Suryadi: Militer, Otak Penyerangan 27 Juli

June 15, 2014
Suryadi: Militer, Otak Penyerangan 27 Juli
Jakarta - (Astaga.com)
23 Apr 2000, 12:51 WIB


Mantan ketua umum PDI Drs. Suryadi menyatakan bahwa otak dibalik
penyerangan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro pada 27 Juli 1996 adalah
militer. Dan, anggota DPA yang kini meringkuk di tahanan Mabes Polri itu,
meragukan bahwa akan ada penyelesaian kasus itu jika mereka tidak
diperiksa.


Pernyataan Suryadi itu, menurut Pascalis Pieter yang menjadi kuasa hukum
Suryadi, sudah disampaikan kepada tim penyidik kasus 27 Juli dari Mabes
Polri. Pascalis dihubungi Astaga.com lewat telepon, Ahad (23/4).


Menurut Pascalis, para petinggi militer yang harus bertanggung jawab adalah
mantan Pangab Jenderal Feisal Tanjung, mantan Kasospol Letjen (Pur) Syarwan
Hamid, Mantan Pangdam Jaya Letjen (Pur) Sutiyoso, mantan Dandim Jakpus Zul
Effendi, mantan Kapolri Jenderal Dibyo Widodo, mantan Kapolda Mayjen Hamami
Nata, dan mantan Kapolres Jakpus Brigjen Abu Bakar.


"Sampai pemeriksaan terakhir minggu ini, belum satu pun dari mereka yang
dimintai keterangan," katanya. Dia berpendapat, secara stuktural para
petinggi TNI dan Polri yang menjabat pada saat kejadian 27 Juli 1996 harus
bertanggung jawab.


"Tanggung jawab tersebut, misalnya, dengan bersikap tidak menghalangi
pemanggilan dan penyelidikan terhadap dirinya."

Pascalis khawatir, berkas kasus 27 Juli ini akan ditolak pengadilan bila
mereka tidak turut diperiksa. "Dalam BAP seratus lebih orang yang sudah
diperiksa Mabes Polri jelas menyebut beberapa petinggi militer tersebut.
Dan karena melibatkan sipil dan militer maka kelak harus dibentuk peradilan
koneksitas" jelas Pascalis.


Puspom yang berwenang memeriksa petinggi TNI dan Polri juga belum sekali
pun memeriksa mereka.

Oleh karena itu Tim pengacara PDI Suryadi dan TPDI yang dikomdani Petrus
Selestinus akan bergabung mendesak Puspom agar memeriksa petinggi militer
dan Polri.


"Dalam hal ini kami berada pada visi dan persepsi yang sama," jelas
Pascalis mengenai rencana itu.

Pascalis mengaku masih belum puas dangan pemeriksaan yang dilakukan Mabes
Polri sekalipun mantan Ka BIA Mayjen (Pur) Syamsir Siregar sudah mendatangi
Mabes Polri secara Proaktif.


"Intinya para petinggi militer yang saya sebut tadi harus diperiksa kalau
ingin masalah ini tuntas,"tandas Pascalis.***
Sumber:
https://groups.yahoo.com/neo/groups/gosip-politik/conversations/topics/5972 



From: John MacDougall <apakabar@clark.net>
Received: (from apakabar@localhost) by explorer2.clark.net (8.7.1/8.7.1) id QAA27371 for reg.indonesia@conf.igc.apc.org; Sat, 6 Jul 1996 16:03:20 -0400 (EDT)

Date: Tue, 18 Jun 1996 07:31:39 +0700

Kabar dari PIJAR edisi cepat


Kronologi Penggusuran Mega.....


1995, Ketua DPD PDI Jawa Barat yang merupakan pendukung setia Megawati,
Djajang Kurniadi, difitnah oleh Bakorstanasda Jawa barat telah terlibat G
30S. Hal ini menyebabkan ia terpaksa mundur dari jabatannya. Selain itu
suami Megawati sendiri, Taufik Kiemas, juga dituduh terlibat peristiwa G 30
S.

Februari 1996, Gerry Mbatemoy yang didukung kelompok Yusuf Merukh berencana
akan membuat Kongres Luar Biasa (KLB). Berhubung tidak mendapat dukungan
pemerintah maka tentu saja pemeberitaannya sepi-sepi saja.


Maret 1996, Rapim ABRI di Jakarta menelorkan gagasan tentang pentingnya
kongres PDI sebelum Pemilu 1997. Karena jika Megawati tetap berada di
pucuk pimpinan PDI ditakutkan akan terdapat dua calon presiden dalam SU MPR
1998. Dan ini mereka anggap berbahaya bagi kelangsungan status quo.


25 April 1996, Ketua DPC PDI Asahan, H.A. Azhari, dipanggil Komandan Kodim
Asahan. Ia diminta untuk mendukung kongres .


1 Mei 1996, Bagian Sitopu dan Suwardi (Ketua dan Sekretaris DPC Pematang
Siantar) mengalami nasib yang sama. Mereka dipanggil oleh komandan Kodim
0207 Simalungun. Dalam pertemuan itu sang komandan meminta agar DPC
Pematang Siantar ikut kongres dan membuat pernyataan dukungan terhadap
kongres paling lambat 5 Mei 1996. "Kami juga diminta berhubungan dengan
Fatimah Ahmad dan Suryadi," ujar mereka berdua.


2 Mei 1996, Bekas Ketua Umum PDI, Suryadi, diundang Kasospol ABRI Letjen.
Syarwan Hamid untuk memberitahukan bahwa Soeharto meminta Suryadi untuk
menggusur Megawati dari kursi ketua umum. Karena pemerintah khawatir jika
Mega nekat mencalonkan diri menjadi presiden pada SU MPR 1998.


Mei 1996, Kasospol ABRI Letjen. Syarwan Hamid memanggil Alex Litay (Sekjen
DPP PDI). Dalam pertemuan itu, PDI diminta agar tidak melakukan voting
dalam SU MPR 1998 nanti.


2 Juni 1996, Sekjen PDI, Alexander Litay, dipanggil oleh Kasospol ABRI
Letjen. Syarwan Hamid. Ia dibujuk mendukung kelompok Fatimah Ahmad dan
Suryadi yang berencana mengadakan kongres. "Kongres itu tidak menguntungkan
bahkan hanya me-nimbulkan perpecahan," ujar pria yang pernah diculik oleh
kelompok Yusuf Merukh ini kepada wartawan (Selasa, 11/6).


2 Juni 1996, Asisten Sosial Politik Kasospol ABRI Mayjen. Suwarno Adiwijoyo
mengundang beberapa pemim-pin redaksi media massa di Hotel Equatorial,
Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu Suwarno "menghimbau" pers untuk
mendukung jalannya kongres . Selain itu ia juga meminta agar tidak
menggunakan kata "Megawati Digo-yang." Hal ini untuk menghindari kesan
kongres direkayasa pemerintah.


4 Juni 1996, Fatimah Ahmad, salah satu ketua PDI yang membelot, membentuk
 panitya Kongres untuk menjungkalkan Megawati Soekarnoputri dari kursi
ketua umum.


5 Juni 1996, Seperti sudah direncanakan, panitya kongres yang baru berumur
satu hari langsung menemui Dirjen Sosial Politik Depdagri, Sutoyo NK; dan
Direktur Pengamanan Politik Dirjen Sospol Depdagri, Suko Marto-no, di De
pdagri untuk meminta dukungan. Macam orang lebaran, rombongan melanjutkan
sowannya ke Kasospol ABRI Letjen. Syarwan Hamid di mabes ABRI Jl. Medan
Merdeka Barat, Jakarta.


6 Juni 1996, Fatimah Ahmad terbang ke Medan menemui Pangdam I Bukit
Barisan, Mayjen Sedaryanto, untuk membicarakan perihal tempat kongres
 dilaksanakan.


7 Juni 1996, Setelah mendapat kode dari Pangab ABRI Jenderal. Feisal
Tanjung, Pangdam I Bukit Barisan Mayjen. Sedaryanto menyatakan siap
mengamankan jalannya kongres .


11 Juni 1996, Kapuspen ABRI Letjen. Syarwan Hamid memanggil pemimpin
redaksi media massa nasional di Mabes ABRI Jl. Medan Merdeka Barat.
Kapuspen meminta agar media massa mendukung ide kongres. "Sikap ABRI sudah
jelas bahwa ABRI mendukung kongres," kata jenderal yang rajin berseminar
itu.

Sumber:
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/07/06/0064.html

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »