Kasus 27 Juli, Bukan Hanya Milik PDI
27 Jul 2002 14:44
Liputan6.com, Jakarta: Tepat enam tahun silam, Kantor Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, diserbu PDI kubu Suryadi. Pada Sabtu (27/7) pagi, PDI Perjuangan memperingatinya di halaman "kantor lama mereka". Para keluarga simpatisan dan korban Tragedi 27 Juli juga ikut meramaikan dengan melakukan long march. Dengan mengusung keranda bertuliskan "Matinya Demokrasi", mereka bergerak dari Tugu Proklamasi menuju Kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI-P di Jalan Diponegoro seraya menaburkan bunga di sepanjang jalan.
Dalam orasinya, para korban menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah yang lamban menangani Kasus 27 Juli. Untuk itu, mereka mendesak pemerintah segera menyelesaikan kasus ini. Para demonstran juga menolak pencalonan Sutiyoso sebagai Gubernur Jakarta. Sebab, Sutiyoso dinilai terlibat dalam Peristiwa 27 Juli.
Acara dilanjutkan dengan tahlilan dan pembacaan doa bagi korban di dalam Kantor DPP PDI-P. Di antara ratusan simpatisan korban, tampak Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah DKI Tarmidi Suhardjo dan anggota DPR dari PDI-P Permadi. Pada kesempatan itu, Permadi mengatakan, lambatnya penyelesaian Kasus 27 Juli dikarenakan pihak kejaksaan selalu mengembalikan berkas perkara pemeriksaan dari kepolisian. Namun begitu, sejauh ini, korban tragedi berdarah itu tetap bertekad memperjuangkan penyelesaian kasus tersebut. Mereka berniat mendatangi Kejaksaan Tinggi dan Markas Besar Polri, Selasa pekan depan.
Di depan Istana Merdeka, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aksi Bersama berunjuk rasa sejak pukul 7.00 WIB. Mereka menyatakan, Kasus 27 Juli adalah momentum kekerasan negara terhadap rakyat yang masih berlangsung hingga kini. Dalam aksinya, para pengunjuk rasa menuntut pemerintah mengadili sejumlah anggota TNI/Polri yang terlibat Kasus Trisakti, Timor Timur, Aceh, Tanjungpriok, termasuk kasus penyerbuan Kantor PDI-P enam tahun silam. Selain orasi, para mahasiswa juga menggelar happening art yang menggambarkan pembunuhan massal oleh anggota TNI/Polri. Dari Istana Merdeka, para pengunjuk rasa melanjutkan aksinya di depan Markas Besar Polri, Jakarta Selatan dengan menyuarakan tuntutan yang sama.
Peringatan Tragedi 27 Juli juga digelar ratusan kader PDI-P Pajang, Surakarta, Jumat (26/7) malam. Para simpatisan partai banteng gendut ini melakukan long march dengan menempuh rute puluhan kilometer. Mereka bergerak dari Pos Koordinasi PDI-P Pajang menuju kantor Dewan Pimpinan Cabang PDI-P Surakarta sambil mengarak keranda dan pocong. Untuk mengenang para seniornya yang tewas dalam Kasus 27 Juli, para demonstran melantunkan lagu "Gugur Bunga". Sesampainya di Kantor DPC PDI-P Surakarta, mereka disambut dan diterima oleh para pengurus cabang. Kemudian, acara ditutup dengan renungan dan doa bersama. Seperti rekan-rekannya di Ibu Kota, mereka juga mendesak pemerintah menuntaskan proses hukum hingga menemukan dalang yang bertanggung jawab atas insiden 27 Juli [baca: "Matinya Demokrasi" pada Peringatan Sabtu Kelabu].
Tepat enam tahun silam, Kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan massa PDI kubu Suryadi. Dalam peristiwa yang dikenal dengan Sabtu Kelabu itu, massa yang mengenakan kaos merah secara brutal melempari dengan batu dan membakar Kantor PDI yang dikuasai kubu Megawati Sukarnoputri. Penyerbuan pertama di pagi hari ini sempat terhenti sejenak. Kesempatan tersebut digunakan sejumlah sekolah yang berada di sekitar lokasi kejadian untuk memulangkan siswanya demi keselamatan mereka.
