompas, menanyakan keberadaan sang penyair.

Ada tanggapan yang sebut Wiji aman tinggal di Depok dan perlu bantuan. Tapi ketika ditelusuri, alamat yg diberikan palsu,” tulis Arif.
Keluarga Wiji lalu secara resmi melapor ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Ikatan korban penculikan juga melakukan investigasi.

Pernah Telepon Istrinya
Sejumlah sumber pastikan Wiji masih hidup setelah Mei 1998. Adapun penculikan aktivis lain terjadi sekitar Maret. Sipon, istri Wiji mengaku menerima telepon dari Thukul pertengahan Mei 1998.
“Aku ora neng endi-endi, ora melu ngono-ngono kuwi [Aku tidak ke mana-mana, tidak ikut-ikut yang seperti itu,-red],” kata Wiji kepada istrinya perihal kerusuhan Mei.
Selain Sipon, yang juga ditelepon adalah Cempe Lawu Warta, guru teater Wiji di Solo. “Saya yakin itu dia karena bicaranya pelo,” kata Cempe.

Budiman Sujatmiko mengaku diberi kabar oleh seseorang yang melihat Wiji pada hari kerusuhan. Sejarawan Hilmar Farid bahkan mengaku bertemu Wiji pada Juli 1998.
Anggota Dewan Pers, Stanley Yoseph Adi bersua Wiji antara Juni-Juli 1998. “Kami bertemu di warung bubur dekat Utan Kayu,” kata Stanley. Saya tanya kabarnya, dia jawab baik. Saya berikan dia pager yang dibelikan Goenawan Mohamad, kata Stanley soal Wiji.

Aktivis PRD, Margiyono, yang mengantar Stanley menemui Wiji mengoreksi tahun pertemuan, bukan 1998 tapi 1997.

Nezar meyakini Wiji sudah tamat sejak 1997. Tapi siapa yang menghabisi Wiji? Muncul beberapa spekulasi.
Pertama, dia diculik Tim Mawar Kopassus lalu mati dibunuh. Tapi pelaku penculikan dalam sidang mengatakan Tim Mawar hanya menculik 9 korban yang kini masih hidup. Kedua, ada operasi lain bersamaan dengan Tim Mawar. Wiji tewas dalam operasi tim ini. Aktivis PRD curiga ada tim di dalam tim.

Cerita tentang tim penculik lain muncul dalam penangkapan Mugi, seorang anggota PRD. Ketika digrebek di rumah susun Klender, ia digelandang ke Kodim Jaktim. Bersama Mugi turut ditangkap juga seorang bernama Jaka. Jaka menghiba-hiba minta dibebaskan karena bukan siapa-siapa. Mugi kira Jaka korban salah tangkap. Di kantor Kodim muncul pria tegap berbaju batik menumpang BMW. Ia memaksa Kodim membebaskan Mugi dan Jaka, namun permintaan itu ditolak. Kemudian pria itu menghardik, “Kamu masih hormati saya nggak!”.

Penculik gemetar. Permintaan dituruti. Mugi dan Jaka dibebaskan, tapi cuma sebentar. Mugi dipindah ke mobil Kijang, matanya ditutup. Jaka entah ke mana. Alih-alih dibebaskan, Mugi dibawa ke markas Kopassus. Seperti yang lain ia disiksa.
Siapa lelaki berbatik? Siapa Jaka? Belakangan diketahui Jaka adalah salah seorang anggota Tim Mawar. Seperti yang lain ia dihukum pengadilan militer. Lelaki berbatik tak jelas diketahui identitasnya sampai sekarang.

Menurut salah seorang pensiunan jenderal, penculikan aktivis merupakan bagian dari operasi Mantap Jaya untuk amankan Sidang Umum MPR. Operasi ini dilaporkan kepada panglima TNI dan Soeharto. Sampai di sini, spekulasi ada tim penculik lain tak bisa diabaikan. Perihal operasi Tim Mawar diceritakan seorang bekas petinggi pasukan khusus TNI. Semua target diawasi dengan seksama sebelum diculik. Haryanto Taslam, aktivis PDI pro-mega, dikuntit hingga ke resto tempat ia biasa makan. Sang penculik menyamar sebagai bartender. Taslam tak sadar. Tak lama kemudian ia dicokok.
Salah satu tersangka kuat otak penculikan, telah mencalonkan diri untuk menjadi Presiden RI. Mengutip dari almarhum Munir, salah satu perjuangan kita adalah melawan lupa. Bangsa kita adalah bangsa pelupa. Berbagai tragedi, hadir, menyedot perhatian, tapi setelahnya, berganti dengan tragedi-tragedi lain atau hiruk-pikuk kemeriahan, sehingga yang sudah terjadi, terlewat dan terabaikan kembali. Menolak LUPA pada korban-korban, aktivis yang “menghilang” untuk tetap diusut kasusnya. Menolak LUPA pada kesalahan-kesalahan pemimpin masa lalu untuk dijadikan perbaikan pemimpin masa depan.




BERTARUNG MELAWAN LUPA (2)
mei1998dalam
Mei 1998 adalah lubang hitam perjalanan republik ini. Beberapa saat sebelum rezin Soeharto terjungkal dari kekuasaannya, kekerasan yang teroganisir merebak di se-antero Jakarta. Massa rakyat dikerahkan untuk turun ke jalan. Situasi dibiarkan tanpa kendali. Massa rakyat, penjarah, para provokator berbaur. Toko-toko dibakar. Etnis Cina difitnah sebagai sumber krisis negeri ini, maka mereka layak di persona non grata. Mereka mengalami penyiksaan dan perkosaan.

Tetapi korban yang berjatuhan bukan dari etnis Cina saja. Banyak anak-anak  dan remaja terkurung di dalam mal yang terbakar. Mayat mereka banyak yang tak dikenali lagi dan  dimakamkan secara masal. Banyak pula yang hilang tanpa jejak.

Termasuk mereka yang hilang itu adalah belasan aktivis mahasiswa dan organisasi  setelah beberapa hari ditangkap dan disekap Tim Mawar, binaan Kepala Kopassus saat itu Prawobo Subianto. Beberapa di antara mereka berhasil lolos dari penculikan dan bersaksi tentang peristiwa itu.

Mei 1998 yang mengawali reformasi masih meninggalkan banyak PR yang tak terselesaikan. Kekerasan masih terus bergulir susudahnya. Penembakan empat mahasiswa Trisakti dan dua mahasiswa Atmajaya oleh aparat. Sampai kini tak jelas siapa pelakunya dan siapa otak di balik peristiwa itu.

Bagi petinggi negeri ini para korban hanyalah sekumpulan angka-angka. Presiden terus berganti (Damn it ! salah satu orang yang bertanggung jawab atas kerusuhan itu malah mencalonkan diri). Tetapi janji pengusutan tuntas kasus ini tinggallah janji. Alih-alih mendapatkan keadilan, bahakan sampai kini peristiwa itu dibiarkan remang-remang. Keluarga korban dan masyarakat tak pernah mendapat cerita yang  relatif masuk di akal.

Berikut ini tulisan dari Sri Palupi –sekarang direktur Ecosoc Rights sebuah LSM yang memberi penguatan kepada masyarakat di bidang sosial ekonomi- mantan koordinator investigasi Tim relawan Kemanusiaan. Cerita-cerita tentang para korban saya repost di sini dari facebook beliau untuk menyadarkan kembali masyarakat bahwa peristiwa kelam tak boleh diulang kembali dengan alasan apapun. Jangan pernah melupakan sejarah agar kita tidak jatuh ke lubang hitam yang sama !!! ***

1.Teror kepada Korban dan Relawan:  tentang Ita Martadinata

sri palupi
Sri Palupi, Direktur Ecosoc Rights, mantan relawan kemanusiaan ISJ

MENGENANG MEI 1998. RUSUH MEI 1998 GAGAL MENCAPAI TUJUANNYA. KEJAHATAN PARA ARSITEKNYA TERBONGKAR. Para arsitek dan pelaku kejahatan itu benar-benar kalap dan marah. Mereka kemudian melancarkan aksi teror dan ancaman kepada banyak pihak yang berpeluang membongkar kejahatan mereka. Rumah sakit-rumah sakit didatangi pasukan bersenjata, para dokter dan pihak rumah sakit diancam untuk tidak memberikan keterangan apapun terkait korban rusuh Mei, para korban – khususnya korban perkosaan diancam untuk tidak melapor, para relawan mendapatkan surat kaleng dan telepon berisi ancaman, kantor Institut Sosial Jakarta dan sekaligus sekretariat Tim Relawan untuk Kemanusiaan dipasangi granat dan terus menerus didatangi militer, telepon berisi ancaman terus menerus berdering, surat kaleng dan gambar-gambar mengerikan berdatangan, mobil yang ditumpangi sekretaris Tim Relawan untuk Kemanusiaan (Romo Sandyawan Sumardi) dikuntit dan diikuti orang tak dikenal dan kemudian ditabrak lari.

Di tengah derasnya teror para arsitek dan pelaku kejahatan itu, dukungan masyarakat juga mengalir deras. Mereka mengirimkan bantuan logistik, memberikan kesaksian, memberikan foto, video, mengirimkan relawan, dan terlibat dalam investigasi. Pada akhirnya saya harus mengatakan, investigasi atas kerusuhan 13 – 15 Mei 1998 sebagian besar dilakukan oleh masyarakat, entah sebagai relawan, korban atau saksi mata atas kejahatan terhadap kemanusiaan. Berikut adalah contoh beberapa ancaman yang dilancarkan jaringan pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan:

“Gerakan untuk mencari korban jangan diteruskan. Kalau diteruskan akan tahu akibatnya. Ingat, saudara punya keluarga kan? Kalau masih sayang sama diri sendiri atau keluarga, harus menurut saya. Awas, saya tidak main-main.” (salah satu surat kaleng yang dikirimkan pada Juni 1998)
“Apa granat masih kurang? Saya tahu anak-anak kamu sekolah di mana, seragamnya apa, jam berapa berangkat dan pulang sekolah.” (telepon yg diterima salah seorang relawan di bulan Juni 1998)
Mana para pembela Cina itu?. Ngapain Cina-Cina itu dibela?” (Disampaikan oleh militer bersenjata yang berulangkali datang ke kantor sekretariat Tim Relawan untuk Kemanusiaan)
****

Kami banyak kehilangan kontak dengan para korban dan keluarganya karena ancaman dan teror. Telepon sekretariat tim relawan sudah disadap. Pada saat itu penggunaan telepon seluler belum marak seperti sekarang. Kami mengetahui kalau telepon sudah disadap setelah korban menelpon kami dan mengatakan, “Maaf, saya tidak jadi datang. Meskipun saya ingin sekali berbicara pada anda tentang apa yang telah terjadi. Beberapa menit setelah menghubungi anda, kami mendapat ancaman lewat telepon. Kami takut akan mendapat kesulitan yang lebih besar lagi”.

Teror yang paling brutal dilakukan terhadap Ita Martadinata, korban perkosaan dalam rusuh Mei yang hendak berangkat memberikan kesaksian di kantor Komisi HAM PBB. Pasca rusuh Mei keluarga Ita berjuang dan aktif menjadi relawan. Beberapa hari sebelum keberangkatannya, Ita Martadinata dibunuh dengan sadis di rumahnya sendiri. Rupanya para pelaku kejahatan itu sudah lama mengamati dan menyelidiki rumah Ita. Mereka rupanya tahu, kapan Ita di rumah sendirian. Para pelaku yg sudah terlatih itu berhasil memasuki rumah Ita yang terkunci dan membongkar kamar Ita. Ia dibunuh dengan digorok lehernya dan diperkosa untuk kedua kalinya.

Polisi menyatakan, Ita dibunuh oleh preman tetangganya sendiri dengan menggunakan pisau dapur. (Catatan: tidak lama setelah pembunuhan terjadi, polisi mengaku telah menemukan pisau dapur yg digunakan untuk membuuh Ita itu di sungai yg ada di dekat rumah Ita). Temuan polisi ini tidak sesuai dengan temuan dokter relawan yang memeriksa jenasah Ita. Dokter itu mengatakan, Ita dibunuh oleh orang terlatih dengan menggunakan pisau bedah. Sayatan di leher Ita sangat rapi dan itu hanya bisa dilakukan dengan pisau bedah dan oleh orang yg sudah terlatih.

Pasca kematian Ita, pihak kepolisian (saat itu yg tampil adalah Goris Mere) memaksa keluarga Ita untuk berbicara ke publik dan menyatakan bahwa mereka bukanlah anggota tim relawan untuk kemanusiaan. Dengan cara ini para arsitek kejahatan terhadap kemanusiaan itu hendak mengatakan ke publik bahwa kematian Ita tidak ada kaitannya dengan kerja-kerja Tim Relawan untuk Kemanusiaan dalam membongkar kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam konperensi persnya, dengan cerdas kakak Ita menyampaikan pesan ke publik bahwa “kami menyampaikan semua ini karena kami masih ingin hidup”. Rupanya ancaman yang disampaikan pihak polisi saat itu pada kakak Ita berbunyi, “Kalau kamu tidak menurut, nasibmu akan seperti Ita”.

2. Para Provokator itu

MENGENANG MEI 1998: MENGAPA KERUSUHAN 13 – 15 MEI TERJADI? UNTUK APA MEREKA MENGORGANISIR DAN MEREKAYASA KERUSUHAN? Dengan membaca seluruh rangkaian peristiwa krisis ekonomi di tahun 1997, pernyataan para jenderal di saat krisis yang membuat opini bahwa orang-orang Cina sbg penyebab krisis, penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei dan rusuh Mei itu sendiri, maka saya menyimpulkan bahwa salah satu tujuan rusuh Mei adalah menghentikan aksi/gerakan mahasiswa yang pada saat itu semakin sulit dibendung. Tidak ada cara lain untuk menghentikan aksi mahasiswa selain merekayasa kerusuhan dan menjadikan mahasiswa sebagai kambing hitam. Itulah mengapa mahasiswa yg ada di dalam kampus ditembak mati. Supaya mahasiswa marah dan turun ke jalan. Itulah mengapa para pelaku kerusuhan menggunakan atribut (jaket) mahasiswa meski tampangnya tua. Rencana mereka adalah pasca rusuh Mei mereka akan melibas gerakan mahasiswa atas tuduhan anarkhis (membuat kerusuhan). Tapi Tuhan rupanya tidak mengijinkan mereka menjadikan gerakan mahasiswa sbg kambing hitam. Entah siapa yg mengirimkan pesan pada elemen-elemen gerakan mahasiswa agar mereka tidak turun ke jalan. Kalau saat itu mahasswa turun ke jalan, ceritanya akan lain.

Pasca penembakan mahasiswa Trisakti tanggal 12 Mei itu, seluruh elemen gerakan mahasiswa di Jakarta sepakat utk aksi di dalam kampus masing-masing dan tidak turun ke jalan. Sehingga saat kerusuhan 13 – 15 Mei terjadi mahasiswa ada di dalam kampus masing-masing. Dengan demikian di lapangan terlihat dengan jelas siapa sebenarnya yang ada di balik kerusuhan Mei. Berikut ini adalah beberapa ciri penggerak dan pelaku kerusuhan di berbagai lokai di wilayah Jakarta sesuai dengan laporan para saksi mata yang dikumpulkan Tim Relawan untuk Kemanusiaan:

