"Soeharto Pengkhianat Bangsa!"
Ketika Harian Kompas, Jawa Pos, Koran Tempo dan Suara Merdeka pada 22 Februari 2007 lalu memberitakan harta terpendam Soeharto. Sontak banyak pihak memberi respon positif. Pasalnya, kekayaan hasil korupsi mantan orang nomor satu di negeri ini sukar untuk disentuh.
Akhirnya, cara lain dilakukan oleh Kejaksaan Agung untuk menjerat Soeharto melalui gugatan perdata, setelah gagal menjeratnya dengan tindak pidana. Sebelum gugatan diajukan, Kejagung melayangkan somasi. Isinya, meminta agar Soeharto menyerahkan seluruh uang hasil korupsi sekitar Rp 1,7 triliun.
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh sendiri yang mengirimkan somasi tersebut. Kejagung juga memberikan tenggat kepada Soeharto untuk menjawab somasi, selambatnya sepekan sejak surat somasi dilayangkan. Kejagung meminta penyerahan hasil korupsi tujuh yayasan yang pernah diketuai Soeharto.
Sesuai surat dakwaan, Soeharto didakwa kasus korupsi tujuh yayasan dengan total kerugian negara Rp 1,7 triliun atau USD 419 juta. Tujuh yayasan yang pernah diketuai Soeharto tersebut adalah Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Trikora, Dharmais, Dana Abadi Karya Bakti (Dakab), Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Gotong Royong Kemanusiaan.
Menurut Arman, nama panggilan Jaksa Agung, kejaksaan tidak memaksa Soeharto menjawab somasi tersebut. Namun, jika dia mengabaikan somasi, kejaksaan akan memasukkan gugatan ke pengadilan. "Itu sesuai hukum acara (perdata)," tegasnya. Sebaliknya, kejaksaan menjajaki membatalkan gugatan jika Soeharto ternyata mengindahkan isi somasi tersebut.
Dia menambahkan, soal pendaftaran gugatan, kejaksaan tinggal melangkah. Draf gugatan telah selesai dan siap didaftarkan. "Gugatannya sudah selesai kok," ujar mantan aktivis YLBHI tersebut. Pendaftaran gugatan telah dilakukan akhir Februari 2007 lalu.
Harta 7 yayasan Masih Terlalu Kecil
Jumlah Rp 1,7 triliun itu besar sekali, dan karena banyaknya maka sukar untuk dibayangkan. Sebab, kalau ditulis dengan angka, maka Rp 1,7 triliun berarti Rp 1,7 dikalikan 1.000.000 juta, atau Rp 1.700 000 000 000 (angka nolnya ada sebelas). Ini jumlah uang yang besar sekali!
Harta sebesar itu merupakan hasil 7 yayasan yang pernah didirikan Soeharto, melalui cara-cara halus dan kasar dengan menggunakan kekuasaannya sebagai pemimpin tertinggi rejim Orde Baru. Padahal, yayasan-yayasan Suharto (beserta keluarganya) tidak hanya yang tujuh saja. Menurut penelitian George Aditjondro (lihat: Yayasan-yayasan Suharto dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak.) ada sekitar 40 buah. Selama ini tidak diketahui dengan pasti berapa besar aset-aset yang dimiliki yayasan-yayasan Soeharto itu.
Kalau Kejagung berusaha supaya Soeharto mengembalikan uang hasil korupsi yang sebesar Rp 1,7 triliun, maka jelaslah bahwa jumlah itu hanya sebagian kecil sekali saja dari harta haram yang telah dikumpulkan dengan cara-cara yang kotor selama 32 tahun kekuasaannya. Sebab, menurut laporan majalah TIME 24 Mei 1999 kekayaan Soeharto (beserta keluarganya) ditaksir USD 15 miliar. Jadi, jumlah uang yang akan “ditarik” oleh Kejaksaan Agung dari Soeharto (yang Rp 1,7 triliun atau USD 419 juta itu) hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan harta Soeharto beserta keluarganya, yang jumlahnya ratusan triliun rupiah.
Soeharto = Orde Baru
Kabar akan digugatnya harta haram Soeharto dalam 7 yayasannya, merupakan langkah awal membongkar kebusukan moral Soeharto (beserta keluarganya) , yang selama puluhan tahun dibungkus segala kemegahan. Penelanjangan kebusukan moral Suharto melalui pembongkaran korupsi besar-besaran merupakan sejarah penting bagi bangsa ini.
Iklim korupsi oleh Soeharto (dan keluarganya) adalah perwujudan sistem politik rejim Orde Baru yang hanya menguntungkan sekelompok orang saja. Menilik besarnya harta haram yang telah dikumpulkan oleh Soeharto, jelaslah bagi banyak orang bahwa Soeharto merupakan pengkhianat besar kepentingan rakyat Indonesia !
Korupsi terbesar Soeharto berkaitan erat dengan penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruhnya sebagai presiden, sebagai panglima tertinggi ABRI, sebagai pimpinan utama GOLKAR. Singkatnya sebagai orang paling berkuasa dari rejim Orde Baru. Korupsi ini pun dimungkinkan oleh adanya dukungan dari pembesar-pembesar militer dan Golkar (dan golongan lainnya) yang merupakan tulang-punggung Orde Baru selama puluhan tahun.
Oleh karena itu, pembongkaraan korupsi harta Soeharto (dan keluarganya) bukan hanya merupakan pukulan berat bagi Soeharto saja, melainkan pukulan berat bagi pendukung utamanya. Bahkan lebih jauh lagi, penyelidikan hasil korupsi merupakan pembongkaran kejahatan, keburukan, atau kekbobrokan rejim Orde Baru. Sebab, Soeharto adalah pengejawantahan rejim Orde Baru selama 32 tahun mengangkangi bangsa Indonesia secara paksa dan bertangan besi. Dilihat dari berbagai segi, bolehlah dikatakan; Soeharto adalah Orde Baru, dan Orde Baru adalah Soeharto.
Presiden Terkorup Di Dunia
Korupsi besar-besaran yang dilakukan Soeharto (dan keluarganya) sebagai pemangku kekuasaan tertinggi selama 32 tahun, merupakan pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat di bidang politik, sosial, ekonomi, dan HAM. Harta haram yang begitu besar itu telah ditumpuknya di atas mayat ribuan manusia yang dibunuh tahun 65-66, di atas lautan air mata dan darah puluhan juta keluarga korban peristiwa 65.
Sudah rahasia umum jika sejak lama Soeharto dikenal sebagai presiden yang terkorup di dunia, diktator yang melakukan berbagai kekejaman serupa fasis Hitler. Buktinya, kalau kita buka Google (bahasa Inggris) di Internet dan kita ketik kata kunci “Soeharto corruption” maka akan tersedia 317 000 halaman yang berkaitan dengan korupsi Soeharto. Luar biasa familiarnya sosok ‘mantan pemimpin’ yang satu ini.
Menurut laporan organisasi independent internasional yang mengadakan penelitian terhadap masalah korupsi berbagai tokoh di dunia, yaitu Transparency International ( 24 Maret 2004), Soeharto menduduki tempat paling atas di antara 10 kepala negara terkorup di dunia. Menurut laporan itu, korupsi Soeharto meliputi jumlah antara US$ 15 sampai US$ 35 miliar (atau, antara US $ 15.000.000.000 dan US $ 35.000.000.000) . Kalau dihitung dalam Rupiah maka US$ 15 miliar itu adalah 15.000.000.000 dikalikan Rp 10.000 (dibulatkan, sekitar kurs dewasa ini), menjadi Rp 150.000.000. 000.000, atau Rp 150 triliun. Itu paling sedikitnya. Sebab, ditaksir harta haram hasil korupsi Soeharto (dan keluarganya) adalah antara US$ 15 miliar dan US$ 35 miliar. Jumlah yang diumumkan oleh Transparency International hampir sama dengan laporan majalah TIME itu. Angka yang sangat, sangat, dan sangat besar sekali!
Nah, sekarang coba kita pikir dalam-dalam. Apakah harta sebesar itu, betul-betul hasil jerih payah atau usaha yang “bersih” dari Soeharto beserta anak-anaknya, dan bukannya dari berbagai praktek-praktek yang tercela? Dengan kalimat lain, apakah harta sebanyak itu betul-betul murni hasil usaha yang sah dan adil dari Soeharto, Tutut, Sigit, Bambang, Tommy, Mamiek dan Titiek? Atau, dengan pertanyaan lagi; apakah harta sebanyak itu mereka peroleh dengan cara-cara yang biasa dan jujur? Sepertinya, tidak mungkin, alias mustahil !!!
Menumpuk Harta Haram
Harta haram Soeharto (dan keluarganya) sebesar antara US$ 15 miliar sampai US$35 miliar merupakan bukti yang jelas bahwa Soeharto adalah pengkhianat terbesar kepentingan rakyat. Dengan dalih menyelamatkan bangsa dari bahaya Sukarnoisme dan komunisme, Soeharto telah menyalahgunakan berbagai kesempatan dan kekuasaan untuk menumpuk harta melalui jalan yang tidak benar.
Oleh karena itu, sesuatu yang wajar jika sekarang banyak elemen masyarakat menuntut dikembalikannya dana/harta tersebut. Merupakan sesuatu yang memalukan kalau kejahatan yang begitu besar dibiarkan saja dan tidak ada tindakan apapun untuk memeriksa dan mengadilinya. Sehingga tak salah, jika dikatakan bahwa kejahatan Soeharto lebih besar dari seluruh kejahatan yang dilakukan oleh penjahat-penjahat kriminal Indonesia dijadikan satu.
Sejarah bangsa Indonesia akan membuktikan bahwa mengadili berbagai kejahatan, dan kesalahan (termasuk KKN) Soeharto adalah sesuatu yang benar dan perlu dilakukan, demi kebaikan bangsa ini kedepannya. Artinya, membiarkan, mendiamkan atau bahkan menutup-nutupi kejahatannya merupakan sikap yang salah.
Membela Soeharto berarti Konyol
Langkah untuk mengambil alih harta kejahatan Soeharto dan menuntutnya untuk diadili merupakan poin penting untuk bisa mengadakan perubahan dan perbaikan atas berbagai kerusakan yang ditimbulkan rejim Orde Baru. Sebab, mengadili segala kejahatan dan kesalahan Soeharto berarti juga mengadili (secara tidak langsung) kejahatan dan kesalahan para pembantunya dan para pendukung setianya.
Makin terbongkarnya berbagai keboborokan Soeharto beserta keluarga (antara lain: kasus 7 yayasan, kasus simpanan Tommy sebesar 36 juta Euro (atau sekitar Rp 421 miliar) di bank BNP, kasus Sigit dan Bambang) membuat sulitnya para mantan tokoh-tokoh Orde Baru (baca; sebagian pimpinan militer dan GOLKAR) untuk terang-terangan mendukung Suharto. Sekarang, membela kesalahan dan kejahatan Soeharto, sama saja dengan bunuh diri atau konyol.
Sebab, jelas kiranya bagi banyak orang, baik di Indonesia maupun di dunia, bahwa Soeharto adalah maling terbesar yang pernah ada dan karenanya merupakan pengkhianat besar kepentingan negara dan rakyat Indonesia .
(Tulisan ini disarikan dari website
http://perso.club-internet.fr/kontak.)
Sumber:
http://kelana-tambora.blogspot.com/2007/03/soeharto-pengkhianat-bangsa.html
EmoticonEmoticon