ICW Desak Kejaksaan Tuntaskan Kasus Korupsi Era Soeharto
Ada 43 koruptor yang belum dihukum sampai sekarang. Apa alasannya?
Minggu, 20 Oktober 2013, 17:36 Anggi Kusumadewi, R. Jihad Akbar
(kejaksaan.go.id)
Peneliti Indonesia Corruption Watch dan juga juru bicara Koalisi Masyarakat Anti-korupsi, Tama S Langkun, mengatakan ke-37 koruptor yang memiliki kasus berbeda tersebut proses hukumnya tersebar di 10 provinsi di Indonesia dengan rincian 18 kasus di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, 4 kasus di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, 5 kasus di Kejaksaan Tinggi Riau, dan 2 kasus di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Hingga saat ini Kejaksaan beralasan 25 dari 37 kasus yang melibatkan 37 koruptor tersebut belum dieksekusi karena pelakunya buron. Sementara 6 kasus lain perkembangannya tidak jelas, 4 kasus lagi terpidananya sakit fisik atau sakit jiwa, dan 1 kasus sisanya terpidananya mengajukan peninjauan kembali (PK).
“Padahal lambatnya eksekusi terhadap koruptor ini memperbesar kemungkinan bagi mereka untuk melarikan diri,” kata Tama di kantor ICW, Jakarta.
Uang Pengganti
Selain para koruptor tersebut belum dihukum, eksekusi terhadap uang pengganti hasil korupsi pun tidak berjalan maksimal. Dari laporan hasil audit keuangan negara tentang piutang Kejaksaan Agung RI per 30 Juni 2012, BPK menyebut saldo piutang untuk pengganti hasil korupsi adalah Rp12,7 triliun.
“Piutang Kejaksaan dari eksekusi uang pengganti berdasarkan data BPK sebesar Rp12,7 triliun dan US$290,4 juta. Padahal eksekusi pidana uang pengganti dapat segera dilaksanakan setelah putusan inkrah sehingga tidak ada alasan bagi Kejaksaan untuk tidak melakukannya. Hal ini diatur secara jelas dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ujar Tama.
Ada pula masalah eksekusi Yayasan Supersemar milik Presiden Soeharto. Yayasan tersebut dinyatakan bersalah dan harus membayar denda Rp3,7 triliun karena terbukti melanggar hukum dalam kasus mekanisme pemberian beasiswa.
“Kami merekomendasikan pengajuan gugatan perdata terhadap enam yayasan milik Soeharto lainnya seperti Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharmais, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Yayasan Dana Gotong Royong,” kata Tama. (ren)
“Piutang Kejaksaan dari eksekusi uang pengganti berdasarkan data BPK sebesar Rp12,7 triliun dan US$290,4 juta. Padahal eksekusi pidana uang pengganti dapat segera dilaksanakan setelah putusan inkrah sehingga tidak ada alasan bagi Kejaksaan untuk tidak melakukannya. Hal ini diatur secara jelas dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ujar Tama.
Ada pula masalah eksekusi Yayasan Supersemar milik Presiden Soeharto. Yayasan tersebut dinyatakan bersalah dan harus membayar denda Rp3,7 triliun karena terbukti melanggar hukum dalam kasus mekanisme pemberian beasiswa.
“Kami merekomendasikan pengajuan gugatan perdata terhadap enam yayasan milik Soeharto lainnya seperti Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharmais, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Yayasan Dana Gotong Royong,” kata Tama. (ren)
© VIVA.co.id
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/452562-icw-desak-kejaksaan-tuntaskan-kasus-korupsi-era-soeharto
EmoticonEmoticon