(1) Puluhan pemuda berseragam SMA tapi berwajah tua
(2) Sekelompok pemuda berambut cepak, berbadan kekar, dan bersepatu boot militer
(3) Puluhan pemuda menggunakan atribut (jaket dan logo) mahasiswa namun tampangnya tua
(4) Puluhan pemuda dan remaja yang diangkut dengan truk militer warna hijau
(5) Sekelompok pemuda berjaket hitam, berambut cepak, berbadan kekar, membawa HT dan pistol
(6) Puluhan pemuda berbadan kekar, berwajah sangar, dan bertattoo
(7) Puluhan pemuda berpakaian lusuh, berwajah garang, dan bertattoo

Kelompok-kelompok penggerak dan pelaku kerusuhan itu rupanya berbagi tugas. Ada yang menjadi komandan, ada yg jadi pengajak-pemimpin-pengarah massa, dan ada juga yang melakukan pembakaran. Kelompok inilah yang mengajak massa untuk merusak dan menjarah. Mereka ini yang memulai perusakan, memberi contoh penjarahan, dan mengajak serta mendorong massa untuk masuk dan menjarah. Setelah massa masuk dan mulai menjarah, kelompok penggerak dan pengajak massa ini meninggalkan lokasi. Beberapa saat lamanya datang kelompok lain yang bertugas membakar.

Pertanyaannya, apa yang membuat massa datang ke lokasi kerusuhan? Rupanya sebelum kerusuhan terjadi ada tahapan atau langkah pengkondisian massa untuk berkumpul di lokasi yang akan menjadi sasaran perusakan, penjarahan, dan pembakaran. Ada dua langkah pengkondisian yang mereka gunakan: (1) penyebaran isu ttg adanya aksi perusakan-penjarahan-pembakaran di lokasi tertentu yg jadi target. Isu disebarkan lewat telepon, sopir angkutan, dan orang per orang yang datang ke lokasi pemukiman warga. Isu ini menggerakkan orang utk datang ke lokasi yang jadi sasarn, padahal di sana belum terjadi apa-apa. Dengan cara ini, mereka mengumpulkan massa, (2) pembakaran kayu, ban bekas, atau benda-benda lain oleh sekellompok orang disertai dengan teriakan dan yell-yell anti Cina dan disertai dengan ajakan utk bergerak. Setelah massa berkumpul di lokasi sasaran, para pemimpin-penggerak-pelaku kerusuhan berdatangan untuk memimpin dan menggerakkan massa, dan kemudian meninggalkan lokasi setelah massa berhasil digerakkan.

Di daerah Salemba, Jakarta Pusat, para saksi mata bahkan mengenali identitas para penggerak kerusuhan, bukan hanya ciri-ciri fisiknya dan asal lembaganya tetapi juga namanya. Mereka ini berasal dari BIA (Badan Intelijen ABRI) di Kramat V, BIA Kramat VII, dan Sospol DKI. Setelah laporan investigasi kami serahkan ke Komnas HAM, rupanya mereka tahu inisial nama mereka tertulis dalam laporan investogasi. Mereka kemudian datang ke kantor Tim Relawan untuk Kemanusiaan dan meminta agar nama mereka dirahasiakan. Mereka mengaku, kalau identitas mereka sampai diketahui publik, mereka bisa dibunuh. Mereka mengakui bahwa mereka adalah bagian dari pelaku rusuh Mei. —
  • 3. Mereka yang Bersaksi
MENGENANG MEI 1998: dari seluruh kesaksian para jenderal TNI dan polisi, hanya kesaksian Kapolda (saat itu dijabat oleh Hamami Nata) yang jujur dan mengatakan kebenaran. Nggak heran kalau pasca kesaksian itu ia dicopot dari jabatannya. Dalam kesaksiannya di depan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) – tim yang dibentuk pemerintah utk mengungkap rusuh Mei 1998, Hamami Nata menyatakan bahwa kerusuhan ini sangat terorganisir dan dilakukan orang-orang terlatih. Ia memperlihatkan foto-foto yang membuktikan bahwa pelakunya sangat terlatih. Ia juga mengatakan bahwa alat komunikasi polisi di -jam (dibuat macet dan nggak berfungsi), dan pos-pos polisi dibakar. Ketika ia ditanya oleh tim TGPF, mengapa polisi tidak melakukan penembakan utk menghentikan para perusuh, ia menjawab: “Bagaimana kami mau menembak kalau di tengah-tengah massa itu ada orang-orang bersenjata dari angkatan?”.

Aku juga teringat dengan seorang Bapak, pensiunan polisi, sebut saja Bapak Muhadin, yang anaknya mati dibakar di Lippo Karawaci. Anak perempuan Bapak Muhadin punya pacar anggota Kopassus. Beberapa hari sebelum rusuh Mei terjadi, anak perempuannya mendapatkan telepon dari pacarnya yang Kopassus itu agar pada 13 – 15 Mei tidak pergi ke mana-mana karena akan ada kerusuhan.

Sayang sekali bahwa anak perempuan Bapak ini sama sekali tidak menghiraukan peringatan pacarnya. Setelah adiknya jadi korban, ia baru teringat pesan pacarnya itu. Ia sangat marah pada pacarnya yang saat itu ia tuduh telah terlibat dalam kerusuhan dan membuatnya kehilangan saudara satu-satunya. Ia katakan pada pacarnya, “Jadi selama ini kamu terlibat dalam kerusuhan ini. Kalau begitu kamu juga terlibat dalam penculikan?” Atas tuduhan pacarnya, sang kopassus itu menjawab,”Saya tahu soal rencana kerusuhan itu, tapi sungguh saya pribadi tidak terlibat di dalamnya. Saya juga tahu soal penculikan, tapi demi Tuhan, saya tidak ikut terlibat”.

Bukan hanya anak perempuannya yg mendapatkan informasi dari Kopassus. Bapak Muhadin ketika mau mengevakuasi jasad anaknya di Lippo Karawaci juga bertemu dengan seorang anggota Kopassus yang ponakannya juga jadi korban. Saat menunggu evakuasi itu, anggota Kopassus tsb bercerita tentang keterlibatannya dalam rusuh Mei. Dia bilang, saya kini mendapatkan balasannya. Dua ponakan saya mati dibakar, satu di Tangerang dan satu lagi di sini. Saya memang terlibat dalam operasi di lapangan tapi tidak di daerah sini. Tugas saya di Jakarta Barat.

Keluarga ini termasuk salah satu korban yang nyaris tidak survive. Setelah kehilangan anak laki-lakinya, hidup mereka berantakan. Istrinya demikian depresi, demikian juga dengan suaminya. Saking depresinya pernah suatu hari Bapak Muhadin pergi membawa golok dan bermaksud menyerbu ke markas Kopassus. Untunglah, di tengah jalan ia mengurungkan niatnya. Untuk mempertahankan hidup, keluarga Bapak Muhadin memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Dengan cara itu mereka berharap, sedikit demi sedikit mereka bisa melupakan kenangan akan anak laki-laki mereka.

4. Korban Tak Bernama

Meski Mei 1998 sudah lama berlalu, namun rasanya kenangan atas peristiwa itu tak juga mau berlalu. Aku merasa masih banyak korban yang menderita dalam diam, tak tersentuh bantuan. Aku ingat tahun 2002, di saat menangani kasus petani di satu pulau (tak bisa kusebutkan krn janjiku pada korban), aku tinggal di rumah satu keluarga. Suaminya Jawa, istrinya etnis Cina.

Tiga hari aku menginap di rumah keluarga itu. Selama tiga hari itu pula istri tuan rumah tak henti-hentinya bertanya padaku tentang rusuh Mei 1998. Aku menganggap itu biasa karena ibu itu berasal dari etnis Cina. Di hari terakhir aku menginap di keluarga itu, jam dua pagi pintu kamarku diketuk sang istri tuan rumah. Dia terpaksa mengetuk pintu kamarku karena sudah tidak tahan lagi menyimpan rahasianya selama ini.

Dengan berurai air mata, ibu itu menyampaikan rahasia yang selama itu berhasil ia pendam sendirian: “Saya keluarga victim. Om saya (adik bapak saya) di Jakarta belum menikah dan ia adalah korban rusuh Mei. Sepulang dari kerja, di tengah perjalanan ia dihadang gerombolan massa. Ia dianiaya. Bukan hanya itu, penisnya juga dipotong habis (dikebiri). Sejak peristiwa itu, keluarga kami memilih meninggalkan Indonesia dan eksodus ke luar negeri. Sekarang saya tak ada keluarga lagi di sini. Saya sendirian. Saya tak bisa meninggalkan Indonesia karena saya tidak bisa meninggalkan suami saya.

Saat itu keluarga kami bersumpah utk tidak membicarakan massalah ini keluar dan menyimpannya sebagai rahasia keluarga kami. Keluarga kami juga bersumpah anak cucu dan keturunan mereka tidak akan pernah menginjak Indonesia. Saya tidak tahan menyimpan rahasia ini. Minta maaf, saya terpaksa membangunkan kamu”. Tersekat tenggorokan saya mendengarkan kesaksian yang sama sekali tak terduga ini. Pernah memang ada keluarga yg pasca rusuh Mei mengadu via telepon dan hendak menjemput kami untuk menengok keluarganya yang jadi korban pemotongan penis dan tengah dirawat di rumah sakit. Namun pada hari yg dijanjikan keluarga itu tidak muncul. Jadi laporan/pengaduan itu tidak pernah kami anggap ada karena kami tidak menemukan keluarga atau korbannya. Ternyata, korban pemotongan penis itu benar-benar ada. Korban itu kutemukan empat tahun kemudian. Mungkin masih banyak derita korban-korban lain di luar sana, di negeriku, yang tak terjamah oleh telinga-telinga yg betapapun sedikit setidaknya bisa membantu mengeluarkan air mata mereka. Entah sampai kapan para korban itu dibiarkan tanpa bantuan dan keadilan

5. Gadis Kecil Bernama “Noni”

MENGENANG MEI 1998: “Jangan bilang-bilang, jangan bilang-bilang, jangan bilang-bilang” ……. Dua kata itu yg terus menerus diucapkan gadis kecil, sebut saja Noni, 12 th, setelah rumahnya diobrak-abrik segerombolan massa tak dikenal dan entah berapa orang yang kemudian memperkosanya. Saat itu Noni tinggal berdua saja dengan adik laki-lakinya yang baru berumur 8 th. Noni diperkosa di hadapan adiknya. Ucapan lirih “jangan bilang-bilang” adalah pesan Noni pada sang adik, agar sang adik tidak memberitahuan pada ibu mereka tentang apa yg telah dialaminya.
Dua kakak beradik itu ditemukan ibunya duduk jongkok di balik pintu, tangan memeluk kedua lutut, tubuh bergetar, kepala disembunyikan di antara kedua lututnya. Terucap lirih dari bibir gadis kecil itu dua kata yang terus menerus diulang “jangan bilang-bilang”.

Noni adalah warga etnis Cina. Ibunya janda miskin yang menghidupi kedua anaknya dgn berjualan keliling jajanan pasar. Yang memprihatinkan, akibat perkosaan itu, gadis yg baru berumur 12 th itu dinyatakan hamil. Noni, adik, dan ibunya mendapatkan terapi sebelum mereka diungsikan ke luar Jawa dan mendapatkan kehidupan baru di sana. Tidak sampai sebulan mereka di luar Jawa, psikolog yang membantu menangani trauma keluarga ini mendapatkan khabar bahwa Noni keguguran.

