Profil Forum Kota

June 17, 2014

Profil Forum Kota

From: John MacDougall (apakabar@igc.org)
Date: Wed Aug 23 2000 - 09:25:51 EDT
23 Agustus 2000

Profil Forum Kota
Rabu, 19 Juli 2000 09:43:43 wib
-
-
Jika anda mengenal Hangcungryon sebagai organ gerakan paling radikal di
Korea Selatan maka di Indonesia para mahasiswa radikal tersebut dapat anda
temukan dalam sebuah komunitas yang bernama Forum Kota (Forkot).

Forkot memang suatu hal yang sangat fenomenal. Kemunculannya yang terkesan
sangat �spontan� merupakan ekspresi puncak kemuakan para mahasiswa
Indonesia terhadap kesewenang-wenangan rezim Orde Baru dan sikap
ketidakpercayaan mahasiswa terhadap organisasi-organisasi formal mahasiswa
seperti Senat, SMPT, Ormas Mahasiswa dll.

Didirikan pada tanggal 7 Maret 1998 dengan nama Forum Mahasiswa Se-
Jabotabek, Forkot, dengan aksi-aksi massifnya, langsung menggebrak dunia
gerakan mahasiswa Indonesia yang saat itu ibaratnya baru bangun dari tidur.

Pada awalnya Forkot beranggotakan 16 kampus yang memilki akar sejarah
pergerakan mahasiswa seperti UKI Universitas Kristen Indonesia), IKIP
(sekarang Universitas Negri Jakarta), UI (Universitas Indonesia), UNAS
(Universitas Nasional), ISTN (Institut Sains dan Teknologi Nasional) dan
lain sebagainya, yang kemudian jumlah itu sempat membengkak menjadi 70-an
lebih kampus. Namun entah kenapa, dua hari menjelang jatuhnya Soeharto
UNAS menyatakan mundur dari Forkot dan bersama Universitas Pakuan Bogor
serta Aldera (Aliansi Demokrasi Rakyat) langsung mendirikan Front
Nasional. Kejadian yang sangat tiba-tiba ini sempat membuat marah dan
kecewa kampus-kampus lainnya.


Meskipun ada kejadian tersebut, Forkot tetap jalan terus dan akhirnya
tercatat oleh sejarah sebagai organ gerakan mahasiswa pertama yang
�menguasai� Gedung DPR/MPR pada tanggal 18 Mei 1998.

Setelah jatuhnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, tidak membuat aksi-aksi
Forkot menjadi berhenti. Bahkan sebaliknya berbagi demonstrasi yang mereka
lakukan paska Soeharto semakin radikal dan terkesan melayani represifitas
yang dilakukan oleh TNI dan Polri. Hal ini terbukti dalam Kejadian Tragedi
Semanggi I dan Semanggi II, ribuan aktivis Forkot secara �berani�
menghadapi panser dan water canon aparat hanya dengan bersenjatakan batu
dan molotov cocktail saja.

Namun aksi radikal mereka tersebut tak urung mengundang kecaman dan cibiran
sinis dari berbagai kalangan. Beberapa organisasi Islam yang sangat anti
Forkot memplesetkan kepanjangan Forkot menjadi Forum Komunis Total dan
menuduh organ ini didukung oleh para Pastor Serikat Yesuit serta kekuatan
Nasionalis Sekuler. Menghadapi tuduhan dan kecaman tersebut para aktivis
Forkot sama sekali tak ingin menggubrisnya. Menurut Adrian Napitupulu,
salah seorang aktivis senior di Forkot, dalam dunia politik Indonesia hal
seperti itu adalah sudah biasa dimana sebuah kekuatan yang kritis terhadap
kekuasaan akan dimatikan dengan berbagai stigma dan intrik bernada minor.

�Tapi saya pikir rakyat sekarang sudah sangat cerdas dan bisa membedakan
mana yang benar dan mana yang salah,�ungkap mahasiswa Fakultas Hukum UKI ini.
Mengenai soal struktur, Forkot tidak memilki sistem struktur yang baku.

Selama ini rekritmen anggota bersifat cair dan diserahkan kepada simpul
Forkot di berbagai kampus yang bersangkutan. Sedangkan masalah manejemen
organisasi dijalankan secara bersama-sama. Salah satu bentuk manajemen
bersama tersebut adalah soal penunjukan koordinator lapangan dan juru
bicara suatu aksi yang harus mendapatkan persetujuan langsung dari rapat
antar simpul.

Meskipun sudah diusahakan untuk sesolid mungkin namun internal Forkot tak
lepas juga dari masalah ketidak puasan. Setelah beberapa simpul kampus
menyatakan mundur dari Forkot, dengan alasan secara startegi �tidak cocok
lagi� sekitar awal bulan September 1998 beberapa aktivis senior Forkot
seperti Syafiq dari STF Driyakara menyatakan keluar dan bersama beberapa
temannya dari Universitas Moestofo lalu mendirikan FAMRED (Front Aksi
Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi). Pada akhir Februari 2000 giliran
aktivis senior lainnya Eli Salomoan dari ISTN yang hengkang dari Forkot dan
bersama-sama mantan aktivis Forkot lainnya, Faisal Saimima dari ABA ABI
mereka kemudian mendirikan Front Kota (Fronkot).

Kini dengan ribuan anggotannya dari berbagai kampus yang masih bergabung
dengannya, Forkot tampil semakin radikal. Dalam berbagai aksinya menuntut
Pengadilan terhadap Soeharto tak jarang mereka bentrok dengan aparat dan
menimbulkan korban. Menanggapi hal ini, Aldian menyatakan itu sudah
merupakan ciri khas gerakannya.
�Habis suka sih,�jawabnya enteng.

Tetapi menurut Eli Salomoan dan Syafiq dalam sebuah gerakan, sikap radikal
tersebut harus diimbangi dengan suatu wacana perlawanan yang jelas sehingga
menumbuhkan suatu bentuk partisipasi politik mahasiswa yang bersifat
otonomi bukan mobilisasi. Mungkin inilah salah satu faktor yang membedakan
antara Forkot dengan Hangcungryon di Korea Selatan. [hendi]


Sumber:
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/08/23/0010.html

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »