Soeharto, Diktator Terkorup Sedunia Abad ke-20
Jumat, 04 Juli 2014, 00:57 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Presiden Soeharto ditempatkan sebagai Presiden terkorup sedunia berdasarkan temuan Transparency International 2004 dengan total perkiraan korupsi sebesar 15-25 miliar dolar AS.
Karena itu, Koalisi Mayarakat Sipil Melawan Lupa menyatakan menolak calon presiden (capres) yang mendukung pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto. Salah satu kasus korupsi besar yang dilakukan Soeharto yakni penggunaan Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden.
Dana tersebut digunakan untuk membiayai tujuh yayasan milik Soeharto, yakni Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.
Dalam Pasal 4 Ketetapan MPR No XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menyebutkan secara jelas “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya. maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia”.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No 2896 K/Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, memutuskan Yayasan Supersemar dihukum mengganti kerugian negara sebesar 315.002.183 US dolar dan Rp 139.229.178 atau sekitar Rp 3,07 triliun. Namun, hingga kini putusan tersebut belum dieksekusi lantaran aset Yayasan Supersemar tidak mencukupi untuk membayar ganti rugi.
Aktivis Indonesian Legal Roundtabel (ILR) Erwin Natosmal Oemar, mengatakan berdasarkan hasil penyelidikan PBB, pada abad ke-20 Soeharto adalah diktator paling korup sedunia. Dia menyayangkan capres Prabowo Subianto yang mewacanakan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto tanpa melihat kesalahan apa saja yang dibuat.
“Konsen kita ingin mengingatkan publik jangan sampai terjebak, saking gembiranya demokrasi kita lupa fakta-fakta sejarah di masa lalu,” kata Erwin dalam konferensi pers di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW), Kamis (3/7).
Menurut Erwin, genelogi korupsi Soeharto diawali pada 1976 dengan mengeluarkan peraturan pemerintah No 15 Tahun 1976 tentang penetapan penggunaan sisa laba bersih bank-bank milik pemerintah. Setiap tahun sebesar lima persen keuntungan bank harus disumbangkan ke yayasannya. Bahkan realisasinya 50 persen dari keuntungan sisa laba bersih bank dikirim dan disalurkan ke yayayan tertentu.
“Suharto terbukti secara hukum melakukan tindak korupsi, itu baru satu yayasan. Jika ada capres yang ingin pemberantasan korupsi tapi ingin memberikan Soeharto gelar pahlawan itu tindakan kontradiktif. Ini adalah penipuan publik, manipulasi sejarah yang harus diingatkan kepada publik,” kata Erwin.
Karena itu, Koalisi Mayarakat Sipil Melawan Lupa menyatakan menolak calon presiden (capres) yang mendukung pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto. Salah satu kasus korupsi besar yang dilakukan Soeharto yakni penggunaan Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden.
Dana tersebut digunakan untuk membiayai tujuh yayasan milik Soeharto, yakni Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.
Dalam Pasal 4 Ketetapan MPR No XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menyebutkan secara jelas “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya. maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia”.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No 2896 K/Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, memutuskan Yayasan Supersemar dihukum mengganti kerugian negara sebesar 315.002.183 US dolar dan Rp 139.229.178 atau sekitar Rp 3,07 triliun. Namun, hingga kini putusan tersebut belum dieksekusi lantaran aset Yayasan Supersemar tidak mencukupi untuk membayar ganti rugi.
Aktivis Indonesian Legal Roundtabel (ILR) Erwin Natosmal Oemar, mengatakan berdasarkan hasil penyelidikan PBB, pada abad ke-20 Soeharto adalah diktator paling korup sedunia. Dia menyayangkan capres Prabowo Subianto yang mewacanakan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto tanpa melihat kesalahan apa saja yang dibuat.
“Konsen kita ingin mengingatkan publik jangan sampai terjebak, saking gembiranya demokrasi kita lupa fakta-fakta sejarah di masa lalu,” kata Erwin dalam konferensi pers di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW), Kamis (3/7).
Menurut Erwin, genelogi korupsi Soeharto diawali pada 1976 dengan mengeluarkan peraturan pemerintah No 15 Tahun 1976 tentang penetapan penggunaan sisa laba bersih bank-bank milik pemerintah. Setiap tahun sebesar lima persen keuntungan bank harus disumbangkan ke yayasannya. Bahkan realisasinya 50 persen dari keuntungan sisa laba bersih bank dikirim dan disalurkan ke yayayan tertentu.
“Suharto terbukti secara hukum melakukan tindak korupsi, itu baru satu yayasan. Jika ada capres yang ingin pemberantasan korupsi tapi ingin memberikan Soeharto gelar pahlawan itu tindakan kontradiktif. Ini adalah penipuan publik, manipulasi sejarah yang harus diingatkan kepada publik,” kata Erwin.
Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/07/04/n85dwn-soeharto-diktator-terkorup-sedunia-abad-ke20
EmoticonEmoticon