Sekitar pukul 09.00 WIB, penyerbuan tahap kedua dimulai. Jumlah pendukung PDI Suryadi bertambah secara bergelombang. Sementara pendukung PDI Megawati yang masih bertahan terus melawan. Anehnya, anggota kepolisian membiarkan aksi brutal ini terus berlangsung. Bahkan, polisi yang semula hanya memblokir dan mengawasi bentrokan, akhirnya ikut mendobrak pintu gerbang Kantor PDI. Kerusuhan akhirnya melebar ke sejumlah kawasan terdekat, seperti Jalan Imam Bonjol, Salemba, dan Proklamasi. Satu unit bus dan sejumlah gedung dibakar massa.
Di lain pihak, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya--waktu itu--Mayor Jenderal Polisi Hamami Nata dan Panglima Komando Daerah Militer Jaya yang saat itu dijabat Mayjen TNI Sutiyoso mengatakan, penyerbuan dan kerusuhan tersebut dipicu konflik internal tubuh PDI. "Hanya beberapa orang terluka," kata Sutiyoso, saat itu. Namun, sejumlah kalangan menilai, kerusuhan di kantor PDI adalah suatu bentuk penyerbuan yang direncanakan dengan sempurna. Keterlibatan petugas keamanan dianggap cukup lekat dalam peristiwa ini. Dari peristiwa itu, Komisi Nasional HAM mencatat, lima orang tewas yang semuanya berada di luar kantor PDI, 143 luka-luka, dan 23 lainnya dinyatakan hilang. Sebanyak 124 pendukung PDI Megawati juga ditangkap dengan tuduhan memicu kerusuhan. Berkat kasus ini pula, nama Megawati naik ke permukaan panggung politik Tanah Air.
Peristiwa 27 Juli, sejatinya memang bukan milik PDI semata, melainkan juga lembaran hitam dalam perjalanan sejarah Tanah Air. Sayangnya, hingga kini, kasus ini seakan hilang dan terlupakan tanpa kejelasan yang pasti. Ironis, memang.(ZAQ/Tim Liputan 6 SCTV).
Dalam orasinya, para korban menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah yang lamban menangani Kasus 27 Juli. Untuk itu, mereka mendesak pemerintah segera menyelesaikan kasus ini. Para demonstran juga menolak pencalonan Sutiyoso sebagai Gubernur Jakarta. Sebab, Sutiyoso dinilai terlibat dalam Peristiwa 27 Juli.
Acara dilanjutkan dengan tahlilan dan pembacaan doa bagi korban di dalam Kantor DPP PDI-P. Di antara ratusan simpatisan korban, tampak Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah DKI Tarmidi Suhardjo dan anggota DPR dari PDI-P Permadi. Pada kesempatan itu, Permadi mengatakan, lambatnya penyelesaian Kasus 27 Juli dikarenakan pihak kejaksaan selalu mengembalikan berkas perkara pemeriksaan dari kepolisian. Namun begitu, sejauh ini, korban tragedi berdarah itu tetap bertekad memperjuangkan penyelesaian kasus tersebut. Mereka berniat mendatangi Kejaksaan Tinggi dan Markas Besar Polri, Selasa pekan depan.
Di depan Istana Merdeka, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aksi Bersama berunjuk rasa sejak pukul 7.00 WIB. Mereka menyatakan, Kasus 27 Juli adalah momentum kekerasan negara terhadap rakyat yang masih berlangsung hingga kini. Dalam aksinya, para pengunjuk rasa menuntut pemerintah mengadili sejumlah anggota TNI/Polri yang terlibat Kasus Trisakti, Timor Timur, Aceh, Tanjungpriok, termasuk kasus penyerbuan Kantor PDI-P enam tahun silam. Selain orasi, para mahasiswa juga menggelar happening art yang menggambarkan pembunuhan massal oleh anggota TNI/Polri. Dari Istana Merdeka, para pengunjuk rasa melanjutkan aksinya di depan Markas Besar Polri, Jakarta Selatan dengan menyuarakan tuntutan yang sama.
Peringatan Tragedi 27 Juli juga digelar ratusan kader PDI-P Pajang, Surakarta, Jumat (26/7) malam. Para simpatisan partai banteng gendut ini melakukan long march dengan menempuh rute puluhan kilometer. Mereka bergerak dari Pos Koordinasi PDI-P Pajang menuju kantor Dewan Pimpinan Cabang PDI-P Surakarta sambil mengarak keranda dan pocong. Untuk mengenang para seniornya yang tewas dalam Kasus 27 Juli, para demonstran melantunkan lagu "Gugur Bunga". Sesampainya di Kantor DPC PDI-P Surakarta, mereka disambut dan diterima oleh para pengurus cabang. Kemudian, acara ditutup dengan renungan dan doa bersama. Seperti rekan-rekannya di Ibu Kota, mereka juga mendesak pemerintah menuntaskan proses hukum hingga menemukan dalang yang bertanggung jawab atas insiden 27 Juli [baca: "Matinya Demokrasi" pada Peringatan Sabtu Kelabu].
Tepat enam tahun silam, Kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan massa PDI kubu Suryadi. Dalam peristiwa yang dikenal dengan Sabtu Kelabu itu, massa yang mengenakan kaos merah secara brutal melempari dengan batu dan membakar Kantor PDI yang dikuasai kubu Megawati Sukarnoputri. Penyerbuan pertama di pagi hari ini sempat terhenti sejenak. Kesempatan tersebut digunakan sejumlah sekolah yang berada di sekitar lokasi kejadian untuk memulangkan siswanya demi keselamatan mereka.
Sekitar pukul 09.00 WIB, penyerbuan tahap kedua dimulai. Jumlah pendukung PDI Suryadi bertambah secara bergelombang. Sementara pendukung PDI Megawati yang masih bertahan terus melawan. Anehnya, anggota kepolisian membiarkan aksi brutal ini terus berlangsung. Bahkan, polisi yang semula hanya memblokir dan mengawasi bentrokan, akhirnya ikut mendobrak pintu gerbang Kantor PDI. Kerusuhan akhirnya melebar ke sejumlah kawasan terdekat, seperti Jalan Imam Bonjol, Salemba, dan Proklamasi. Satu unit bus dan sejumlah gedung dibakar massa.
Di lain pihak, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya--waktu itu--Mayor Jenderal Polisi Hamami Nata dan Panglima Komando Daerah Militer Jaya yang saat itu dijabat Mayjen TNI Sutiyoso mengatakan, penyerbuan dan kerusuhan tersebut dipicu konflik internal tubuh PDI. "Hanya beberapa orang terluka," kata Sutiyoso, saat itu. Namun, sejumlah kalangan menilai, kerusuhan di kantor PDI adalah suatu bentuk penyerbuan yang direncanakan dengan sempurna. Keterlibatan petugas keamanan dianggap cukup lekat dalam peristiwa ini. Dari peristiwa itu, Komisi Nasional HAM mencatat, lima orang tewas yang semuanya berada di luar kantor PDI, 143 luka-luka, dan 23 lainnya dinyatakan hilang. Sebanyak 124 pendukung PDI Megawati juga ditangkap dengan tuduhan memicu kerusuhan. Berkat kasus ini pula, nama Megawati naik ke permukaan panggung politik Tanah Air.
Peristiwa 27 Juli, sejatinya memang bukan milik PDI semata, melainkan juga lembaran hitam dalam perjalanan sejarah Tanah Air. Sayangnya, hingga kini, kasus ini seakan hilang dan terlupakan tanpa kejelasan yang pasti. Ironis, memang.(ZAQ/Tim Liputan 6 SCTV).
- See more at: http://m.liputan6.com/news/read/38632/kasus-27-juli-bukan-hanya-milik-pdi#sthash.BwWgn2s9.dpuf
EmoticonEmoticon