Assegaf: Soeharto Koruptor No 1 Bisa Jadi Pakai Data Time

Assegaf: Soeharto Koruptor No 1 Bisa Jadi Pakai Data Time

July 31, 2014 Add Comment
Rabu, 19/09/2007 09:29 WIB

Assegaf: Soeharto Koruptor No 1 Bisa Jadi Pakai Data Time

Arfi Bambani Amri - detikNews
 
Jakarta - Salah satu pengacara Soeharto, M Assegaf, menilai tindakan PBB menaruh kliennya sebagai kepala negara nomor 1 paling banyak korupsi tak berdasarkan fakta. Assegaf curiga, data itu diambil dari majalah Time. "Konon kabarnya itu masukan dari media massa juga. Bisa jadi itu data dari majalah Time," ujar Assegaf kepada detikcom, Rabu (19/9/2007). Apalagi, menurut Assegaf, apa yang ditemukan PBB itu judulnya saja baru perkiraan dana. Jadi sesuatu yang bersifat kemungkinan. "Validitasnya diragukan," imbuhnya. Data yang dilansir Time itu perlu diperdebatkan. Tim pengacara Soeharto sudah pernah meminta Time membuktikan beberapa hal mengenai data itu. "Time ini kita sendiri kita suruh membuktikan. Time mengatakan ada transfer US$ 9 miliar dari Swiss ke Austria. Time tidak bisa membuktikan bank mana dan kapan transaksinya kok," jelas Assegaf. Apalagi, baru-baru ini saja Mahkamah Agung memenangkan gugatan perdata Soeharto atas Time atas berita 'Soeharto Inc' itu. Bahkan MA memerintahkan Time membayar kerugian immateriil sampai Rp 1 triliun. Sebelumnya PBB bersama Bank Dunia melakukan kerja sama Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative untuk menyelamatkan hasil korupsi yang ditaruh di luar negeri. Dalam kerja sama itu, PBB merilis data kepala negara yang diduga korupsi paling banyak. Soeharto berada di posisi puncak, dengan perkiraan nilai korupsi antara US$ 15-35 miliar. 


Sumber:
http://news.detik.com/read/2007/09/19/092904/831670/10/assegaf-soeharto-koruptor-no-1-bisa-jadi-pakai-data-time
Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Soeharto

Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Soeharto

July 31, 2014 Add Comment
Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Soeharto
Senin, 31 Mei 2004 | 17:13 WIB
TEMPO Interaktif:

1 September 1998
Tim Kejaksaan Agung menemukan indikasi penyimpangan penggunaan dana yayasan-yayasan yang dikelola Soeharto, dari anggaran dasar lembaga tersebut.

6 September 1998
Soeharto mengumumkan kekayaannya melalui Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). "Saya tidak punya uang satu sen pun...," kata Soeharto. Dalam wawancara dengan TPI, Soeharto menyatakan tak memiliki kekayaan seperti pernah dilansir media massa.

9 September 1998
Tim Konsultan Cendana meminta kepada Presiden serta Menteri Pertahanan dan Keamanan agar memberikan perhatian ekstraketat dan melindungi Soeharto dari penghinaan, cercaan, dan hujatan.

11 September 1998
Pemerintah Swiss menyatakan bersedia membantu pemerintah RI melacak rekening-rekening Soeharto di luar negeri.

15 September 1998
Jaksa Agung Andi M. Ghalib ditunjuk sebagai Ketua Tim Investigasi Kekayaan Soeharto.

21 September 1998
Jaksa Agung Andi M. Ghalib berkunjung ke rumah Soeharto di Jalan Cendana untuk mengklarifikasi kekayaan Soeharto.

25 September 1998
Soeharto datang ke Kantor Kejaksaan Agung untuk menyerahkan dua konsep surat kuasa untuk mengusut harta kekayaannya, baik di dalam maupun di luar negeri.

29 September 1998
Kejagung membentuk Tim Penyelidik, Peneliti dan Klarifikasi Harta Kekayaan Soeharto dipimpin Jampidsus Antonius Sujata.

13 Oktober 1998
Badan Pertanahan Nasional mengumumkan tanah Keluarga Cendana tersebar di 10 provinsi di Indonesia.

22 Oktober 1998
Andi M Ghalib menyatakan, keputusan presiden yang diterbitkan mantan presiden Soeharto, sudah sah secara hukum. Kesalahan terletak pada pelaksanaannya.

28 Oktober 1998
Tim Pusat Intelijen Kejaksaan Agung memeriksa data tanah peternakan Tapos milik Soeharto.

21 November 1998
Presiden Habibie mengusulkan pembentukan komisi independen mengusut harta Soeharto. Tapi, usulan ini kandas.

22 November 1998
Soeharto menulis surat kepada Presiden Habibie, isinya tentang penyerahan tujuh yayasan yang dipimpinnya kepada pemerintah.

2 Desember 1998
Presiden Habibie mengeluarkan Inpres No. 30/1998 tentang pengusutan kekayaan Soeharto.

5 Desember 1998
Jaksa Agung mengirimkan surat panggilan kepada Soeharto.

7 Desember 1998

Di depan Komisi I DPR, Jaksa Agung mengungkapkan hasil pemeriksaan atas tujuh yayasan: Dharmais, Dakab, Supersemar, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Dana Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora. Sejumlah yayasan memiliki kekayaan senilai Rp 4,014 triliun. Jaksa Agung juga menemukan rekening atas nama Soeharto di 72 bank di dalam negeri dengan nilai deposito Rp 24 miliar, Rp 23 miliar tersimpan di rekening BCA, dan tanah seluas 400 ribu hektare atas nama Keluarga Cendana.

9 Desember 1998
Soeharto diperiksa Tim Kejaksaan Agung menyangkut dugaan penyalahgunaan dana sejumlah yayasan, program Mobil Nasional (mobnas), kekayaan di luar negeri, perkebunan dan peternakan Tapos.

9 Desember 1998
Soeharto diperiksa oleh Tim 13 Kejaksaan Agung diketuai JAM. Pidsus Antonius Sujata selama 4 jam di Gedung Kejaksaan Tinggi Jakarta. Dengan alasan keamanan Soeharto, tempat pemeriksaan tidak jadi dilakukan di Gedung Kejaksaan Agung.

28 Desember 1998
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hasan Basri Durin mengungkapkan, keluarga Cendana atas nama pribadi dan badan hukum atau perusahaan menguasai 204.983 hektare tanah bersertifikat hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (HM).

30 Desember 1998
Mantan Wakil Sekretaris Kabinet Bambang Kesowo, seusai dimintai keterangan di Kejaksaan Agung, menyatakan pembuatan Keppres dan Inpres tentang proyek mobil nasional Timor adalah perintah langsung dari mantan presiden Soeharto.

12 Januari 1999
Tim 13 Kejaksaan Agung mengungkapkan, mereka menemukan indikasi unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan Soeharto.

4 Februari 1999
Kejaksaan Agung memeriksa Siti Hardiyanti Rukmana, putri sulung Soeharto, sebagai bendahara Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan yang dipimpin Soeharto.

9 Februari 1999
Soeharto melalui tujuh yayasan yang dipimpinnya mengembalikan uang negara sebesar Rp 5,7 triliun.

9 Februari 1999
Jaksa Agung Andi M. Ghalib melaporkan hasil investigasi 15 kedutaan besar RI yang menyimpulkan tidak ditemukan harta kekayaan Soeharto di luar negeri. Laporan dari Belanda menyebutkan ada sebuah masjid di daerah Reswijk, Belanda yang dibangun atas sumbangan Probosutedjo, adik tiri Soeharto. Kastorius Sinaga, anggota Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara (Gempita), meragukan laporan Jaksa Agung itu.

11 Maret 1999
Soeharto, melalui kuasa hukumnya, Juan Felix Tampubolon, meminta Jaksa Agung menghentikan penyelidikan terhadapnya atas dugaan KKN.

13 Maret 1999
Soeharto menjalani pemeriksaan tim dokter yang dibentuk Kejaksaan Agung di RSCM.

16 Maret 1999
Koran The Independent, London, memberitakan Keluarga Cendana menjual properti di London senilai 11 juta poundsterling (setara Rp 165 miliar).

26 Mei 1999
JAM Pidsus Antonius Sujata, Ketua Tim Pemeriksaan Soeharto dimutasikan.

27 Mei 1999
Soeharto menyerahkan surat kuasa kepada Kejagung untuk mencari fakta dan data berkaitan dengan simpanan kekayaan di bank-bank luar negeri (Swiss dan Austria) .

28 Mei 1999
Soeharto mengulangi pernyataannya, bahwa dia tidak punya uang sesen pun.

30 Mei 1999
Andi Ghalib dan Menteri Kehutanan Muladi berangkat ke Swiss untuk menyelidiki dugaan transfer uang sebesar US$ 9 miliar dan melacak harta Soeharto lainnya.

11 Juni 1999
Muladi menyampaikan hasil penyelidikannya bahwa pihaknya tidak menemukan simpanan uang Soeharto di bank-bank Swiss dan Austria.

9 Juli 1999
Tiga kroni Soeharto yaitu Bob Hasan, Kim Yohannes Mulia dan Deddy Darwis diperiksa Kejagung dalam kasus yayasan yang dikelola Soeharto.

19 Juli 1999
Soeharto terserang stroke dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan.

11 Oktober 1999
Pemerintah menyatakan tuduhan korupsi Soeharto tak terbukti karena minimnya bukti. Kejagung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus Soeharto. Aset yang ditemukan diserahkan kepada pemerintah.

6 Desember 1999
Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid membuka kembali pemeriksaan kekayaan Soeharto.

6 Desember 1999
Jaksa Agung baru, Marzuki Darusman mencabut SP3 Soeharto.

29 Desember 1999
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Soeharto atas pencabutan SP3.

14 Februari 2000
Kejagung memanggil Soeharto guna menjalani pemeriksaan sebagai tersangka tapi tidak hadir dengan alasan sakit.

16 Februari 2000
Jaksa Agung Marzuki Darusman membentuk Tim Medis untuk memeriksa kesehatan Soeharto.

31 Maret 2000
Soeharto dinyatakan sebagai tersangka penyalahgunaan uang dana yayasan sosial yang dipimpinnya.

3 April 2000
Tim Pemeriksa Kejagung mendatangi kediaman Soeharto di Jalan Cendana. Baru diajukan dua pertanyaan, tiba-tiba tekanan darah Soeharto naik.

13 April 2000
Soeharto dinyatakan sebagai tahanan kota.

29 Mei 2000
Soeharto dikenakan tahanan rumah.

7 Juli 2000
Kejagung mengeluarkan surat perpanjangan kedua masa tahanan rumah Soeharto.

14 Juli 2000
Pemeriksaan Soeharto dinyatakan cukup dengan meminta keterangan 140 saksi dan siap diberkas Tim Kejagung.

15 Juli 2000
Kejagung menyita aset dan rekening yayasan-yayasan Soeharto.

3 Agustus 2000
Soeharto resmi sebagai tersangka penyalahgunaan dana yayasan sosial yang didirikannya dan dinyatakan sebagai terdakwa berbarengan dengan pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi Jakarta.

8 Agustus 2000
Kejaksaan Agung menyerahkan berkas perkara ke PN Jakarta Selatan.

22 Agustus 2000
Menkumdang Yusril Ihza Mahendra menyatakan proses peradilan Soeharto dilakukan di Departemen Pertanian, Jakarta Selatan.

23 Agustus 2000
PN Jakarta Selatan memutuskan sidang pengadilan HM Soeharto digelar pada 31 Agustus 2000 dan Soeharto diperintahkan hadir.

31 Agustus 2000
Soeharto tidak hadir dalam sidang pengadilan pertamanya. Tim Dokter menyatakan Soeharto tidak mungkin mengikuti persidangan dan Hakim Ketua Lalu Mariyun memutuskan memanggil tim dokter pribadi Soeharto dan tim dokter RSCM untuk menjelaskan perihal kesehatan Soeharto.

14 September 2000
Soeharto kembali tidak hadir di persidangan dengan alasan sakit.

23 September 2000
Soeharto menjalani pemeriksaan di RS Pertamina selama sembilan jam oleh 24 dokter yang diketuai Prof dr M Djakaria. Hasil pemeriksaan menunjukkan, Soeharto sehat secara fisik, namun mengalami berbagai gangguan syaraf dan mental sehingga sulit diajak komunikasi. Berdasar hasil tes kesehatan ini, pengacara Soeharto menolak menghadirkan kliennya di persidangan.

28 September 2000
Majelis Hakim menetapkan penuntutan perkara pidana HM Soeharto tidak dapat diterima dan sidang dihentikan. Tidak ada jaminan Soeharto dapat dihadapkan ke persidangan karena alasan kesehatan. Majelis juga membebaskan Soeharto dari tahanan kota.

Pusat Data dan Analisa Tempo



Sumber:
http://tempo.co.id/hg/timeline/2004/05/31/tml,20040531-01,id.html
Masa Koruptor Dijadikan Nama Jalan

Masa Koruptor Dijadikan Nama Jalan

July 31, 2014 Add Comment
Masa Koruptor Dijadikan Nama Jalan
Minggu, 01 September 2013 , 20:05:00 WIB

Laporan: Ihsan Dalimunthe

SOEHARTO/NET
  

RMOL. Indonesia Corruption Watch berpandangan nama Soeharto tidak pantas dijadikan nama jalan. Penggunaan nama Soeharto untuk jalan sangat mencederai semangat pemberantasan korupsi.

"Nama jalan itu nama pahlawan yang telah meninggalkan jasa besar kepada negara dan anak bangsanya. Kalau Suharto jadi nama jalan sangat mencenderai semangat pemberantasan korupsi," ujar ICW, Febri Hendri, kepada wartawan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (1/9).

Febri tegaskan persepsi publik atas sosok Soeharto tak bisa lepas dari korupsi, yang tentu saja publik memahami bersama bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

"Jadi, jangan nama koruptor dijadikan nama jalan, korupsi itu kejahatan luar biasa. Masa penjahat luar biasa dijadikan nama jalan? Itu tidak benar," ucap dia.

Hal lain yang juga jadi pertimbangan, penggunaan nama Soeharto untuk menamai jalan akan menyakiti korban kejatahan HAM rezim Soeharto.

Sebaliknya, dia mengatakan publik tidak akan bermasalah jika nama proklamator Soekarno dan Hatta yang digunakan. Sebab, keduanya punya jasa sangat besar untuk bangsa.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Panitia 17 rapat dengan Pimpinan MPR untuk membahas pergantian nama Jalan Medan Merdeka, Jakarta. Setelah mencuat nama Soekarno dan M Hatta, muncul dua nama lainnya, yakni Soeharto dan Ali Sadikin.

Keempat jalan yang akan diganti itu terletak di silang Monumen Nasional, yakni Jalan Merdeka Barat, Timur, Utara, dan Selatan. Rencananya, keempat jalan itu akan dinamai menjadi Jalan Soekarno, M Hatta, Soeharto, dan Ali Sadikin.[dem]


Sumber:
http://www.rmol.co/read/2013/09/01/124015/Masa-Koruptor-Dijadikan-Nama-Jalan-
Soeharto, Koruptor No.1 Dunia -- PBB & Bank Dunia Kerja Sama Selamatkan Aset Korupsi Sedunia

Soeharto, Koruptor No.1 Dunia -- PBB & Bank Dunia Kerja Sama Selamatkan Aset Korupsi Sedunia

July 31, 2014 Add Comment

Soeharto, Koruptor No.1 Dunia -- PBB & Bank Dunia Kerja Sama Selamatkan Aset Korupsi Sedunia

Rabu, 19 Sept 2007 New York, detikCOM
 
Dampak korupsi yang mematikan bak kanker membuat Persatuan
Bangsa-bangsa (PBB) dan Bank Dunia gerah. Mereka pun bekerja sama
mengembalikan aset yang dicuri pemimpin korup.

PBB melalui organisasi UN Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Bank
Dunia meluncurkan kerjasama prakarsa Stolen Asset Recovery (StAR) atau
pemulihan aset yang dicuri, Senin 17 September 2007, waktu New York,
Amerika Serikat.

"Korupsi merusak demokrasi, melanggar hukum, mengikis kepercayaan
publik dan mengarah pada kekerasan HAM. Korupsi bahkan dapat
membunuh," ujar Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam pidatonya saat peresmian
StAR di markas besar PBB, New York, Amerika Serikat seperti dilansir
dari www.un.org, Selasa (18/9/2007).

Ki-moon memberikan contoh korupsi bisa mematikan, seperti pada petugas
medis yang korup dan memberikan pengobatan karena disuap. Atau petugas
yang menerima suap dari teroris untuk bisa melakukan aksi terorisnya.

Diperkirakan antara US$ 1 biliun hingga US$ 6 biliun menguap di
seluruh dunia karena korupsi per tahunnya. Jumlah itu plus seperempat
produk domestik bruto (PDB) negara-negara di Afrika, senilai US$ 148
juta, yang juga turut menguap.

Pejabat-pejabat publik di negara-negara dunia ketiga menerima suap
antara US$ 20 juta hingga US$ 40 juta yang setara dengan 20 persen
hingga 40 persen dana bantuan pembangunan.

Sementara itu Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick mengatakan dampak
korupsi terhadap pembangunan sangat menghancurkan dalam skala yang
besar. "Negara-negara berkembang itu susah payah mengeluarkan uang
yang dibutuhkan untuk pengentasan kemiskinan," kata dia.

Zoellick mencontohkan mantan Presiden Nigeria Sani Abacha dan
keluarganya yang mencuri uang rakyat sebesar US$ 3 juta hingga US$ 5
juta dalam waktu 5 tahun. "Jumlah itu setara dengan pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan selama tahun 2006. Jumlah
sebesar itu juga bisa memberikan pengobatan antiretroviral untuk 2
hingga 3 juta penduduk Nigeria yang menderita HIV/AIDS selama 10
tahun," kata dia.

Direktur Eksekutif UNODC Antonio Maria Costa mengatakan untuk
mengembalikan aset yang dikorupsi sekaligus mencegahnya, PBB, Bank
Dunia, dan negara-negara berkembang harus bekerja sama.

"Waktu itu penting. Korupsi bisa dideteksi segera setelah uang itu
dicuri, sebelum para koruptor menghilangkan dalam pencucian uang skala
internasional," ujar Costa.

Bank Dunia dan UNODC menyerukan 8 negara maju (G8) meratifikasi
konvensi PBB melawan korupsi, di mana masih separuh negara G8 yang
meratifikasi.

Konvensi itu, lanjutnya, mematahkan kerahasiaan bank yang dicurigai
menjadi tempat koruptor menyimpan hasil curiannya, untuk kepentingan
investigasi. Prakarsa StAR ini menekankan tidak ada tempat yang aman
untuk menyimpan uang hasil korupsi maupun pencucian uang lintas
negara.

Untuk diketahui, mantan Presiden Soeharto merupakan pemimpin dunia
yang paling korup di mata PBB dan Bank Dunia. Selama 32 tahun
berkuasa, Soeharto diduga telah mengkorupsi uang negara antara US$
15-35 miliar.

Berikut daftar korupsi pemimpin-pemimpin dunia berdasarkan
Transparency Internasional tahun 2004:
1. Soeharto, Presiden Indonesia 1967-1998, diperkirakan US$ 15-35 miliar
2. Ferdinand Marcos, Presiden Filipina 1972-1986, US$ 5-10 miliar
3. Mobutu Sese Seko, Presiden Zaire 1965-1997, US$ 5 miliar
4. Sani Abacha, Presiden Nigeria 1993-1998, US$ 2-5 miliar
5. Slobodan Milosevic, Presiden Serbia/Yugoslavia 1989-2000, US$ 1 miliar
6. Jean-Claude Duvalier, Presiden Haiti 1971-1986, US$ 300-800 juta
7. Alberto Fujimori, Presiden Peru 1990-2000, US$ 600 juta
8. Pavlo Lazarenko, Perdana Menteri Ukraina 1996-1997, US$ 114-200 juta
9. Arnoldo Aleman, Presiden Nikaragua 1997-2002, US$ 100 juta
10. Joseph Estrada, Presiden Filipina 1998-2001, US$ 78-80 juta.
*****
[gospol]
 
 
Sumber:
https://www.mail-archive.com/gosip-politik@yahoogroups.com/msg00263.html 
ICW Desak Kejaksaan Tuntaskan Kasus Korupsi Era Soeharto

ICW Desak Kejaksaan Tuntaskan Kasus Korupsi Era Soeharto

July 31, 2014 Add Comment

ICW Desak Kejaksaan Tuntaskan Kasus Korupsi Era Soeharto

Ada 43 koruptor yang belum dihukum sampai sekarang. Apa alasannya?

Minggu, 20 Oktober 2013, 17:36
Daftar koruptor yang jadi buron Kejaksaan RI.
Daftar koruptor yang jadi buron Kejaksaan RI. (kejaksaan.go.id)
VIVAnews – Koalisi Masyarakat Anti-korupsi, Minggu 20 Oktober 2013, mendesak Kejaksaan Agung menuntaskan seluruh kasus korupsi era Presiden Soeharto yang saat ini proses hukumnya mandek. Setidaknya ada 43 koruptor yang belum dieksekusi sampai sekarang. Padahal 37 dari 43 koruptor tersebut telah dipidanakan.

Peneliti Indonesia Corruption Watch dan juga juru bicara Koalisi Masyarakat Anti-korupsi, Tama S Langkun, mengatakan ke-37 koruptor yang memiliki kasus berbeda tersebut proses hukumnya tersebar di 10 provinsi di Indonesia dengan rincian 18 kasus di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, 4 kasus di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, 5 kasus di Kejaksaan Tinggi Riau, dan 2 kasus di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Hingga saat ini Kejaksaan beralasan 25 dari 37 kasus yang melibatkan 37 koruptor tersebut belum dieksekusi karena pelakunya buron. Sementara 6 kasus lain perkembangannya tidak jelas, 4 kasus lagi terpidananya sakit fisik atau sakit jiwa, dan 1 kasus sisanya terpidananya mengajukan peninjauan kembali (PK).

“Padahal lambatnya eksekusi terhadap koruptor ini memperbesar kemungkinan bagi mereka untuk melarikan diri,” kata Tama di kantor ICW, Jakarta.

Uang Pengganti
Selain para koruptor tersebut belum dihukum, eksekusi terhadap uang pengganti hasil korupsi pun tidak berjalan maksimal. Dari laporan hasil audit keuangan negara tentang piutang Kejaksaan Agung RI per 30 Juni 2012, BPK menyebut saldo piutang untuk pengganti hasil korupsi adalah Rp12,7 triliun.

“Piutang Kejaksaan dari eksekusi uang pengganti berdasarkan data BPK sebesar Rp12,7 triliun dan US$290,4 juta. Padahal eksekusi pidana uang pengganti dapat segera dilaksanakan setelah putusan inkrah sehingga tidak ada alasan bagi Kejaksaan untuk tidak melakukannya. Hal ini diatur secara jelas dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ujar Tama.

Ada pula masalah eksekusi Yayasan Supersemar milik Presiden Soeharto. Yayasan tersebut dinyatakan bersalah dan harus membayar denda Rp3,7 triliun karena terbukti melanggar hukum dalam kasus mekanisme pemberian beasiswa.

“Kami merekomendasikan pengajuan gugatan perdata terhadap enam yayasan milik Soeharto lainnya seperti Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharmais, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Yayasan Dana Gotong Royong,” kata Tama. (ren)


© VIVA.co.id 

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/452562-icw-desak-kejaksaan-tuntaskan-kasus-korupsi-era-soeharto

Inilah harta hasil korupsi yg paling banyak di dunia

July 31, 2014 Add Comment

Inilah harta hasil korupsi yg paling banyak di dunia



Suharto bersama rezim Orde Baru mewariskan banyak masalah dan seribu misteri untuk negeri, bahkan hingga akhir hayatnya pun kebenaran-kebenaran misteri itu masih tetap terpendam. Orde Baru mewariskan tradisi kejahatan semacam korupsi, kolusi, nepotisme yang membudaya hingga sekarang, ia juga membawa negeri ini yang dulu mandiri menjadi negeri penghutang dan tunduk pada pihak asing.


Kekayaan Keluarga Suharto

Quote:“Empat yayasan yang dipimpin Presiden Soeharto secara pribadi kini telah menjadi yayasan terkaya di dunia, jauh melebihi Rockefeller Foundation dan Ford Foundation di AS”.

Keempat yayasan yang dimaksud adalah Dharmais, Supersemar, Dakab, dan Amalbhakti Muslim Pancasila. Namun berapa persis kekayaan yayasan-yayasan itu tidak diungkapkannya.



YAYASAN-YAYASAN SUHARTO

Berikut nama sejumlah Yayasan (ditulis inisial Y.) dan lembaga terkait dengan Soeharto.

Quote:Yayasan yang diketuai Soeharto (Total 12 yayasan) :

Y. Supersemar
Y. Dharma Bhakti Sosial (Dharmais)
Y. Dana Abadi Karya Bakti (Dakab);
Y. Amal Bhakti Muslim Pancasila
Y. Serangan Umum 1 Maret
Y. Bantuan Beasiswa Jatim Piatu Tri Komando (Trikora)
Y. Dwikora
Y. Seroja
Y. Nusantara Indah
Y. Dharma Kusuma
Y. Purna Bhakti Pertiwi
Y. Dana Sejahtera Mandiri


Quote:Yayasan yang diketuai Ibu Tien Soeharto (Total 4) :

Y. Harapan Kita
Y. Kartika Chandra
Y. Kartika Djaja
Y. Dana Gotong Royong Kemanusiaan


Quote:Yayasan yang dikuasai secara tidak langsung oleh Soeharto – melalui Bob Hasan sebagai Pres.Komisaris PT. Astra International, Inc. (Total 4 Yayasan) :

Toyota Astra Foundation
Y.Astra Dharma Bhakti
Y.Dana Bantuan Astra
Y.Dharma Satya Nusantara


Quote:Yayasan yang dikuasai secara tidak langsung oleh Soeharto – melalui B.J. Habibie (sebagai Ketua ICMI) :

Y.Abdi Bangsa;


Quote:Yayasan yang dikelola oleh Anak dan Cucu Soeharto (Total 12) :

Y. Tiara Indonesia
Y. Dharma Setia
Y. Pendidikan Tinggi di Dili [Tutut]
Y. Bhakti Nusantara Indah/Yayasan Tiara Putra [Tutut - Halimah (Istri Bambang)
Y. Bimantara [Bambang Trihatmojo]
Y. Bhakti Putra Bangsa
Y. IMI (Ikatan Motoris Indonesia) Lampung
Y. Badan Intelejen ABRI (BIA) [Mayjen Prabowo]
Y. Veteran Integrasi Timor Timur
Y. Hati
Y. Pemilik Objek Wisata Tmn.Buah Mekarsari [Siti Hutami]
Y. Bunga Nusantara [Ny.Christine Arifin]


Quote:Yayasan yang dikelola oleh besan dan rekanan Soeharto (Total 5 Yayasan) :

Y. Tri Guna Bhakti
Y. Pembangunan Jawa Barat
Y. 17 Agustus 1945
Y. pendidikan Triguna
Y. Balai Indah



Quote:Daftar perusahaan yang sahamnya terkait yayasan Soeharto [Yayasan Dakab-Dharmais-Supersemar] (Total 19) :

Majalah Gatra
Bank Duta
Bank WIndu Kentjana
Bank Umum Nasional (BUN)
Bank Bukopin
Bank Umum Tugu
Bank Muamalat Indonesia (BMI)
PT Multi Nitroma Kimia
PT Indocement Tunggal Prakarsa
PT Nusantara Ampera Bakti (Nusamba)
PT Teh Nusamba
PT Gunung Madu Plantations
PT Gula Putih Mataram
PT Werkudara Sakti
PT Wahana Wirawan Wisma Wirawan
PT Fendi Indah PT Kabelindo Murni
PT Kalhold Utama
PT Kertas Kraft Aceh
PT Kiani




Quote:Daftar perusahaan yang sahamnya terkait yayasan Soeharto [Yayasan Harapan Kita-Trikora] (Total 14)

RS Harapan Kita
PT Bogasari Flour Mills
PT Bank Windu Kencana
PT Kalhold Utama
PT Fatex Tory
PT Gula Putih Mataram
PT Gunung Madu Plantation
PT Hanurata
PT Harapan Insani
PT Kartika Chandra
PT Kartika Tama
PT Marga Bima Sakti
PT Rimba Segara Lines
PT Santi Murni Plywood







KEKAYAAN SUHARTO & KELUARGA DI LUAR NEGERI

Quote:Kekayaan di Inggris / Britania Raya (UK)

Lima rumah seharga antara 1-2 juta Poundsterling (1 Poundsterling = Rp 14.600) di London, yang terdiri dari:

* Rumah Sigit Harjojudanto di 8 Winington Road, East Finchley
* Rumah Sigit Harjojudanto di Hyde Park Crescent
* Rumah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) di daerah Kensington
* Rumah Siti Hediyati Haryanti (Titiek Prabowo) di belakang Kedubes AS di Grosvernor Square
* Rumah Probosutedjo di 38A Putney Hill, Norfolk House, London SW.15/6 AQ : 3 lantai, dengan basement.


Quote:Kekayaan di Amerika Serikat

Dua rumah Dandy N. Rukmana dan Dantu I. Rukmana (anak laki-laki dan anak perempuan Tutut) di Boston, dengan alamat:

* 60 Hubbard Road , Weston, Massachussets (MA) 02193 (sejak Juli 1995)
* 337 Bishops Forest Drive , Waltham , MA 02154 (sejak Februari 1992)

Dua rumah anak-anak Sudwikatmono di:

* Hillcrest Drive , Beverly Hills , California ,
* D oheney Drive , Beverly Hills , California

Rumah peristirahatan keluarga Suharto di Hawaii.


Quote:Kekayaan di Laut Karibia

Rumah-rumah peristirahatan keluarga Suharto di Kepulauan Bermuda dan Cayman


Quote:Kekayaan di Aotearoa (New Zealand)

Kawasan wisata buru seluas 24,000 Ha bernama Lilybank Lodge di kaki Mount Cook dan di tepi Danau Tekapo di Southern Island bernilai NZ$ 6 juta (1 NZ$ = Rp 4000), yang dibeli lisensinya dari Pemerintah NZ oleh Tommy Suharto tahun 1992.


Quote:Kekayaan di Australia

* Kapal pesiar mewah (luxury cruiser ) milik Tommy Suharto seharga Aust$ 16 juta (1 Aust$ = Rp 5.000), yang diparkir di Cullen Bay Marina di Darwin.

* Merger antara perusahaan iklan ruang asal Melbourne, NLD, dengan kelompok Humpuss milik Tommy & Sigit, tahun 1997, berbarengan dengan pembelian saham perusahaan iklan ruang terbesar di Malaysia, BTABS (BT Advertising Billboard Systems), memberikan Tommy dan partner Australianya, Michael Nettlefold, konsesi atas billboards di sepanjang freeways di Negara Bagian Victoria, Australia, serta sepanjang jalan-jalan toll NLD-Humpuss di Malaysia, Filipina, Burma dan Cina.

* Perjanjian persekutuan strategis (strategic alliance) antara Kelompok Sahid milik Keluarga Sukamdani Gitosarjono dengan Kemayan Hotels and Leisure Ltd., yang ditandatangani bulan Desember 1997, memungkinkan Sahid ikut memiliki 50 hotel milik Park Plaza International (Asia Pacific) di kawasan Asia-Pasifik serta 180 hotel Park Plaza di AS. Dengan demikian, 24 hotel milik kelompok Sahid di Indonesia dan Medinah, Arab Saudi, diganti namanya menjadi Sahid Park Plaza Hotel.

Harap diingat bahwa Sukamdani Gitosardjono, sejak 28 Oktober 1968 menjabat sebagai Ketua Harian Yayasan Mangadeg Surakarta, yang didirikan dengan dalih membangun dan mengelola kuburan keluarga besar Suharto. Jadi tidak tertutup kemungkinan, bahwa ekspansi Kelompok Sahid ke Arab Saudi, AS, dan Asia-Pasifik melalui Kelompok Kemayan/Park Plaza ini, juga memperluas sumber pendapatan keluarga Suharto di berbagai negara itu.


Quote:Kekayaan di Singapura

* Perusahaan tanker migas milik Bambang Trihatmodjo dkk, Osprey Maritime, yang total memiliki 30 tanker, dengan nilai total di atas US$ 1,5 milyar (US$ 1 = Rp 10.000). Sejak Juni 1996, dua tanker Osprey, yakni Osprey Alyra dan Osprey Altair, dikontrak oleh Saudi Basic Industrial Corporation untuk mengangkut minyak dan produk-produk petrokimia dari Arab Saudi ke mancanegara. Dengan akuisisi perusahaan tanker Norwegia yang terdaftar di Monaco, Gotaas-Larsen, oleh Osprey Maritime yang disepakati bulan Mei 1997, perusahaan milik Bambang Trihatmodjo ini menjadi salah satu maskapai pengangkut migas terbesar di Asia. (sumber-sumber: Economic & Business Review Indonesia , 5 Juni 1996; Asiaweek , 23 Mei 1997: 65; LNG Current News , 13 Februari 1998).

* Perusahaan tanker migas milik Tommy & Sigit, Humpuss Sea Transport Pte. Ltd., adalah anak perusahaan PT Humpuss INtermoda Transport (HIT), yang pada gilirannya adalah bagian dari Humpuss Group. Tapi dengan berbasis di Singapura, perusahaan itu — yang berpatungan dengan maskapai Jepang, Mitsui O.S.K. Lines — dapat mengoperasikan ke-13 tanker migas dan LNGnya, lepas dari intervensi Pertamina pasca-Reformasi. Ini setelah berhasil menciptakan reputasi bagi dirinya sendiri berkat kontrak jangka panjangnya dengan Taiwan. Perusahaan Singapura ini pada gilirannya punya anak perusahaan yang berbasis di Panama, First Topaz Inc.


Quote:Kekayaan di Malaysia, Filipina, Burma, dan Cina

Di ke-4 negara Asia ini, Siti Hardiyanti Rukmana masih menguasai jalan-jalan tol sebagai berikut :

* 166,34 Km jalan toll antara Wuchuan – Suixi – Xuwen di Cina;
* 83 Km Metro Manila Skyway & Expressway di Luzon, Filipina;
* 22 Km jalan toll antara Ayer Hitam dan Yong Peng Timur, yang merupakan bagian dari jalan tol Proyek Lebuhraya Utara Selatan sepanjang 512 Km yang menghubungkan Singapura, Johor, sampai ke perbatasan Muangthai di Malaysia;
* ?? Km jalan toll patungan dengan Union of Myanmar Holding Co. di Burma.



Saya yakin jika hanya Kejaksaan Agung dan Pemerintah saja yang berjuang, masalah kekayaan Soeharto tidak akan mendekati selesai. Ini semua butuh bantuan dari semua pihak untuk menyelesaikannya.

http://hminews.com/buku/menyingkap-f...ang-terpendam/http://indocropcircles.wordpress.com...ayaan-suharto/



dari sekian banyak yayasan baru 1 yayasan yg disidangkanQuote:Kejagung belum tindaklanjuti korupsi Yayasan Supersemar Soeharto

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Yayasan Supersemar bersalah dan harus membayar ganti rugi senilai Rp 3,07 triliun. Yayasan Supersemar adalah yayasan sosial yang didirikan oleh mantan Presiden Soeharto.

Jaksa Agung Basrief Arief mengaku pihaknya belum akan melakukan tindakan apa-apa soal mega korupsi tersebut.

"Justru itu, kalau belum ada (salinan putusan), belum bisa ditindaklanjuti. Bagaimana bisa dieksekusi kalau putusannya belum dipegang," tegas Basrief di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (31/5).

Sebelumnya, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah sudah menyampaikan salinan surat Putusan Mahkamah Agung No. 2896 K/Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010. Soeharto sebagai Tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai Tergugat II dinyatakan melakukan Perbuatan Melawan Hukum, meskipun pengadilan hanya menghukum Yayasan Supersemar untuk membayar kepada Negara/Penggugat sebesar Rp 3,07 triliun.

"Akan tetapi, setelah 15 tahun reformasi berjalan, eksekusi terhadap perkara terkait Soeharto ini masih belum dilakukan," ujar Febri di Kejaksaan Agung, Jakarta (14/5).


http://www.merdeka.com/peristiwa/kej...-soeharto.html

Quote:apakah saat ini korupsi lebih parah daripada jaman dulu??

itu pertanyaan yg lucu, jaman dulu gimana gak ada berita tentang korupsi, KPK tidak ada, media cetak dan elektronik benar2 diintervensi, jgn kan buat usut bikin wacana tentang korupsi wartawan bisa "hilang". cuma nyindir kaya bang iwan fals lewat lagu bisa dipenjara. yg ironi lewat masa orde baru aktifis kaya om munir pun masih berani dibunuh dgn diracun. apalagi jaman dulu pejabat2 pemerintahan dan militer sangat2 berkuasa, jd logikanya kejahatan korupsi lebih berjamaah saat ini atau saat dulu?



harta gak dibawa mati, ngapain numpuk2 harta, sebaiknya berbesar hati kembalikanlah kepada negara



Sumber:
http://www.kaskus.co.id/thread/51b84f0b631243132400000f/matabelo-inilah-harta-hasil-korupsi-yg-paling-banyak-di-dunia/
Cerita Presiden Soeharto, pengamen dan koruptor

Cerita Presiden Soeharto, pengamen dan koruptor

July 31, 2014 Add Comment

Cerita Presiden Soeharto, pengamen dan koruptor

Reporter : Ramadhian Fadillah | Jumat, 8 Maret 2013 10:53
Cerita Presiden Soeharto, pengamen dan koruptor
soeharto. Life via thegossip-celebrity.blogspot.com

Merdeka.com - Presiden kedua Soeharto sedang merayakan ulang tahun pernikahannya yang ke-39 bersama Ibu Tien. Mereka mengundang empat pengamen jalanan ke kediaman Soeharto di Jl Cendana, Jakarta. Diundang orang paling berkuasa kala itu, tentu saja pengamen yang cuma biasa menyanyi di emper toko itu merasa grogi.

"Mereka seperti merasa malu, merasa rendah diri dengan pekerjaan mereka itu, tercermin dari lagu-lagu yang mereka nyanyikan," kenang Soeharto dalam autobiografi Soeharto Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya yang diterbitkan Cipta Lamtoro Gung Persada halaman 385.
Soeharto menyemangati mereka. Menurutnya seorang pengamen yang mencari rezeki dengan halal masih lebih mulia dari koruptor atau pencuri.

"Kamu jangan malu mengamen. Tidak usah menundukkan kepala. Ngamen itu pekerjaan halal. Ngamen itu lebih baik dari nganggur, lebih baik dari nyolong, daripada mencuri," kata Soeharto.
Soeharto juga meminta harus sabar menghadapi hidup. Jangan putus asa kalau dicaci maki. Kemudian Soeharto memberikan empat gitar para pengamen. 

Sayangnya tak semua kroni Soeharto juga dinasihati seperti itu. Kasus korupsi besar yang melibatkan Soeharto dan para loyalisnya kebanyakan tak pernah diusut sampai kini.
Soeharto diduga korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora). Totalnya tak kurang dari Rp 1,4 triliun. Badan Pertanahan Nasional juga pernah mengumumkan tanah Keluarga Cendana tersebar di 10 provinsi di Indonesia.

Akhirnya majelis hakim Pengadilan Negeri menghentikan kasus Soeharto dengan alasan kesehatan.

(Dikutip dari berbagai sumber)


Sumber:
http://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-presiden-soeharto-pengamen-dan-koruptor.html
Soeharto Koruptor Terkaya di Dunia

Soeharto Koruptor Terkaya di Dunia

July 31, 2014 Add Comment

Soeharto Koruptor Terkaya di Dunia


TEMPO Interaktif, Jakarta: Transparency International (TI), lembaga internasional yang dikenal luas dengan komitmennya memberantas korupsi, kemarin menobatkan bekas Presiden Soeharto sebagai koruptor paling kaya di dunia.
TI, seperti dikutip BBC News, mencatat kekayaan Soeharto dari hasil korupsi mencapai US$ 15-35 miliar. Sebagian besar di antaranya diduga kuat hasil jarahan selama 32 tahun berkuasa di Indonesia sejak 1967.

Nama Soeharto bertengger di pucuk daftar koruptor sedunia, di atas bekas Presiden Filipina Ferdinand Marcos dan bekas diktator Zaire Mobutu Sese Seko, yang berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai korupsi terpaut cukup jauh dari Soeharto.

Daftar para raja koruptor itu adalah bagian dari Laporan Korupsi Global 2004 (Global Corruption Report) yang dikeluarkan lembaga itu untuk menunjukkan bagaimana korupsi dan praktek suap-menyuap yang terkait dengan kekuasaan politik telah merusak habis proses pembangunan di banyak negara berkembang. Transparency International menggarisbawahi praktek korupsi yang dilakukan Soeharto dan menyebutnya telah "menggerogoti harapan berhasilnya pembangunan di negaranya sendiri".

Dalam pengantar laporan ini, Ketua dan Pendiri Transparency International Peter Eigen menegaskan, praktek penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya para pemimpin politik telah merampas ketersediaan pelayanan publik di sektor-sektor vital. "Ini pada akhirnya, menciptakan sebuah kondisi keputusasaan yang sangat mudah melahirkan konflik dan kekerasan di masyarakat," katanya kemarin di London.

Di Jakarta kemarin, Transparency International Indonesia menegaskan keprihatinan yang sama, terlebih dengan kenyataan pemerintah Indonesia sama sekali tidak menunjukkan upaya maksimal untuk mendapatkan kembali uang rakyat yang dijarah Soeharto dan keluarganya.

"Ketidakpedulian terhadap harta Soeharto dan miskinnya upaya untuk mendapatkannya, tidak terlepas dari keterlibatan partai politik dan pemerintahan sekarang dalam praktek korupsi politik," kata Sekjen Transparency International Indonesia Emmy Hafild.


10 Presiden Terkorup

Suharto: $15-35 miliar (Indonesia, 1967-98)
Ferdinand Marcos: $5-10 miliar (Filipina, 1972-86)
Mobutu Sese Seko: $5 miliar (Zaire, 1965-97)
Sani Abacha: $2-5 miliar (Nigeria, 1993-98)
Slobodan Milosevic: $1 miliar (Yugoslavia, 1989-2000)
J-C Duvalier: $300-800 juta (Haiti, 1971-86)
Alberto Fujimori: $600 juta (Peru, 1990-2000)
Pavlo Lazarenko: $114-200 juta (Ukraina, 1996-7)
Arnoldo Aleman: $100 juta (Nikaragua, 1997-2002)
Joseph Estrada: $78-80 juta (Filipina, 1998-2001)

(Sumber: Transparency International. Semua jumlah kekayaan di atas adalah perkiraan nilai korupsi berdasarkan data penggelapan dana publik yang dilakukan)


Amal Ihsan dan M Nafi - Tempo News Room


Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2004/03/25/05541026/Soeharto-Koruptor-Terkaya-di-Dunia

Kisah Soeharto amankan Ibnu Sutowo soal korupsi Pertamina

Kisah Soeharto amankan Ibnu Sutowo soal korupsi Pertamina

July 31, 2014 Add Comment

Kisah Soeharto amankan Ibnu Sutowo soal korupsi Pertamina

Reporter : Hery H Winarno | Kamis, 31 Oktober 2013 05:35
Kisah Soeharto amankan Ibnu Sutowo soal korupsi Pertamina
Ibnu Sutowo. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - Mochtar Lubis lewat Harian Indonesia Raya berusaha menguliti dan membongkar kasus korupsi di Pertamina yang dilakukan Ibnu Sutowo. Dua koper bukti dugaan korupsi di perusahaan milik negara itu disodorkan, tapi toh Ibnu Sutowo tetap melenggang kangkung dan menikmati hasil korupsinya.

Di eranya, Ibnu Sutowo yang menjabat Dirut Pertamina seperti orang kebal hukum. Meski diberitakan habis-habis, Ibnu yang dikenal irit bicara ini tidak pernah diperiksa atas sederet kasus korupsi bahkan hingga menyeret kebangkrutan Pertamina.

"Tidak ada yang penegak hukum yang saat itu memeriksa atau memanggil dia atas berita korupsi yang kami beritakan. Tidak ada, dia seperti kebal hukum," ujar mantan Redaktur Pelaksana Harian Indonesia Raya, Atmakusumah saat berbincang di redaksi merdeka.com, Tebet Barat IV nomor 3, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).

Bukan tanpa alasan penegak hukum di era itu mandul, Harian Indonesia Raya pada 30 Januari 1970 memberitakan bahwa simpanan Ibnu Sutowo mencapai Rp 90,48 milyar. Namun bukan karena hanya uang yang melimpah Ibnu Sutowo kebal hukum.

"Saat itu dia memang dekat dengan Soeharto . Bahkan saya kira dia (Ibnu Sutowo) dan Soeharto saling pegang kartu truf," terang Atma yang fasih bercerita meski telah berusia 75 tahun itu.

Mochtar Lubis sendiri dalam buku, Mochtar Lubis bicara lurus: Menjawab pertanyaan wartawan pernah menyebut bahwa Jaksa Agung Saat itu juga tak berkutik kepada Ibnu Sutowo. Dalam buku tersebut, Mochtar menyebut Jaksa Agung saat itu Ali Said tidak berbuat apa-apa soal dugaan korupsi yang dilakukan Ibnu Sutowo.

"Waktu kami ramai-ramai membongkar, pemerintah diam saja. Padahal waktu itu kami sudah serahkan (kepada pemerintah) lembaran-lembaran bukti tertulis mengenai kasus korupsi Pertamina. Kami kirim ke Jaksa Agung, kami kirim ke panitia tujuh yang dipimpin oleh Almarhum Wilopo," ujar Mochtar Lubis dalam buku tersebut.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Atma. Menurutnya di tahun 70 an, Soeharto bukan hanya pemegang kekuasaan eksekutif saja, tetapi semua pilar demokrasi dikangkanginya.

"Saat itu Soeharto adalah pemimpin eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi siapapun yang dilindunginya pasti selamat, dalam hal ini Ibnu Sutowo salah satunya," imbuhnya.


Baca juga: Ibnu Sutowo, tentara kaya raya irit bicara Ibnu Sutowo obral murah stok minyak Indonesia, siapa untung? Ibnu Sutowo hamburkan uang untuk pesta pora di Eropa Jaksa Agung tak bernyali usut raksasa Pertamina dan Ibnu Sutowo Ibnu Sutowo, sang jenderal inti pemegang kartu truf Soeharto
[did]
 
 

Ibnu Sutowo, tentara kaya raya irit bicara

Reporter : Didi Syafirdi | Kamis, 31 Oktober 2013 06:35
Ibnu Sutowo, tentara kaya raya irit bicara
Ibnu Sutowo. ©Karikatur Indonesia Raya 22 November 1969

Merdeka.com - Karier Ibnu Sutowo sebagai Direktur Pertamina tamat setelah Presiden Soeharto mencopotnya. Langkah ini diambil karena perusahaan minyak milik negara itu berhutang hingga USD 10,5 miliar pada tahun 1975. Bau tengik korupsi pun merebak.

Permainan kotor pensiunan jenderal bintang TNI AD itu pun terendus. Lewat setumpuk dokumen yang dimiliki, Harian Indonesia Raya mewartakan berita penyelewengan di Pertamina secara konsisten selama empat tahun. Rupanya ini cukup membuat Ibnu gerah.

Atmakusumah kini sudah berusia 75 tahun. Kala pada awal tahun 1970-an, dia menjabat sebagai Redaktur Pelaksana di koran tersebut. Menurutnya, Ibnu tak pernah bersedia diwawancara wartawan Indonesia Raya.

"Saat konferensi pers pun Ibnu tidak banyak bicara. Ibnu justru terkesan hati-hati," ujar Atmakusumah kepada awak redaksi merdeka.com, Selasa (30/10) malam.

Pada 30 Januari 1970, Indonesia Raya memberitakan simpanan Ibnu Sutowo mencapai Rp 90,48 miliar (kurs rupiah saat itu Rp 400/dolar), jumlah yang sangat fantastis. Harian yang akhirnya dibredel itu juga melaporkan kerugian negara akibat kerjasama Ibnu Sutowo dengan pihak Jepang mencapai USD 1.554.590,28.

Meski begitu, menurut Atmakusumah, kehidupan Ibnu dan keluarganya jauh dari hura-hura. Bahkan, Ibnu yang sangat dekat dengan keluarga Cendana tidak pernah tampil menunjukkan gelimangan hartanya di Tanah Air.

"Gaya hidupnya tidak mencolok. Bahkan tidak kelihatan seperti koruptor sekarang," kata Atmakusumah.

Setelah lengser Ibnu tak pernah terjerat hukum. Ali Said, Jaksa Agung kala itu menolak mentah-mentah dokumen penyimpangan di Pertamina yang ditawarkan oleh Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya Mochtar Lubis. Sampai akhir hayat Ibnu pun tetap bisa hidup tenang.

"Dia tidak memiliki banyak musuh, karena dia (Ibnu) orangnya royal," tutur Atmakusumah yang menduga antara Ibnu dan Soeharto sama-sama memiliki kartu truf.

Begitu kuatnya Ibnu, Atmakusumah melihat karena Ibnu memiliki jaringan kuat di angkatan darat. Adalah Kepala Staf Angkatan Darat AH Nasution yang memberi perintah Ibnu Sutowo mengelola PT Tambang Minyak Sumatera Utara (PT Permina).

Baru pada tahun 1968, perusahaan ini bergabung dengan perusahaan minyak milik negara lain hingga menjadi PT Pertamina. Ibnu menyeret Pertamina menuju bisnis lain di luar bidang minyak. Mulai dari hotel, restoran, asuransi, biro perjalanan. Ternyata hasilnya anjlok.

"Ibnu Sutomo merupakan orang yang dipilih oleh Jenderal Nasution," tandasnya.



Ibnu Sutowo obral murah stok minyak Indonesia, siapa untung?

Reporter : Ramadhian Fadillah | Kamis, 31 Oktober 2013 05:04
Ibnu Sutowo obral murah stok minyak Indonesia, siapa untung?
ibnu sutowo. ©2013 merdeka.com/wikipedia

Merdeka.com - Harian Indonesia Raya mengendus sejumlah kejanggalan penjualan minyak yang dilakukan Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo tahun 1970an. Harga minyak mentah Indonesia dijual jauh lebih murah dari minyak Timur Tengah. Padahal kualitas minyak Indonesia lebih baik dari minyak Arab dan Libya.

Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya Mochtar Lubis menulis tajuk berjudul 'Beberapa Pertanyaan tentang Soal Penjualan Minyak?' tanggal 7 Desember 1973. Sebelumnya dia berkali-kali menulis soal minyak Indonesia yang dijual 6 USD per barel, sementara negara Arab mencapai 9 USD per barel.

Selisih 3 USD per barel itu sangat mengerikan. Indonesia menjual 1,4 juta barel minyak mentah per hari. Maka tinggal dikalikan, 3 USD dikali 1,4 juta barel, berarti Indonesia rugi USD 42 juta per hari. Kalikan setahun, maka Indonesia rugi 1.533 juta USD. Jumlah yang luar biasa.

Pertamina menjual minyak Indonesia ke Jepang pada Far Eastern Oil Company, sebuah perusahaan campuran Indonesia dan Jepang. Tidak diketahui, berapa perusahaan itu menjual pada para pembeli di Jepang sesungguhnya.

"Siapa kiranya yang mendapat untung raksasa dari penjualan semacam ini?" kritik Mochtar Lubis.

Penjualan minyak Pertamina dilakukan serba tertutup. Laporan keuangan mereka juga tak bisa dilihat umum. Pertamina ibarat negara dalam negara.

"Apakah disengaja menahan harga penjualan minyak Indonesia pada enam dolar satu barel untuk memungkinkan perusahaan-perusahaan pembeli minyak di luar itu menumpuk keuntungan yang luar biasa," tanya Mochtar.

Tak jelas juga laporan hasil penjualan minyak Pertamina. Yang jelas Pertamina malah menunggak pajak. Sementara itu dia memberikan sumbangan ke universitas, memberi hadiah klien dengan barang mewah hingga menyumbang TVRI. Tak jelas kenapa uang Pertamina tak masuk sebagai pendapatan negara?

Petinggi Pertamina, Ibnu Sutowo dan kroninya pun hidup mewah. Ini makin menimbulkan kecurigaan. Tapi tak ada yang berani mengusut Ibnu Sutowo.

29 Desember 1973, Mochtar Lubis menulis tajuk yang lebih keras. 'Indonesia, Tuan atau Budak dari Sumber Alamnya?' Dia kembali mengkritik kebijakan Pertamina yang mengobral minyak mentah milik rakyat yang bermutu tinggi. Ditutupnya tajuk itu dengan sindiran untuk Menteri Pertambangan M Sadli dan Dirut Pertamina Ibnu Sutowo.

"Seandainya Sadli dan Ibnu Sutowo tidak punya kemauan untuk melaksanakan pengelolaan minyak kita dalam keadaan dunia yang sudah berubah, tidakkah sudah waktunya untuk mencari orang lain yang sanggup, cekatan, dan lebih mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara?"

Mochtar tak pernah berhenti mengkritik Pertamina, hingga di saat terakhir koran itu dibredel Januari 1974.

Apa yang ditulis Mochtar jadi kenyataan. Salah urus Pertamina menyebabkan perusahaan raksasa itu nyaris bangkrut. Tahun 1975, utang Pertamina mencapai 10,5 miliar USD. Ibnu Sutowo pun dipecat Soeharto.

Satu sisi kelam sejarah yang bukan tak mungkin terulang kembali.

[ian]


 

Ibnu Sutowo hamburkan uang untuk pesta pora di Eropa

Reporter : Ramadhian Fadillah | Kamis, 31 Oktober 2013 04:06
Ibnu Sutowo hamburkan uang untuk pesta pora di Eropa ibnu sutowo. ©2013 merdeka.com/wikipedia  
 
Merdeka.com - Tahun 1970an para petinggi Pertamina diduga menggunakan hasil penjualan minyak untuk berfoya-foya. Saat itu keuangan Pertamina tak bisa diakses oleh siapa pun. Di bawah kepemimpinan Direktur Utama Letjen Ibnu Sutowo, Pertamina bertindak sesuka hatinya.
Harian Indonesia Raya keras mengkritik tindakan Ibnu Sutowo yang menghambur-hamburkan uang negara. Ibnu Sutowo menggelar Hari Ulang Tahun Pertamina di Jenewa, Swiss. Memang sudah jadi tradisi Pertamina selalu menggelar ulang tahun di luar negeri.

Indonesia Raya mengutip salah satu anggota DPR Rachmad Muljomiseno juga mempertanyakan kebiasaan boros itu. Mereka kebanjiran telepon ke redaksi yang mendukung tulisan tersebut.

Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya Mochtar Lubis melanjutkan polemik ini dengan sebuah Tajuk berjudul 'Kebiasaan Pertamina yang Aneh', tanggal 8 Oktober 1973. Dia mengkritik habis-habisan pesta pora di Eropa ini.

"Kalau kita hendak mengobral makanan, minuman dan yang lain-lain yang enak, mengapa harus bikin senang dan enak orang asing, bukan orang Indonesia sendiri? Mengapa Pertamina sekali setahun tidak mengundang kaum miskin dan gelandangan dan memberi mereka makanan dan pengalaman hidup yang enak biarpun hanya untuk beberapa jam?" tulis Mochtar.

"Tetapi Harian ini tidak setuju sama sekali jika perusahaan-perusahaan negara mengadakan ulang tahun tiap tahun karena ini memboroskan uang rakyat dan uang negara. Mengapa jadi latah kepingin seperti anak kecil yang mau merayakan ulang tahun setiap tahun?"

Menteri Pertambangan saat itu, Mohammad Sadli membela Pertamina. Dia mengatakan HUT Pertamina di Jenewa adalah untuk promosi perkembangan ekonomi di Indonesia, antara lain promosi batik.

Mochtar membalas keterangan M Sadli dengan tajuk 'Perkuat Pengelolaan Minyak Indonesia' tanggal 29 Oktober 1973. Dia menilai pusat perekonomian dan bank Swiss ada di Zurich, bukan Jenewa. Sehingga alasan itu tidak tepat. Mochtar juga mengkritik kebiasaan foya-foya yang lain.

"Uang penjualan minyak jangan dihambur-hamburkan untuk membeli tanah dan rumah, membikin gedung, mencarter kapal dan sebagainya. Istri-istri orang dalam Pertamina membikin perusahaan yang menampung pesanan-pesanan Pertamina (dari suami mereka kah?) dengan harga yang digemukkan," kritik wartawan idealis itu.

Pesta mewah Ibnu Sutowo bukan cuma di-HUT Pertamina. Saat menikahkan anaknya, dia juga menggelar pesta yang paling mewah saat itu. Humas Pertamina mengaku dana nikahan didapat dari sumbangan keluarga dan kolega Ibnu Sutowo. Lagi-lagi Mochtar Lubis tak percaya.

"Apa benar keluarga Ibnu Sutowo begitu kaya? Siapa yang kaya raya? Pamannya? Tantenya? Dari mana mereka jadi kaya? Dan teman-temannya? Siapa itu teman-teman Ibnu Sutowo yang begitu kaya raya?" kritik Mochtar.

Kritik Mochtar tak ditanggapi Pertamina maupun penegak hukum. Tahun 1975, Pertamina terlilit utang hingga USD 10,5 miliar. Perekonomian negara pun goyang akibat krisis Pertamina. Presiden Soeharto turun tangan dan memecat Ibnu Sutowo.

Seandainya saat itu penegak hukum mendengarkan Mochtar Lubis.



Jaksa Agung tak bernyali usut raksasa Pertamina dan Ibnu Sutowo

Reporter : Ramadhian Fadillah | Kamis, 31 Oktober 2013 03:01
 
Jaksa Agung tak bernyali usut raksasa Pertamina dan Ibnu Sutowo Ibnu Sutowo. ©Karikatur Indonesia Raya 7 Juli 1970  
 
Merdeka.com - Letnan Jenderal Ibnu Sutowo dan Pertamina tak tersentuh hukum di awal Orde Baru. Tak ada penegak hukum yang berani mengusut sengkarut di Pertamina. Sementara itu sejumlah petingginya diduga menyelewengkan keuntungan penjualan minyak. Pertamina ibarat negara di dalam negara. Tak ada yang bisa mengakses data-data keuangan perusahaan milik negara tersebut.
Dalam karikatur, Indonesia Raya menggambarkan Pertamina sebagai sosok raksasa jahat yang berukuran sangat besar. DPR, Tim Pemberantas Korupsi, Komisi IV dan Kejaksaan Agung lari menyelamatkan diri saat hendak diinjak raksasa tersebut.

Harian Indonesia Raya keras menulis tentang dugaan korupsi yang dilakukan Direktur Utama Ibnu Sutowo. Bahkan koran yang dipimpin Mochtar Lubis itu malah berharap dituntut Ibnu Sutowo ke pengadilan. Dengan begitu Indonesia Raya bisa membeberkan bukti-bukti yang mereka punya. Mochtar Lubis menulis tajuk di Indonesia Raya tanggal 29 Januari 1970 berjudul 'Mari ke Pengadilan'.

"Kami amat senang jika Ibnu Sutowo menempuh jalan ini. Kami bersedia menjadi orang pertama yang diperiksa oleh panitia peneliti DPR ataupun pemerintah mengenai persoalan penyelewengan " tantang Mochtar.

"Kami pun paling senang untuk diperiksa oleh pengadilan, agar kami dapat menyampaikan fakta-fakta dan bukti-bukti penyelewengan-penyelewengan di Pertamina dan supaya Ibnu Sutowo cs dapat dimintai keterangannya di bawah sumpah."

"Jika Kejaksaan Agung tidak juga mau atau tidak dapat bergerak, jika DPRGR tetap impoten, dan jika pemerintah sendiri ogah-ogahan terus untuk membersihkan Pertamina, maka jalan lewat pengadilan baik kiranya ditempuh. Kami telah bersedia dan telah siap!" kata Mochtar tegas.

Tantangan terbuka wartawan idealis itu tak pernah dipenuhi Ibnu Sutowo.

"Mochtar Lubis juga pernah menemui Jaksa Agung Ali Said. Dia membawa data-data korupsi Pertamina dua kopor penuh. Tapi tidak pernah ditindaklanjuti," kata Redaktur Pelaksana Harian Indonesia Raya, Atmakusumah, pada awak redaksi merdeka.com, Selasa (30/10).

Ibnu Sutowo terus menyeret Pertamina pada sejumlah kegiatan bisnis di luar minyak. Tapi gagal. Pertamina malah terlilit utang hingga USD 10,5 miliar pada tahun 1975. Jumlah itu sangat luar biasa untuk negara berkembang seperti Indonesia. Perekonomian goyang akibat ulah Ibnu Sutowo dan kroninya.

Presiden Soeharto turun tangan dan akhirnya memecat Ibnu Sutowo. Tapi Soeharto tak pernah menyeret Ibnu Sutowo ke pengadilan hingga akhir hayatnya.

"Jika Jaksa Agung dulu mengusut laporan kami dan Mochtar Lubis, mungkin Pertamina dan negara tak perlu mengalami kerugian sebesar itu," sesal Atmakusumah.

Sayang, sungguh sayang, tak ada penegak hukum bernyali.



Ibnu Sutowo, sang jenderal inti pemegang kartu truf Soeharto

Reporter : Ramadhian Fadillah | Kamis, 31 Oktober 2013 02:01

Ibnu Sutowo, sang jenderal inti pemegang kartu truf Soeharto
Ibnu Sutowo. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - Letnan Jenderal Ibnu Sutowo, Direktur Pertamina tahun 1968-1975, dikenal sebagai The Untouchables. Sosok yang tak pernah tersentuh hukum walau sudah menenggelamkan Pertamina dalam hutang USD 10,5 juta.

David Jenkins, penulis buku Suharto and His Generals: Indonesian Military Politics 1965-1973, menyebut Ibnu Sutowo sebagai salah satu jenderal kelompok inti Soeharto . Mereka punya hubungan dekat dan menempati posisi kunci di bidang hankam atau perekonomian.

"Soeharto punya ketergantungan sangat besar dalam hal keuangan di luar anggaran pada Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo," kata Jenkins.

Tahun 1975, kondisi keuangan Pertamina bagai dihajar topan. Perusahaan raksasa ini nyaris roboh setelah investasi di berbagai bidang tak berjalan lancar. Para petingginya diduga melakukan korupsi besar-besaran.

Soeharto membeberkan Pertamina pasti bangkrut kalau pemerintah tak segera melakukan tindakan. Dia melakukan penertiban ke internal Pertamina. Soeharto memerintahkan Pertamina menjual sebagian aset yang berlebihan. Ibnu Sutowo pun dipecat sebagai Dirut Pertamina. Dosa Sutowo di mata Soeharto sudah tak termaafkan.

"Saya tetapkan mengangkat kembali hampir semua anggota direksi yang lama untuk menjamin kelangsungan dan kelancaran tugas perusahaan, sementara Ibnu Sutowo diganti Piet Harjono sebagai dirutnya," kata Soeharto .

Soeharto pun menegaskan kasus Ibnu Sutowo dan kerugian Pertamina adalah sebuah pengalaman pahit. Jangan sampai terulang kembali. Soeharto menerapkan sejumlah langkah untuk memperbaiki Pertamina. Di antaranya membentuk Komisi Empat yang beranggotakan Wilopo, Anwar Tjokroaminoto, IJ Kasimo, dan Herman Johannes .

Namun rekomendasi Komisi Empat rupanya tak serius ditanggapi Soeharto . Tak ada upaya hukum untuk menyeret Ibnu Sutowo ke pengadilan.

"Ibnu Sutowo tak pernah dinyatakan merugikan keuangan negara atau melanggar hukum pidana. Kasusnya hanya dinyatakan (sebagai) 'salah manajemen' atau salah urus," kata IJ Kasimo, salah satu anggota Komisi Empat.

Harian Indonesia Raya merupakan surat kabar yang paling keras menyoroti kebijakan-kebijakan Ibnu Sutowo yang menyeleweng. Redaktur Pelaksana koran itu, Atmakusumah, mengaku tak ada penegak hukum yang berani memperkarakan Ibnu Sutowo. Senada dengan Jenkins, Atma juga menilai Soeharto membutuhkan uang di luar APNB untuk membiayai pemerintahannya.

"Diduga aliran uang itu juga mengalir ke penegak hukum sehingga mereka tidak bisa apa-apa," kata Atmakusumah menceritakan kasus itu pada awak redaksi merdeka.com, Selasa (30/10).

Atma juga menduga Soeharto tak bisa apa-apa karena Ibnu Sutowo juga memegang sejumlah kunci pelanggaran Soeharto . Posisi mereka bedua saling mengunci.

"Mereka sama-sama pegang kartu truf masing-masing," beber Atmakusumah.

Dari Pertamina, hanya H Thahir yang kemudian disorot dalam kasus korupsi. Ini pun terungkap saat putranya berebut warisan dengan sang istri muda. Kasus pelik ini baru terselesaikan setelah 15 tahun.

Tapi Ibnu Sutowo tak pernah tersentuh hukum.



Sumber:
www.merdeka.com