Syukurlah, satu masalah terselesaikan. Aku tak tahu, bagaimana khabar Noni sekarang. Semoga mereka tetap survive dan mendapatkan kehidupannya kembali. Sebab aku dengar khabar, ada beberapa korban perkosaan yang meskipun berhasilkan diungsikan, mereka tidak berhasil survive. Ada yg menderita gangguan jiwa, ada yang memilih bunuh diri. Doaku utk mereka semua, semoga SEMESTA ini membuka jalan bagi pemulihan mereka dan keluarganya.

MENGENANG MEI 1998: Tidak lama setelah rusuh 13 – 15 Mei 1998 terjadi, Gubernur DKI Jakarta (saat itu dijabat Jendral Sutiyoso) dengan lantang mengatakan, orang-orang yang mati terbakar di mall-mall itu adalah para penjarah. Pernyataan ini dgn jelas menunjukkan, Sutiyoso adalah bagian dari jaringan para pelaku kerusuhan. Dengan pernyataannya itu, ia hendak mengatakan bahwa pelaku rusuh Mei sudah mati terbakar, sudah mendapatkan hukumannya sendiri, karenanya kasus ditutup. Sementara hasil investasi Tim Relawan untuk Kemanusiaan membuktikan, mereka tidak mati terbakar tetapi mati dibakar. Sebab ada pasukan yang didatangkan dan diperlengkapi secara khusus utk melakukan pembakaran. Padahal mereka tahu di dalamnya penuh dgn manusia. Cilakanya, begitu banyak anak-anak dan perempuan yang mati dibakar (bukan terbakar seperti dusta yg disampaikan Sutiyoso). Aku teringat pada Gunawan, Agung, Nur, Mustofa, Fauzi, Rian, Sulaiman, Rozi, Joko, dan anak-anak lain yg tak lagi kuingat namanya. Mereka ini anak-anak berusia SD dan SMP yg mati dibakar selagi mereka asyik bermain di mall. Apakah anak-anak seperti ini yang dituduh Sutiyoso melakukan kerusuhan?
—–
6. Pembohongan Publik

MENGENANG MEI 1998: tanggal 13-15 Mei 1998, tercatat 1.190 orang meninggal akibat ter/dibakar, 27 orang meninggal akibat senjata/dan lainnya, dan 91 orang luka-luka, dan sedikitnya 100 lebih perempuan diperkosa. Belum terhitung yang hilang dan diculik. Sampai sekarang keberadaan dan penderitaan korban terus disangkal dan tak pernah diakui. Tidak satu pun pelaku yang ditangkap dan diadili. Mereka yang bertanggung jawab atas keamanan pada saat itu masih hidup dan hampir semua jadi pimpinan partai dan kini tengah bersaing memperebutkan RI 1. Siapakah mereka: 1) Jendral Wiranto (saat itu menjabat Panglima ABRI/Pangab), Jendral Prabowo (pada saat itu menjabat Kostrad), Jendral Syafrie Samsudin (pada saat itu menjabat Pangdam), Jendral Sutiyoso (saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta), Zacky Anwar (kepala BIA). Negeri ini punya banyak hutang sejarah terhadap para korban


Artikel terkait :
http://www-cgi.cnn.com/ASIANOW/asiaweek/98/0724/cs1.html
http://www-cgi.cnn.com/ASIANOW/asiaweek/magazine/2000/0303/cover1.html
http://en.wikipedia.org/wiki/May_1998_riots_of_Indonesia
http://mikeportal.blogspot.com/2012/08/asiaweek-mengungkap-dalang-dibalik-peristiwa-mei-1998.html
http://danudika.wordpress.com/2012/08/07/sepuluh-hari-yang-mengguncang-indonesia-tragedi-mei-1998-asiaweek-investigation-24th-july-1998/


Sumber:
http://veronikacloset.wordpress.com/2013/05/27/tragedi-mei-1998-2/


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »