Jum'at, 01 April 2005 | 15:43 WIB
Kasus Talangsari Lampung Dibuka Lagi
TEMPO Interaktif, Jakarta:Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mulai turun lapangan untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM di Talangsari, Lampung. Mereka menemui para saksi korban yang tersebar di beberapa tempat di Lampung. Tim penyelidikan kasus Talangsari ini, rencananya akan melakukan investigasi lapangan hingga hari Minggu (3/4) mendatang.
Menurut ketua tim penyelidikan Kasus Talangsari tersebut, Eni Suprapto, pertanyaan yang diajukan kepada para saksi korban adalah seputar keterlibatan mereka dalam kasus itu, dan pelanggaran HAM apa saja yang dialami saksi korban. "Setelah mewawancarai sejumlah saksi korban, kami menilai memang ada pelanggaran HAM," kata Eni di sela-sela tugasnya mewawancarai saksi korban di Desa Sidorejo, Lampung Timur.
Diantara pelanggaran HAM tersebut adalah pembunuhan dengan sewenang-wenang, terjadi penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, dan kebebasan bergerak. "Semua informan yang kami temui, mengalami pelanggaran HAM jenis ini,"ujarnya.
Kasus Talangsari terjadi pada Selasa 7 Februari 1989. Akibat penyerbuan yang dilakukan aparat keamanan ke pondok pengajian di Desa Talangsari III, Lampung Timur, sedikitnya 246 korban meninggal dunia. Puluhan korban lainnnya dipenjarakan, baik melalui proses hokum maupun tanpa proses hukum.
Menurut Eni, setelah menggali data dari saksi korban, tim Komnas HAM juga akan meng kroscek pada para pelaku. Pihak yang dapat dikategorikan pelaku dalam kasus ini adalah Komando Resort Militer (Korem) 043 Garuda Hitam, Polisi Daerah (Polda) Lampung, dan Pemerintah Propinsi Lampung. "Meskipun orang-orang yang terlibat sudah tidak ada lagi di Lampung, paling tidak kami memproleh keterangannya sebagai sebuah instansi, kami juga akan meminta keterangan Kolonel Hendro Priyono, selaku mantan Danrem 043 Garuda Hitam, yang memimpin penyerbuan ke Talangsari,"katanya.
Setelah melakukan kros cek, tim ini akan memberikan rekomendasi kepada Komnas HAM selalu lembaga, tindak lanjut yang harus dilakukan. Dikatakannya, tim ini berkerja berlandaskan Undang-Undang No 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia. "Hasil akhirnya, Komnas HAM akan memberikan rekomendasi kepada lembaga yang diketahui melakukan pelanggaran HAM, untuk mengambil tindakan,"ujarnya.
Komnas HAM sebenarnya sudah membentuk tim ad hoc kasus Talangsari, sejak Juni 2001 lalu. Namun baru sekarang tim Komnas tersebut turun lapangan. Banyak kalangan menilai Komnas HAM tidak berani mengusut kasus tersebut, karena ada intervensi dari pihak luar. "Dulu kerja Komnas HAM tertunda karena ada pergantian anggota. Bukan karena tekanan dari pihak manapun, apalagi dari unsur kekuasaan,"kata Eni.
Meskipun korban sebagian korban Kasus Talangsari menyatakan sudah ishlah dengan Hendro Priyono, menurut Eni, tidak berarti proses hukum kasus itu selesai. "Yang mau ishlah silakan saja. Namun itu tidak berarti pelaku kejahatan HAM dalam peristiwa Talangsari ini dapat lolos dari jeratan hukum,"katanya.
Sejumlah korban yang ditemui mengaku senang dengan turunnya tim Komnas Ham tersebut. "Saya merasa lega. Setelah berjuang bertahun-tahun, akhirnya Komnas HAM mau juga memperhatikan kami,"kata Azwar, 65 tahun, salah seorang korban. Azwar berharap, kerja Komnas HAM jangan berhenti pada pengumpulan data saja. "Kami minta agar ada proses hukumnya. Pelaku pelanggaran HAM juga harus diadili,"ujarnya.
Fadilasari
http://www.tempo.co/read/news/2005/04/01/05558918/Kasus-Talangsari-Lampung-Dibuka-Lagi
EmoticonEmoticon